Monday, March 19, 2012

GKPS manjae secara ekonomi dan memiliki keahlian seturut tuntutan zaman

Agar GKPS Menjadi Gereja yang Membawa Berkat, Perduli, dan Mandiri

Pdt. DR. Martin L. Sinaga*

Dalam upaya membangun strategi pelayanan GKPS, terasa sekali keperluan adanya sebuah visi; sebab visi memberi gambaran akan kenyataan apa yang hendak diwujudkan oleh GKPS di hari depan. Visi juga diperlukan agar karya dan pikiran (misi) disusun sedemikian rupa sec ara bertahap demi terwujudnya visi tersebut. Tak lepas juga diyakini bahwa visi yang jitu akan pula memampukan GKPS menghadapi tantangan hidup yang nyata dihadapi anggota jemaatnya. Dalam kesadaran di atas, maka perlulah ada ikhtiar meletakkan bersama apa itu visi GKPS. Tentu visi itu itu mestilah berlandaskan Alkitab, namun juga bernuansa konteks ke-Simalungun-an-. Di sini saya merasa visi itu mestilah setidaknya terkait dengan niat menjadi gereja yang membawa berkat, perduli dan Mandiri.

1.Gereja Pembawa Berkat: Ada yang Alkitabiah di sini, yaitu bahwa Allah memberkati kita umat-Nya agar menjadi berkat bagi semua (Kej. 12:2). Gagasan ini juga menjadi dasar eklesiologi Lutheran: bahwa kita dibenarkan (baca= diterima dan ditebus) oleh karena anugerah-Nya semata, sehingga gereja yang kita layani dan percayai (sebagaimana tertera dalam Tata Gereja GKPS) sebagai yang “ Esa, Kudus, Am dan Rasuli ” itu adalah pemberian- Nya juga. Per taruhan iman Kristen kita ialah bahwa kita berani hidup dengan bertolak pada pemberian-Nya yang datang karena kasih-Nya itu. Di sini ada sikap radikal dari kita akan kedatangan berkat-Nya (yang terjadi bukan karena perbuatan kita), dan itu kita jadikan sebagai titik tolak keberadaan gereja kita. Maka dari itu, karena tidak ada yang bisa kita katakan sebagai claim kita akan berkat-Nya itu, maka berkat-Nya itu akan bergerak ke semua orang. Kita adalah alat-Nya, semacam rakit yang dipakai untuk menyeberangkan berkat-Nya itu kepada semua orang. Maka di masa depan GKPS, kita harus bisa melihat tanda-tanda umat dan masyarakat yang diberkati: hidup yang penuh, sejahtera dan bermartabat. Bukan berkat yang sepihak (saya berlimpah, tetapi tetangga kekurangan), bukan pula berkat yang serba rohani (berkat dalam Alkitab selalu konkrit, menyangkut kebutuhan rohani dan jasmani).

2. Gereja yang Perduli Maka, aspek lanjutan dari masa depan terberkati itu ialah bahwa ia memiliki keperdulian. Dan uniknya, ungkapan Simalungun “ SARI ” bisa berarti “ care dan share ” . Jadi keperdulian atau pun kesetikawanan GKPS selalu berarti ia mau berbagi. Kita tidak bisa mengasihi tanpa memberi (tanpa memberi kasih kita jadi hambar dan sebatas omongan semata). Tapi keperdulian mesti juga bertanggungjawab, agar kita tidak “ memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu ” (Mat.7:6). Artinya kita jangan membangun budaya pengemis dalam gereja, tetapi sebaliknya: menciptakan proyek kerja yang memberi sejahtera khususnya bagi warga GKPS yang lemah. Di sini “ sari ” berarti juga solidaritas, sebentuk persekutuan yang saling menopang kebutuhan hidup, dimana semuanya bekerja dan bertanggungjawab. Dan itu terkait dengan keharusan mengelola (management) dan memungkinkan adanya dunia usaha dalam kehidupan kita. Dengan kata lain, gereja perlu mendorong terbangunnya dunia usaha di warganya, agar di situ terjadi peristiwa berbagi dan saling mendukung.

logo gkps demban passing 3. Gereja yang Mandiri KEMANDIRIAN gereja yang dibayangkan di depan berarti masing-masing jemaat mampu menyelesaikan tantangan dan masalahnya; ia tidak berhenti -apalagi undur- dalam proses bersama, tetapi setia mencari solusi bersama. Ia berani memutuskan proses gerejawi apa yang harus diambil, sesuai dengan tantangan konteksnya. Jadi yang dibayangkan ialah jemaat yang aktif menanggapi tantangan luar dan dalam dirinya, dan menggali potensi yang ada untuk menyele- saikan setiap permasalahan yang muncul. Kemandiran ini juga teologis sifatnya, sebab setiap warga jemaat harus mendefenisian makna hubungannya dengan Tuhan. Sebab akhirnya, “ aku sendiri yang harus memberi jawab di hadapan Firman Tuhan ” , kira-kira begitu teologi Lutheran yang memang banyak diadopsi oleh GKPS. Jadi secara teologis -mengutip kitab Ibrani (Ibr. 5:12)- kita tidak lagi anak-anak yang terus-menerus minum susu, tetapi sudah dewasa dan siap dengan makanan keras. Di sini kemandirian berteologi menjadi ihwal serius untuk GKPS di masa depan. Dan kemandirian -dalam hal ini sisi “ manjae ” -nya (sisi ke-Simalungunan-nya yang memberi pengaruh baik itu), berarti juga jemaat yang anggotanya berwatak independen, terutama di hadapan tantangan dunia “ sekuler ” .

Ia perlu manjae secara ekonomi dan memiliki keahlian seturut tuntutan zaman. Jadi akan ada kader GKPS yang sungguh bergigi di dunia (ekonomi dan politik). Kita telah manjae dari HKBP, dan kini kita mesti manjae juga dari tekanan sosial dan ekonomi global ini. Bahkan kepada putri/perempuan kita (di sini visi GKPS pun berwawasan keadilan gender), -konon di sinilah terletak kekhasan adat Simalungun- kita melepasnya (saat menikah) dengan “ paingkathon ” -nya. Ada kemandirian (ekonomi dan ketrampilan) yang kita titip padanya saat ia melangkah ke luar rumah orangtua- nya. Kita juga ingin menyaksikan putri-putri Sima- lungun tampil signifikan di pentas sosial-politik Indo- nesia ini. Dimensi kemandirian GKPS itu mestilah bercorak inklusif. Hal itu sebenarnya sungguh mendasar, baik secara teologis dan kultural. Kita percaya pada kasih Kristus yang bekerja kepada semua orang, dan kesima- lungunan kita pun tidak bercorak primordial (tidak berdaraskan darah dan marga semata), tetapi semua diundang ke dalam “ ahap ” Simalungun. Maka kita yang mandiri, tidak perlu membangun tembok, tetapi membuka pintu-pintu persaudaraan lintas-etnik dan lintas agama sekalipun. Akhirnya, GKPS yang bisa membawa berkat, perduli namun mandiri, akan menjadi rumah bolon yang sungguh baik: penghuninya akan betah tinggal, dan orang-orang yang kebetulan lalu akan singgah dan menikmati hospitality-nya.

*Penulis adalah Utusan GKPS pada Lutheran World Federation/ LWF(Genewa-Swiss) di Department for Theology and Studies

    • Juan Daniel Saragih pendeta muda GKPs, sudah doktor theologia, di thesisnya dia menyebut dirinya sebagai calo(n) teolog :) baru 42thn (masih banyak yg diharapkan)

    • Hamonangan Girsang tulisan yg bagus (..idea category..); perlu dipikirkan progress lanjutan tuk aplikasinya...:)

    • Manihuruk Grubert Hospitality Touch tentunya!

    • Sonang Paruhuran Sinaga
      Kadang visi dan misi suatu organisasi hanya sebuah tulisan singkat yang sudah melekat dalam hirarki organisasi tersebut. Keberhasilan suatu organisasi bukan dilihat dari seberapa besar visi dan misinya tercapai, karena kadang dalam visi dan misi tidak tertera 'SMART' : Specific, measurable, Actionable, Relevant and Timebound...Visi dan Misi harus ditransmisikan menjadi suatu 'Program Kerja Tahunan' yang mengacu ke SMART itu tadi...program kerja ini harus dievaluasi setiap tahun dan dipertanggungjawabkan...dalam melakukan program kerja ini butuh 'anggaran biaya', biarpun organisasi seperti GKPS bukan berarti menganggarkan biaya dari 'HASOMALAN' tapi harus berani merencanakan sumber-sumber dana baru untuk kemajuan organisasi..uang bukan segalanya, tapi tanpa uang organisasi tidak akan jalan..semoga dengan kepemimpinan baru, GKPS akan semakin harum dan semakin makmur...

    • Juan Daniel Saragih
      barangkali, visi-misinya sekitar ini (bgmn GKPs seharus-ny": “ SARI ” bisa berarti “ care dan share ” . Jadi keperdulian atau pun kesetikawanan GKPS selalu berarti ia mau berbagi. Kita tidak bisa mengasihi tanpa memberi (tanpa memberi kasih kita jadi hambar dan sebatas omongan semata). Tapi keperdulian mesti juga bertanggungjawab, agar kita tidak “ memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu

      --margoling ma lo hita gkps--
      "give and take" barangkali macam memancing. ah.ah.ah.

    • Jansen Sinamo kawan awak dia, sama-sama penggemar kok tong pula :)

    • Rainy Hutabarat
      Izinkan saya berbagi dengan adik saya yang pemikirannya "berkelimpahan" ini. Visi: Situasi atau keadaan ideal yang kita inginkan. Misi: Cara kita mewujudkan keadaan ideal itu. Saya ingin tambahkan sedikit langkah penting yang harus lebih dulu dilakukan untuk menjadi gereja yang Peduli dan Mandiri sebelum merumuskan SMART, yakni Strategic Planning. Visi dan misi gereja-gereja di tanah air kita biasanya kurang mengkaji konteks persoalan masyarakatnya dan masyarakat luas sehingga visi dan misinya tak terukur, terlalu banyak maunya. Visi dan misi ini juga tidak diterjemahkan ke dalam Strategic Planning untuk periode tertentu dengan SMART yang jelas. Ayo GKPS, majulah, dulu sayup-sayup terdengar kini mulai keras gaungnya di lingkungan gereja-gereja di tanah air....

    • Ratty Supit Setuju bah !!! Persoalannya disini, maukah kita berdemikian ??? Atau akankah kita terjebak pada keegoan kita ? SALAMAT !!!

    • Ramidon Saragih Visi, Misi, Goal. Janagn hannya diatas kertas ataupun jadi pajangan, tapi mari kita lakukan, ini yang sangat susah, karena lain lubuk lain ikannya. Bahkan sesama pasti ada perbedaanya, tinggal bagaimana seorang pimpinan mengambil kebijaksanaan yang BIJAKSANA. Selamat bagi Pimpinan Baru.

    • Trisno S. Sutanto Dalam penelitian PGI baru=baru ini tentang kehidupan menggereja di Indonesia ditemukan masalahnya: INTERNAL salah urus dan hanya MINTA BERKAT; EKSTERNAL acuh dengan masyarakat malah IMPOTEN.

    • Tina Haisma Saragih Ya... bagus sekali Tulisammu ini pak Malvin,apalagi kalimat terhirnya, aku sangat me-ngaminkannya. Diateitupa, salam, tina

    • Paulina Sirait
      Secara historis GKPS adalah "anak/cucu" HKBP, namun sejujurnya saya berfikir HKBP sudah harus belajar banyak dr Gereja-gereja yang "dilahirkan" dan "dibidani"nya... 4 hari yl,dalam Leadership Training "Change Management", Pdt Jahariansen (Pdt Jaka) memimpin seratus lebih Pdt HKBP dalam ibadah Medtasi dan Refleksi di Sopo Toba Hotel - Ambarita (kami boleh trersanjung karena ini adalah pelayanan pertama Pdt jaka setelah terpilih menjadi Ephorus GKPS).Dengan ketulusan dan kejujuran, Kepala Departemen Diakonia HKBP, Pdt Nelson Siregar mengatakan...saatnya bagi HKBP belajar dari gereja-gereja yang secara kuantitas lebih kecil dr HKBP, yang dulu dilayani oleh HKBP sekarang melayani HKBP.

      Satu hal yang saya catat dr pak Jaka... bahwa pelayanan di gereja akan menjadi berkat apabila para pelayannya menjadi pelayan yang berdoa. GKPS juga akan menjadi berkat, peduli dan mandiri jika para pelayannya adalah pendoa-pendoa syafaat yang berdoa dan memberkati jemaat...

      Salam!

    • Juan Daniel Saragih ‎@paulina : sejarah lahirnya gkps/ perjalanannya terungkap di buku Martin Identitas Poskolonial -Gereja Suku- dalam Masyarakat Sipil. Studi tentang Jaulung Wismar Saragih dan Komunitas Kristen Simalungun.

      http://groups.yahoo.com/group/Gereja-suku/

      dan buku : "Tole! den Timorlanden das evangelium"
      Sejarah seratus tahun "Pekabaran Injil di Simalungun, 2 September 1903 - 2003 [harus August Theis rupanya :) ]

    • John W Soembayak GKPS kembali dipimpin Cucu Ephorus GKPS I; Pdt. J. Wismar Saragih...

    • Paulina Sirait Satu lg bukti GKPS lbh fair dan perlu ditiru.Sebagai cicit Ephorus Pertama HKBP dari orang Batak,walau hanya untuk menjadi Praeses,aku sangat takut bermimpi,mengingat HKBP br pny Praeses Perempuan pertama saat usianya 147 tahun dgn 'perjuangan' yg sangat alot... Hiiikkkssss....

    • Martin L Sinaga
      salam temans, terimakasih untuk JRS yang dengan kreatif mengubah bagian dari buku kami (yang disebarkan ke anggota sinode) menjadi bahan digital begini. Terimakasih juga atas tanggapan2 Anda. Tulisan saya itu pun dikerjakan dengan tergesa, maklum penerbitnya di Siantar ingin betul ada perubahan di GKPS. Teman saya, Juandaha, mengutip kritik-halus pak Jansen dalam ceramahnya di Sonode GKPS ttg bahaya AHAP Simalungun, yang bisa menutup segala kekisruhan-. rupanya di Sinode barusan, kekisruhan soal uang telah dibongkar, dan pimpinan yang baru diberi kepercayaan untuk "menebus"nya. Makanya tulisan ini mau sekadarnya menggerakkan proses baru itu.
      Sebenarnya proses studi di GKPs ttg visi-misi sudah lama sekali, seorang ahli Majamenen Strategis sudah mengerjakan risetnya (tapi belum diterbitkan, namun ia kongsikan pada saya). Dan agaknya ditemukan bahwa visi GKPS mesti seputar menjadi "pembawa berkat dan perduli". Lalu langkah programatis 20 tahun sudah pula disusun ke arah itu (di atas kertas, tentu secara SMART). Tambahan saya lebih pada soal "mandiri" di sini, karena tema ini selain ekumenis, juga amat simalungun.
      Intinya, tulisan ini lebih untuk menderukan dan mengingatkan apa yang diam-diam dibayangkan GKPS dan yang ingin dikerjakannya demi masa depan "rumah bolon"nya itu. Kiranya ada yang bisa berjalan dengan nyala awal dari 2 org pemimpin barunya.
      horas ma

    • Halani Holong
      Alangkah baik dan sangat baik... bila Visi dan Missi GKPS baik secara mikro maupun makro... terus diproklamasikan/dipromosikan (baik melalui partonggoan), parbualan sesama jemaat, sermon dan kegiatan organsiasi hagarejaan manang hasimalungunan lainnya. Langkah kedua, Pusat GKPS khususnya lembaga penelitian dan pengembangan secara konstan membagikan brosur jurnal Visi dan Missi itu (secara berkala) kepada semua kongregasi dan komunitas GKPS dan Simalungun... Terakhir Visi dan Missi itu wajib disosialisasikan dan direalisasikan melalui karya nyata (baik berupa profit oriented maupun non-profit oriented)... Ini semua tidak hanya tanggung jawab Pimpinan GKPS akan tetapi tanggung-jawab kita semua Warga Simalungun... Semoga Tuhan Jesus memberkati dan tetap memberkati 'Tanoh pakon Rakyat Simalungun." Amen.

    • Neo Simalungun Jaya Tulisan yang luar biasa.
      Ya, GKPS hidup dan lahir di tanah Simalungun. jemaatnya adalah Hala SImalungun ato yang ada hubungan dengna Hala SImalungun ato na marahap simalungun.

      Bagaiman kalo hala Simalungun main hari makin tipis IKATAN BATINYA DENGAN AKAR BUDAYANYA?

    • Neo Simalungun Jaya
      Lalu, tanpa "Hasimalungunon", budaya SImalungun, masih bisakah GKPS hidup?


      Sementara Budaya SImaungun itu sendiri bentuknya (materi non materi/spiritual), orang2 ta tahu lagi bentuk dan jejaknya.


      Saya bisa mengerti dengan pemahaman manajerial dengan membuat konsep Visi dan misi ini.

      waktu sudah berjalan hampir satu abad buat GKPS - setiap pengurus hampir mengatakan hal yg sama, hampir menjanjikan hal yang sama. nayatanya keadaan GKPS tida luput dar pengaruh keadaan nasional (indonesia).

      terus terang saya masih merenung dan bekerja keras untuk meniti ke dalam dir sebagai warga GKPS.

      masih ada yg terlupakan.

      Saya tetap mengingat ingatkan diri saya, bahwa CERMIN KUALITAS DIRI - apakah pikiran, ucapan, tindakan itu SUDAH SELARAS APA BELUM.

      DAN APAKAH METODE KITA DI GKPS SUDAH DI UP DATE UNTUK KEBUTUHAN ITU?

      ORANG BISA JAGA ( HIDUP - MENURUT ILMU PSIKOLOG)

      TETAPI APAKAH ORANG JAGA ITU BERKESADARAN?

      MARI KITA MENGEVALUASI DIRI. metode atau manajemen hanya akan baik jika manusianya telah dibentuk dgn baik....

      sudahkah kita melaukan ini? (Hanya renungan saja).


    • Mk Dasni Sinaga
      bang to2k,,manjae memang harus dan bukan dikasi air susu krna sdh dewasa tetapi bgmna dgn jemaat gkps yg dipedalaman cnth kecil ditinggi saribu yg mana minim pendidikan dan sarana,hanya ada gereja gkps disitu ,tanggung jawab pemerintah set4t or gkpskah untuk memajukan warganya?berkat kebaikan TUHAN bpk BISMAN sinaga(70thn) jemaat gkps padang bulan mdn,telah membangun sarana air bersih ditinggi saribu."maaf keluar dr topik" salam

    • Mk Dasni Sinaga
      bang to2k,,manjae memang harus dan bukan dikasi air susu krna sdh dewasa tetapi bgmna dgn jemaat gkps yg dipedalaman cnth kecil ditinggi saribu yg mana minim pendidikan dan sarana,hanya ada gereja gkps disitu ,tanggung jawab pemerintah set4t or gkpskah untuk memajukan warganya?berkat kebaikan TUHAN bpk BISMAN sinaga(70thn) jemaat gkps padang bulan mdn,telah membangun sarana air bersih ditinggi saribu."maaf keluar dr topik" salam

    • Kurpan Sinaga
      Dengan kata lain, dari uraian Pdt. Martin L diatas, kultur Simalungun menyangkut "AHAP" - rasa, SARI - peduli (lebih jelas pada tulisan sebelumnya), diserikan dengan tulisan diatas bicara visi, misi, kemandirian, menghindari budaya pengemis. Tulisan berdimensi kedalam GKPS khususnya langkah Pimpinan Pusat baru-baru ini memberhentikan tiba-tiba pengurus BU. Untuk itu patutnyalah Pimpinan Pusat GKPS, tanpa harus diminta langsung, supaya memberi penjelasan, keterangan yang benar-benar meyakinkan bahwa langkah pemberhentian (tidak enak menyebut pemecatan, walau itulah yang sesungguhnya) pengurus BU GKPS ini pasti adanya menuju kemajuan luar biasa, sehingga perlu dilakukan segera, tanpa basa-basi, bahkan terlihat tergesa-gesa dan emosional menghentikan pengurus yang masa kerjanya masih tersisi 3 tahun lebih. Pimpinan Pusat harus menjamin "mutiara" (lembaga BU yang telah terbentuk dan berjalan tersistem, digarap orang-orang kaliber, tanpa gaji - bedakan gaji dengan biaya hangus), badan pengelolaan profesioanal unit-unit usaha GKPS itu tidak terlempar ke"kandang babi" kiasan yang disebut Pdt Martin. Jelasnya, tanpa aksi sinergis "marsiarusan" - pengertian, dari Pimpinan Pusat maka tulisanyang indah-indah ini akan seperti lagu Broeri "aku begini engkau begitu". Kita bicara begini, yang berjalan entah bagaimana....

    • Juan Daniel Saragih betul lawei. cita rasa itu ibarat kalau memang batu (maaf:bodok/cetek) dimanapun tetap jadi bodok, kalau memang intan pastilah tetap intan walau dilubang kubur terdalam.

Friday, March 16, 2012

ASAL-USUL INDUK MARGA PURBA



Oleh :
Pdt. Juandaha Raya P. Sidasuha
// Kami Mohon maaf Pandita nami, akan kami coba mampu telusur dan akan kami koreksi kembali.

"Menurut sejarah Kerajaan Dolog Silou dari kitab Pustaha Bandar Hanopan di Kecamatan Silau Kahean Kabupaten Simalungun bahwa Purba Dasuha adalah marga yang muncul kemudian dari Kerajaan Silou di Simalungun sekitar tahun 1450. Menurut pustaka lama itu, adapun mulanya adalah dari ucapan “si” artinya “orang” dan “Da” artinya “sang”, serta “suha; dari kata “suha-suha” artinya “sisa-sisa minuman tuak/aren”. Jadi Sidasuha artinya: “orang yang dijuluki sebagai peminum suha-suha (sisa-sisa tuak). Munculnya julukan ini pertama kali di Silau Buttu (suatu kampung di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun sekarang). Kisahnya berawal dari pertengkaran dari dua orang putera raja Silau yang bersaudara kandung. Menurut kisah, Raja Silau bermarga Purba Tambak mempunyai dua orang putera, putera tertua seorang petualang yang pekerjaannya sehari-hari “mardagang” (mengembara) dan berjudi. Menurut adat kerajaan, putera tertua inilah yang kelak menggantikan ayahnya menjadi raja. Anak yang bungsu seorang petani yang baik, suka berladang dan pendiam. Pekerjaannya sehari-hari hanya mengurus tanamannya dan pekerjaan sambilannya sehabis berkebun adalah “maragad” (mengambil tuak dari pohon enau).

Pada suatu hari anak yang bungsu marah kepada abangnya, karena telah menghabiskan tuak hasil sadapannya. Dia protes kepada abangnya, tetapi abangnya tidak mempedulikannya, malah balik memukul adiknya. Karena emosi, abangnya mengatakan dalam bahasa Simalungun, “ai suha-suha ni bagod in do talup inumonmu, tandani ho silojaloja irumah bolon on!” (Artinya: “Memang “suha-suha bagod” (sisa tuak) itu sangat cocok untuk minumanmu, pantas buatmu selaku orang suruhan di istana ini”). Mendengar ucapan yang merendahkan itu, anak bungsu merasa terhina dan balik memukul abangnya, akhirnya mereka berkelahi dengan adu pencak (dihar), dan karena abangnya lebih kuat, adiknya pergi dari Silau Buttu menuju ke daerah Tigarunggu (Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun sekarang). Tetapi abangnya mengejar dia terus bersama pasukan kerajaan berniat hendak membunuhnya. Maka terpaksalah adiknya berlindung ke tempat adik perempuannya (bou Tambak) di Malasori yang disembunyikan di bawah “palakka pangulgasan” (tempat merendam benang tenunan), dan sang bou dengan tenang duduk di atasnya melanjutkan pekerjaannya bertenun.
Akhirnya tibalah rombongan abangnya di Malasori dan menanyakan perihal adiknya yang dibencinya itu. Oleh Bou Tambak ditunjukkan arah yang lain, sehingga selamatlah abangnya yang disembunyikan di bawah palakka itu sementara Bou duduk di atasnya menenun. Sebelum abangnya pergi, disumpahkannya kepada adiknya (Bou Tambak) bahwa ia sampai keturunanya akan mengingat jasa adiknya itu dan akan menyayangi “botou” (saudara perempuan) dan “boruni” (anak perempuan/pihak yang memperisteri adik perempuannya). Demikianlah menurut kisah sehingga keturunan Purba Sidasuha sangat sayang kepada “boru” atau “botou”-nya.

Dengan sahabat-sahabat setianya yang menyertai pelariannya itu—pustaha panei bolon milik ayahnya Raja Silau juga turut dibawa lari—ia pun sampailah di daerah sekitar Tigarunggu dan membangun perkampungan di sana. Dinamailah kampung itu “HUTA SUHA BOLAG” mengingat riwayat pelariannya itu, marganya pun ia robah, sehingga bukan lagi PURBA TAMBAK, tetapi berubah menjadi PURBA SIDASUHA atau PURBA DASUHA. Dengan pertolongan sahabat-sahabatnya, ia pun mengangkat dirinya menjadi yang dipertuan di tempat itu, karena daerah itu masih dalam wilayah kekuasaan ayahnya Raja Silau. Di kemudian hari, ayahnya Raja Silau berperang dengan saudaranya Raja Silau Bolag, karena terdesak Raja Silau melarikan diri ke tempat anaknya Tuan Suha Bolag meminta perlindungan, tetapi karena pasukan Raja Silau Bolag lebih kuat, pertahanan Raja Silau berhasil dihancurkan di Suha Bolag, dan Raja Silau pun tewas bersama panglima-panglimanya Pisang Buil, Sibayak Parbosi dan Raja Hanopa. Sehabis perang, abangnya (putera mahkota raja Silau) ditawan di Suha Bolag, tetapi dapat meloloskan dirinya dari tutupan, ia melarikan diri bersama pasukannya ke daerah Bangun Purba sekarang ini dan mendirikan kerajaan bernama KERAJAAN RUBUN yang daerah kekuasaanya berwatas dengan Bah Karei (Sungai Ular)—Rih Sigom dan Sibaganding. Keturunanya kelak mendirikan KERAJAAN DOLOG SILAU dengan memakai marga PURBA TAMBAK LOMBANG.[2]

Selepas perang saudara, Tuan Suha Bolag pergi ke Kerajaan Siantar dan kawin dengan tuan puteri raja Siantar (Bou Siattar) marga Damanik yang turun-temurun menjadi permaisuri di Kerajaan Panei. Dengan bantuan mertuanya Raja Siantar marga Damanik, Tuan Suha Bolag diangkat menjadi raja di daerah bekas kekuasaan Raja Onggou Sipoldas marga Saragih. Kisahnya, Raja Onggou Sipoldas selaku salah satu dari RAJA MAROPPAT (Siantar, Onggou Sipoldas, Tanoh Djawa dan Silau) tidak percaya dengan kesaktian pusaka Kerajaan Silau yakni PUSTAHA PANEI BOLON[3] (kitab kuno dari kulit kayu yang tulisannya hanya dapat dibaca di tempat gelap di mana tulisan di kitab itu memancarkan sinar seperti seekor naga, sehingga dapat diramalkan nujuman mengenai hal-hal yang akan terjadi).

Raja Onggou Sipoldas takabur dengan ucapannya sendiri, sehingga dalam pertaruhannya dengan Raja Siantar, ia kalah dan terpaksa memberikan kerajaannya kepada Tuan Suha Bolag, tetapi Tuan Suha Bolag tidak mau dinobatkan di tahta Raja Onggou Sipoldas, melainkan di atas Pustaha Panei Bolon, demikianlah menurut kisah, kerajaannya dinamakan KERAJAAN PANEI. Ibukotanya ditentukan di daerah PAMATANG PANEI (sekitar 8 kilometer dari Pematang Siantar). Daerah kekusaanya pada awalnya hanya kecil saja, tetapi dapat diperluasnya, sehingga berbatas di sebelah selatan mulai dari tepi pantai Tigaras sampai ke sebelah utara di pantai selat Malaka yaitu Indrapura sekarang ini; di sebelah barat dengan daerah Suha Bolag (Kecamatan Purba sekarang) sampai ke perbatasan dengan daerah Silampuyang (Kerajaan Siantar). Raja Panei kedua dinamakan Parhuda Sitajur atau Hantu Panei yang terkenal sakti mandraguna (ia dapat berperang dengan berkuda tanpa dapat dilihat musuh). Pada zamannya daerah Kerajaan Panei sangat disegani di Sumatera Timur, dan pengaruhnya sampai ke Asahan (Buttu Panei). Keturunanya banyak yang merantau ke daerah sekitarnya, ada yang sampai ke Sialtong Serdang dan diangkat menjadi yang dipertuan. Daerah itu sebelum berdiri kesultanan Serdang adalah daerah kekuasaan Kerajaan Silau di Simalungun yang daerahnya mencakup Bangun Purba sampai ke Lubuk Pakam.

Pada tahun 1515 keturunan raja Panei yang mengontrol daerah Purba yaitu Tuan Simalobong Purba Dasuha dikalahkan oleh seorang pengembara dari Tungtung Batu (Pakpak Dairi) dalam adu sumpah (marbija). Tuan Simalobong bersama pengiringnya meninggalkan istana Pamatang Purba pergi ke Purba Saribu dan sebagian ke Haranggaol (Kecamatan Haranggaol Horisan sekarang). Si pengembara yang bernama Raendan “marbulawan” dengan Tuan Simalobong dan mengakui Tuan Simalobong sebagai Raja Nagodang Purba. Ia juga memakai marga yang sama dengan Tuan Simalobong tetapi dengan mengingat asalnya dari Pakpak maka marganya disebutnya Purba Pakpak.

Sementara raja Panei sendiri selama enam generasi masih tetap tinggal di Pamatang Panei, tetapi pada generasi ketujuh terjadi pertikaian di Pamatang Panei yang mengakibatkan perginya salah seorang putera raja Panei bersama pengiringnya dan Puang Bolon (permaisuri raja) ke daerah kekuasaan Kerajaan Panei yaitu daerah Baja Linggei (Sipispis) sekarang kira-kira tahun 1550. Saudara tuan Baja Linggei yang lain ditugaskan oleh Raja Panei pindah ke Raya dan menjabat sebagai GURU RAYA bersamaan dengan dijemputnya tuan puteri Panei yang menjadi permaisuri (puang bolon) di Raya sekitar tahun 1600 (abad XVII).

Keturunan raja Panei yang lain yang adalah tuan Sinaman bermarga Purba Sidadolog dan adiknya Tuan Rajaihuta bermarga Purba Sidagambir. Dengan demikian keturunan langsung dari garis marga induk Purba Tambak adalah: Purba Tambak (Silau Buttu, Bawang, Tualang dan Lombang), Purba Sigumonrong (tuan Lokkung dan Marubun Lokkung di Kerajaan Dolok Silau), Purba Sidasuha (raja Panei, tuan Simalobong, tuan Baja Linggei dan Guru Raya), Purba Sidadolog (tuan Sinaman) dan Purba Sidagambir (tuan Rajaihuta dan Dolog Huluan) di Kecamatan Raya sekarang. Pada masa pemerintahan Raja Panei Tuan Djintama (sekitar tahun 1780) didudukkan marga Purba Girsang menjadi partuanan di Dolog Batu Nanggar (yang sebelumnya bernama Naga Litang). Tuan Dolog Batu Nanggar yang terakhir adalah Tuan Badja Purba Girsang yang kawin dengan boru Damanik puteri raja Siantar. Pusat pemerintahannya pada zaman Belanda adalah di Sinaksak. Sekarang Dolog Batu Nanggar telah dimekarkan menjadi dua yaitu: Kecamatan Dolog Batu Nanggar di Sinaksak dan Kecamatan
Tapian Dolog di Purbasari, Kabupaten Simalungun.

Domma terbit buku “PERADABAN SIMALUNGUN”


KABAR GEMBIRA BAGI ORANG YANG “BER-AHAP” SIMALUNGUN, Domma terbit buku “PERADABAN SIMALUNGUN”

oleh :
Freddy Purba Sidagambir Purba
Nasiam napinarsangapan,
Sondahan on berbicara masalah paradaton (Budaya Simalungun) lang pala piga hita namangarusi, janah sering hita lempar batu bahwa paradaton aima tugas ni sipadua suhut atappe na tua-tua ni huta. Genpe hita na han Sin-Raya, Sin-Huluan, Sin-Panei totap do memiliki ciri khas masing-...masing ibagas paradaton. Tapi ganupan ai mempunyai satu arah sonaha ase totap budaya Simalungun terlestarikan.
Sada homa na gabe kendala aima lang pala piga ahli-ahli budayawan ra manuratkon pambotohni hubagas buku (minim penulis Simalungun na manulishon identitas Simalungun), akibatni sondahan on “adong kelangkaan” bani buku Simalungun. Pengalamanku sanggah sikolah i medan, sihol diri mandarami buku Simalungun untuk keperluan tugas hu toko buku, tapi songon na etek uhur on halani sada buku pe lang dong terpajang. Buku ni halak suku Toba, Karo, Jawa pakon na legan bertebaran. Huja do nai hanami na mar-AHAP- Simalungun?
Berdasarkan kondisi on ma hanami membentuk KOMITE PENERBIT BUKU SIMALUNGUN (KPBS) bani tahun 2011 pakon beberapa hasoman seperti : Frans purba (Keturunan Partuhanon Hinalang), Pdt.Juandahara Raya P.Dasuha (Sejarawan/budayawan), Drs. Djomen Purba (ketua Museum Simalungun) pakon Rudin Herbet Purba (Ketua Komunitas Jejak Simalungun).
KPBS bertujuan manuratkon pakon menerbitkan kembali buku-buku na domma langka i peredaran. Marharoan bolon ma manghobashon janah manigat gajutni. Tugas na pertama aima mencetak ulang hasil seminar kebudayaan simalungun tahun 1964, na i pelopori Radjamin Purba. Janah ibahen hanami ma judul ni buku on PERADABAN SIMALUNGUN, buku on membahas beberapa topik, seperti:
1. Silsilah marga-marga di Simalungun (oleh: Pdt. J.Wismar Saragih).
2. Hukum adat Perkawinan Simalungun (Hodraja Purba)
3. Bahasa dan Aksara Simalungun (Rudolf Purba)
4. Kesenian Simalungun (J.E. Saragih)
5. Olah raga dan Permainan Tradisional (Lodewijk Poerba)
6. Hukum dan Penguasaan Tanah di Simalungun ( TBA. Tambak)
7. Perspektif kebudayaan Simalungun ( Djahutar Damanik)

Buku na iterbitkon KPBS on ilengkapi pakon photo, janah tobal ni dong 401 halaman. KPBS hanya mencetak 500 eks, halani terkendala biaya. Jadi persedian terbatas,,,,,,,,.Bani sejarah penulisan buku-buku Simalungun, on ma buku na terlengkap janah itulis oleh tokoh-tokoh ternama. KPBS mambandrol buku on dengan harga Rp. 75.000 per/eks, Rp.5.000 diperuntukkan untuk perawatan Museum Simalungun untuk setiap pembelian. Nasiam hasoman Heja ma hita mewariskan kebudayaan marhitei mengoleksi buku-buku Simalungun. Suku/budaya Simalungun domma semakin tidak nampak lagi, mungkin 300 tahun ke depan akan punah seperti budaya orang Afrika. Tapi marhitei koleksi buku, dong holi bukti untuk cucu-cucu kita bahwa orang Simalungun pernah ada di jagad raya ini.
Bani ise nasiam na sihol mamesan boi ihubungi hanami,,,, Songon hata uppasa makatahon “Lambeini bagot puli. Lambei parlinggoman, Sai gabema namangurupi, Gabei homa naniurupan.” Horas,horas, horas.
Horas Sanina FPS@ Sada langkah kreatif na spektaculer utk kemajuan hita Simalungun, agepe piga2 buku psl Simalungun domma dong bennami songon 1. ADATNI SIMALUNGUN, By PMS, 2. ORANG SIMALUNGUN by DR. Sortaman Simarmata 3. PERSPEKTIF BUDAYA SIMALUNGUN & HABONARON DO BONA By Drs. Djapiten Saragih, 4. SANGNAWALUH pkn nalegan makalah2 Seminar psl Simalungun. Buku PERADABAN SIMALUNGUN songon uraianmu porlu tumangma dong bani hita halak Simalungun. Nahado memesan on? Anggo boi untuk hanami iBatam porluma apala 3 bh. Diateitupama janah Horas n Viva Simalungun!
Tarimakasih bani saninangku Laiden Purba Dasuha, sonon ma ai, ase urah mangirim hanami hun Siantar on. Pasada nasiam ma pesanan nasiam na i Batam in, ase hemat biaya mangirimni. Anggo nantuari mangirim 7 buku hanami hu Jakarta hona do ongkos kirimni mar Rp 162.000. Hargani buku ai Rp 75.000/sabiji anjaha ongkos kirimni anggo hu Jakarta Rp 25.000/1 eksemplar. Sms ham ija alamat pos. Sonaima. Horasma banta.
    •  Laiden Purba Dear Sanina Juandaha R PD, iriahkon hanamipe janah secepatni iinformasihon hanami tene.
    •  Juandaha Raya Purba Dear ma tongon, tarimakasih ma.

Mari kita dukung dan doakan,,,,,BULAN Februari ini sudah siap cetak buku yang berjudul "PERADAPAN SIMALUNGUN" hasil Seminar tahun 1964. Semoga karya yang pertama ini mampu menjadi semangat baru bagi KPBS untuk mengembangkan sayapnya dalam pengadaan buku-buku SIMALUNGUN. Kita berterimakasih kepada para tim pelaksana yakni bapa Frans Purba, Djomen Purba, Juandaha Raya Purba, Rudin Herbert Purba,,,yang telah memberikan masukan demi kelancaran penerbitan buku tersebut. JAYALAH Simalungun.
Habonaron do Bona
Habonaron do Bona
lambang ke agungan mu
Jaya lah Simalungun
    •  Sita Damanik Kita Praktekkan lah ini .
    •  Karles Hasiholan Sinaga Buku ini saya yakini tidak akan lepas dari kontroversi,
      setidaknya dari tahun 1964 sampai hari ini belum terbit tentu ada tanda tanya.
      Disini akan di buktikan apakah Semboyan "Habonaron Do Bona" akan diusung oleh kita semua, atau masih kita hadapi perbedaan sudut pandang dengan ego dan sentimen?
      Keberhasilan mengusung dan menerapkan "Habonaron Do Bona" adalah awal kegemilingan Simalungun.
    •  Freddy Purba Sidagambir Purba Buat bapa Karles Hasiholan Sinaga terimakasih ats perhatiannya,,,,Buku ini sudah terbit tahun 1970-an,,,,dalam bentuk ketikan yg diterbitkan oleh YAYASAN MUSEUM Simalungun,,,,Tetapi tidak semua hasil makalah, arsip2 beserta foto2 dari seminar tersebut diterbitkan,,,,,,Maka kami dari KPBS berusaha menyempurnakannya kembali setelah bekerjasama dgn pihak museum ,,,dan pada edisi berikut ini banyak peredaksian kalimat supaya lebih enak dibaca....KPBS juga berusaha mendaftarkan buku itu ke dalam katalog nasional (ISBN)...tabi ma
    •  Rudin Herbert Purba selagi matahari terbit di ufuk Timur, ego dan sentimen tetap ada, namun bagaimana kita mengeliminir ego dan sentimen itu yang perlu kita sosialisasikan. Yang utama bagi bagi kita jangan kita membesarkan masalah2 yang kecil, namun kita sikapilah secara arif dan bijaksana serta memperbaiki kesalahan kecil itu seperlunya.
    •  Juandaha Raya Purba Informasi nomor ISBN buku Peradaban Simaungun itu sudah kita terima dari Perpustakaan Nasional Jakarta dan KPBS sudah mendaftar jadi anggota. Jayalah Simalungun.
    •  Rudin Herbert Purba mantafff....nomor ISBN sudah diinformasikan,walaupun belum dapat kita peroleh nomor rielnya, namun upaya untuk mendapatkannya sudah berproses. Saya yakin buku2 yang akan kita keluarkan seterusnya sudah tercantum nomor tersebut....
    •  Parulian Purba Buku Peradaban Simalungun itoko buku ija ipublikasihon Bapa, anggo doma siap edar, rencanaku hubolipe anggo dong ijual. Anggo boi informasihon nasiam bapa........
    •  Freddy Purba Sidagambir Purba Lape siap icetak dahkam....Piga bamu? kirim ham alamatmu ,,,,inbox ma bahen ham,,,,,,,,,mungkin paling lambat awal bulan 3 ,,,boi ma i edar...
    •  Sita Damanik Dearma tongon ai .
    •  Juandaha Raya Purba Lang pala das bulan tolu, awal bulan Februari on salosei ma anjaha ilanching hita i Museum SImalungun, panorangni manusul. Ise hita mamesan dear ma ipesan sonari, argani lape boi natontuhon, sanggah maretong ope hita. Rencana salpu on, hasil penjualan buku Peradaban Simalungun on aiam mencetak buku Simalungun karya Tideman, tahun 1922.
    •  Frans Purba Karles Hasiholan Sinaga@Sintabi Lawei.buku ini tidak ada relevansinya kepada kontroversi atau tidak.Buku ini berisi makalah2 Seminar Peradaban Simalungun yg diadakan pd thn 1964-lebih bersifat perjalanan sejarah dan perkembangan milesstone.Kalau tak salah Bung Karno mempercayakan perhatiannya viaMenko DR Ruslan Abdul Gani unutk menghadirinya salah satunya sebagai referensi kompas dan arah dgn peradaban Simalungun sesudahnya.Seharusnya kini setelah kurun sekitar 45 thn kita sudah saatnya utk mengukur apakah peradaban Simalungun maju atau tidak.Maksud dan tujuan dari penerbitan kembali buku ini adalah sedikit dan usaha kecil utk mempertahankan Peradaban Simalungun ...agar nanti anak cucu kita tidak berkata sbb:.....Pd jaman dahulu katanya ada nenek moyang kita bernama Simalungun......Contoh kecil actual sudah terjadi....lang dong be taridah abal2,harpe .... nai ge...dong ope sondahan on "MANOHU"?
    •  Karles Hasiholan Sinaga maaf atas kekeliruannya. Tabe ma.
    •  Rudin Herbert Purba Dong pe sada nari buku Seminar Kebudyaan Tahun 1976 na bukuhon Dewan Kesenian Simalungun da, naha on..? on seminar budaya pakon kesenian,porlu doa homa i paturei use on da.
    •  Frans Purba Sanina RHP@-Ise penyusun-pemegang hak cipta pakkon Penerbitni..?ai lang uhur2ta da menerbithon ulang sada2 buku.
    •  Juandaha Raya Purba Hasil seminar ai, dong do bangku, anjaha langsung do hukopi hun pelaksana taun 76 aima almarhum Jaiman Saragih. Ninuhurhu lang pala daoh ai pakon seminar tahun 1964, anjaha lengkapan do ai marimbang na tahun 76 ai.
    •  Freddy Purba Sidagambir Purba Dong sada buku na jenges janah membawa kita ke Simalungun masa lampau, Pengarangni J. Sipayung...Judul Buku (ADAT SIMALUNGUN),,tobal ni dong 421 halaman terbit tahun 1983 dlm bentuk ketikan en lukisan gambar tangan,,,,,Pembhasan ibagas buku on pasal,,,HADATUON, Tambar, GORGA, Patangan simalungun, Uppasa, Limbaga, perkawinan, Partuhanan ni Simalungun, Upacara nenek moyang, kematian, perhitungan waktu,,,,.....Domma hubere 2 eks copy ni hu Pdt Juandaha Raya Purba,,,,Janah lang sopat homa manogos hu penasehat ta...Panggi Frans Purba,,,,,Anggo pengarang ni ai manggoluh pe,,janah domma ongga au marsahap pakon niombah ni pasal ijin hak cipta ase iterbithon KPBS ,,,,,niombah ni aima bapa Herman Sipayung,,, RA do sidea mambere ijin....Tabi ma.
    •  Freddy Purba Sidagambir Purba Daftar pemesan BUKU: “PERADABAN SIMALUNGUN” yang telah memesan melalui kami,,,,Yakni saudara/i yg terhormatm yakni Bapa:
      1. Piner Lingga = 1 eks
      2. NN = 20 eks
      3. Janro = 1 eks
      4. Hotman Butar2 = 1 eks
      5. Hendry Damanik = 1 eks
      6. Batam = 1 eks
      7. Ivan Taniputera = 1 eks
      8. 6 Perpustakaan umum/universitas= ( usul semula) agar KPBS menghibahkan 2 eks kpda setiap perpustakaan yg memiliki ruang perspustakaan yg aman dan layak dipercaya/menjaga buku,,,contoh perpus USI, USU,dll,,,g elar bisa berfungsi bagi para akademis yg membutuhkan literature.
      9. Jandes Saragig = 1 eks
      10. Janro Sumbayak = 1 eks
      11. Boby Purba = 1 eks
      12. Simon Sumbayak = 1 eks
      13. Jalpen Sipayung = 1 eks
      14. Ikatan Mahasiswa SImalungun (IMAS-USU)- 1 eks,,dan beliau masih mendata mahasiswa yg lain
      15. DPK- HIMAPSI Kota Medan = 1 eks ( beliau masih mendata juga bagi para kader Himapsi yg membutuhkan
      16. PMTS- STT Abdi Sabda Medan = 3 eks ( mereka masih mendata juga siapa yg membutuhkan)

      Sukkun2 ni sidea sadia do hargani nini? jadi rapat ma lobei pengurus KPBS membahas on, atap sadia ibahen argani,,tontu setelah launching ma,,,,,,,Nai do kan panggi Frans Purba, Pdt Juandaha Raya Purba pakon panggi Rudin Herbert Purba,,,,Eta....maju terus.
    •  Rudin Herbert Purba i tottuhon ma attigan panorang ni laho launching buku on, pakkei2 malah lo, ulang lalap patar putur das hubani ari magira, padokah tu ma ai nihurhu lo, seng in tumang si horjahononta lo,podas2 malah baen hita....
    •  Juandaha Raya Purba sabar,sabar, sabar..... pekerjaan baik tidak boleh terburu-buru, kerja tergesa-gesa hasilnya marambalangan...he..he.. just a joke.
    •  Rudin Herbert Purba pos uhurmu ambia Freddy Purba Sidagambir Purba,naido anggo mamukkah horja, nin ma hape sattorap on.....hahahaha......