Agar GKPS Menjadi Gereja yang Membawa Berkat, Perduli, dan Mandiri
Pdt. DR. Martin L. Sinaga*
Dalam upaya membangun strategi pelayanan GKPS, terasa sekali keperluan adanya sebuah visi; sebab visi memberi gambaran akan kenyataan apa yang hendak diwujudkan oleh GKPS di hari depan. Visi juga diperlukan agar karya dan pikiran (misi) disusun sedemikian rupa sec ara bertahap demi terwujudnya visi tersebut. Tak lepas juga diyakini bahwa visi yang jitu akan pula memampukan GKPS menghadapi tantangan hidup yang nyata dihadapi anggota jemaatnya. Dalam kesadaran di atas, maka perlulah ada ikhtiar meletakkan bersama apa itu visi GKPS. Tentu visi itu itu mestilah berlandaskan Alkitab, namun juga bernuansa konteks ke-Simalungun-an-. Di sini saya merasa visi itu mestilah setidaknya terkait dengan niat menjadi gereja yang membawa berkat, perduli dan Mandiri.
1.Gereja Pembawa Berkat: Ada yang Alkitabiah di sini, yaitu bahwa Allah memberkati kita umat-Nya agar menjadi berkat bagi semua (Kej. 12:2). Gagasan ini juga menjadi dasar eklesiologi Lutheran: bahwa kita dibenarkan (baca= diterima dan ditebus) oleh karena anugerah-Nya semata, sehingga gereja yang kita layani dan percayai (sebagaimana tertera dalam Tata Gereja GKPS) sebagai yang “ Esa, Kudus, Am dan Rasuli ” itu adalah pemberian- Nya juga. Per taruhan iman Kristen kita ialah bahwa kita berani hidup dengan bertolak pada pemberian-Nya yang datang karena kasih-Nya itu. Di sini ada sikap radikal dari kita akan kedatangan berkat-Nya (yang terjadi bukan karena perbuatan kita), dan itu kita jadikan sebagai titik tolak keberadaan gereja kita. Maka dari itu, karena tidak ada yang bisa kita katakan sebagai claim kita akan berkat-Nya itu, maka berkat-Nya itu akan bergerak ke semua orang. Kita adalah alat-Nya, semacam rakit yang dipakai untuk menyeberangkan berkat-Nya itu kepada semua orang. Maka di masa depan GKPS, kita harus bisa melihat tanda-tanda umat dan masyarakat yang diberkati: hidup yang penuh, sejahtera dan bermartabat. Bukan berkat yang sepihak (saya berlimpah, tetapi tetangga kekurangan), bukan pula berkat yang serba rohani (berkat dalam Alkitab selalu konkrit, menyangkut kebutuhan rohani dan jasmani).
2. Gereja yang Perduli Maka, aspek lanjutan dari masa depan terberkati itu ialah bahwa ia memiliki keperdulian. Dan uniknya, ungkapan Simalungun “ SARI ” bisa berarti “ care dan share ” . Jadi keperdulian atau pun kesetikawanan GKPS selalu berarti ia mau berbagi. Kita tidak bisa mengasihi tanpa memberi (tanpa memberi kasih kita jadi hambar dan sebatas omongan semata). Tapi keperdulian mesti juga bertanggungjawab, agar kita tidak “ memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu ” (Mat.7:6). Artinya kita jangan membangun budaya pengemis dalam gereja, tetapi sebaliknya: menciptakan proyek kerja yang memberi sejahtera khususnya bagi warga GKPS yang lemah. Di sini “ sari ” berarti juga solidaritas, sebentuk persekutuan yang saling menopang kebutuhan hidup, dimana semuanya bekerja dan bertanggungjawab. Dan itu terkait dengan keharusan mengelola (management) dan memungkinkan adanya dunia usaha dalam kehidupan kita. Dengan kata lain, gereja perlu mendorong terbangunnya dunia usaha di warganya, agar di situ terjadi peristiwa berbagi dan saling mendukung.
3. Gereja yang Mandiri KEMANDIRIAN gereja yang dibayangkan di depan berarti masing-masing jemaat mampu menyelesaikan tantangan dan masalahnya; ia tidak berhenti -apalagi undur- dalam proses bersama, tetapi setia mencari solusi bersama. Ia berani memutuskan proses gerejawi apa yang harus diambil, sesuai dengan tantangan konteksnya. Jadi yang dibayangkan ialah jemaat yang aktif menanggapi tantangan luar dan dalam dirinya, dan menggali potensi yang ada untuk menyele- saikan setiap permasalahan yang muncul. Kemandiran ini juga teologis sifatnya, sebab setiap warga jemaat harus mendefenisian makna hubungannya dengan Tuhan. Sebab akhirnya, “ aku sendiri yang harus memberi jawab di hadapan Firman Tuhan ” , kira-kira begitu teologi Lutheran yang memang banyak diadopsi oleh GKPS. Jadi secara teologis -mengutip kitab Ibrani (Ibr. 5:12)- kita tidak lagi anak-anak yang terus-menerus minum susu, tetapi sudah dewasa dan siap dengan makanan keras. Di sini kemandirian berteologi menjadi ihwal serius untuk GKPS di masa depan. Dan kemandirian -dalam hal ini sisi “ manjae ” -nya (sisi ke-Simalungunan-nya yang memberi pengaruh baik itu), berarti juga jemaat yang anggotanya berwatak independen, terutama di hadapan tantangan dunia “ sekuler ” .
Ia perlu manjae secara ekonomi dan memiliki keahlian seturut tuntutan zaman. Jadi akan ada kader GKPS yang sungguh bergigi di dunia (ekonomi dan politik). Kita telah manjae dari HKBP, dan kini kita mesti manjae juga dari tekanan sosial dan ekonomi global ini. Bahkan kepada putri/perempuan kita (di sini visi GKPS pun berwawasan keadilan gender), -konon di sinilah terletak kekhasan adat Simalungun- kita melepasnya (saat menikah) dengan “ paingkathon ” -nya. Ada kemandirian (ekonomi dan ketrampilan) yang kita titip padanya saat ia melangkah ke luar rumah orangtua- nya. Kita juga ingin menyaksikan putri-putri Sima- lungun tampil signifikan di pentas sosial-politik Indo- nesia ini. Dimensi kemandirian GKPS itu mestilah bercorak inklusif. Hal itu sebenarnya sungguh mendasar, baik secara teologis dan kultural. Kita percaya pada kasih Kristus yang bekerja kepada semua orang, dan kesima- lungunan kita pun tidak bercorak primordial (tidak berdaraskan darah dan marga semata), tetapi semua diundang ke dalam “ ahap ” Simalungun. Maka kita yang mandiri, tidak perlu membangun tembok, tetapi membuka pintu-pintu persaudaraan lintas-etnik dan lintas agama sekalipun. Akhirnya, GKPS yang bisa membawa berkat, perduli namun mandiri, akan menjadi rumah bolon yang sungguh baik: penghuninya akan betah tinggal, dan orang-orang yang kebetulan lalu akan singgah dan menikmati hospitality-nya.
*Penulis adalah Utusan GKPS pada Lutheran World Federation/ LWF(Genewa-Swiss) di Department for Theology and Studies
Dalam upaya membangun strategi pelayanan GKPS, terasa sekali keperluan adanya sebuah visi; sebab visi memberi gambaran akan kenyataan apa yang hendak diwujudkan oleh GKPS di hari depan. Visi juga diperlukan agar karya dan pikiran (misi) disusun sedemikian rupa sec ara bertahap demi terwujudnya visi tersebut. Tak lepas juga diyakini bahwa visi yang jitu akan pula memampukan GKPS menghadapi tantangan hidup yang nyata dihadapi anggota jemaatnya. Dalam kesadaran di atas, maka perlulah ada ikhtiar meletakkan bersama apa itu visi GKPS. Tentu visi itu itu mestilah berlandaskan Alkitab, namun juga bernuansa konteks ke-Simalungun-an-. Di sini saya merasa visi itu mestilah setidaknya terkait dengan niat menjadi gereja yang membawa berkat, perduli dan Mandiri.
1.Gereja Pembawa Berkat: Ada yang Alkitabiah di sini, yaitu bahwa Allah memberkati kita umat-Nya agar menjadi berkat bagi semua (Kej. 12:2). Gagasan ini juga menjadi dasar eklesiologi Lutheran: bahwa kita dibenarkan (baca= diterima dan ditebus) oleh karena anugerah-Nya semata, sehingga gereja yang kita layani dan percayai (sebagaimana tertera dalam Tata Gereja GKPS) sebagai yang “ Esa, Kudus, Am dan Rasuli ” itu adalah pemberian- Nya juga. Per taruhan iman Kristen kita ialah bahwa kita berani hidup dengan bertolak pada pemberian-Nya yang datang karena kasih-Nya itu. Di sini ada sikap radikal dari kita akan kedatangan berkat-Nya (yang terjadi bukan karena perbuatan kita), dan itu kita jadikan sebagai titik tolak keberadaan gereja kita. Maka dari itu, karena tidak ada yang bisa kita katakan sebagai claim kita akan berkat-Nya itu, maka berkat-Nya itu akan bergerak ke semua orang. Kita adalah alat-Nya, semacam rakit yang dipakai untuk menyeberangkan berkat-Nya itu kepada semua orang. Maka di masa depan GKPS, kita harus bisa melihat tanda-tanda umat dan masyarakat yang diberkati: hidup yang penuh, sejahtera dan bermartabat. Bukan berkat yang sepihak (saya berlimpah, tetapi tetangga kekurangan), bukan pula berkat yang serba rohani (berkat dalam Alkitab selalu konkrit, menyangkut kebutuhan rohani dan jasmani).
2. Gereja yang Perduli Maka, aspek lanjutan dari masa depan terberkati itu ialah bahwa ia memiliki keperdulian. Dan uniknya, ungkapan Simalungun “ SARI ” bisa berarti “ care dan share ” . Jadi keperdulian atau pun kesetikawanan GKPS selalu berarti ia mau berbagi. Kita tidak bisa mengasihi tanpa memberi (tanpa memberi kasih kita jadi hambar dan sebatas omongan semata). Tapi keperdulian mesti juga bertanggungjawab, agar kita tidak “ memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu ” (Mat.7:6). Artinya kita jangan membangun budaya pengemis dalam gereja, tetapi sebaliknya: menciptakan proyek kerja yang memberi sejahtera khususnya bagi warga GKPS yang lemah. Di sini “ sari ” berarti juga solidaritas, sebentuk persekutuan yang saling menopang kebutuhan hidup, dimana semuanya bekerja dan bertanggungjawab. Dan itu terkait dengan keharusan mengelola (management) dan memungkinkan adanya dunia usaha dalam kehidupan kita. Dengan kata lain, gereja perlu mendorong terbangunnya dunia usaha di warganya, agar di situ terjadi peristiwa berbagi dan saling mendukung.
3. Gereja yang Mandiri KEMANDIRIAN gereja yang dibayangkan di depan berarti masing-masing jemaat mampu menyelesaikan tantangan dan masalahnya; ia tidak berhenti -apalagi undur- dalam proses bersama, tetapi setia mencari solusi bersama. Ia berani memutuskan proses gerejawi apa yang harus diambil, sesuai dengan tantangan konteksnya. Jadi yang dibayangkan ialah jemaat yang aktif menanggapi tantangan luar dan dalam dirinya, dan menggali potensi yang ada untuk menyele- saikan setiap permasalahan yang muncul. Kemandiran ini juga teologis sifatnya, sebab setiap warga jemaat harus mendefenisian makna hubungannya dengan Tuhan. Sebab akhirnya, “ aku sendiri yang harus memberi jawab di hadapan Firman Tuhan ” , kira-kira begitu teologi Lutheran yang memang banyak diadopsi oleh GKPS. Jadi secara teologis -mengutip kitab Ibrani (Ibr. 5:12)- kita tidak lagi anak-anak yang terus-menerus minum susu, tetapi sudah dewasa dan siap dengan makanan keras. Di sini kemandirian berteologi menjadi ihwal serius untuk GKPS di masa depan. Dan kemandirian -dalam hal ini sisi “ manjae ” -nya (sisi ke-Simalungunan-nya yang memberi pengaruh baik itu), berarti juga jemaat yang anggotanya berwatak independen, terutama di hadapan tantangan dunia “ sekuler ” .
Ia perlu manjae secara ekonomi dan memiliki keahlian seturut tuntutan zaman. Jadi akan ada kader GKPS yang sungguh bergigi di dunia (ekonomi dan politik). Kita telah manjae dari HKBP, dan kini kita mesti manjae juga dari tekanan sosial dan ekonomi global ini. Bahkan kepada putri/perempuan kita (di sini visi GKPS pun berwawasan keadilan gender), -konon di sinilah terletak kekhasan adat Simalungun- kita melepasnya (saat menikah) dengan “ paingkathon ” -nya. Ada kemandirian (ekonomi dan ketrampilan) yang kita titip padanya saat ia melangkah ke luar rumah orangtua- nya. Kita juga ingin menyaksikan putri-putri Sima- lungun tampil signifikan di pentas sosial-politik Indo- nesia ini. Dimensi kemandirian GKPS itu mestilah bercorak inklusif. Hal itu sebenarnya sungguh mendasar, baik secara teologis dan kultural. Kita percaya pada kasih Kristus yang bekerja kepada semua orang, dan kesima- lungunan kita pun tidak bercorak primordial (tidak berdaraskan darah dan marga semata), tetapi semua diundang ke dalam “ ahap ” Simalungun. Maka kita yang mandiri, tidak perlu membangun tembok, tetapi membuka pintu-pintu persaudaraan lintas-etnik dan lintas agama sekalipun. Akhirnya, GKPS yang bisa membawa berkat, perduli namun mandiri, akan menjadi rumah bolon yang sungguh baik: penghuninya akan betah tinggal, dan orang-orang yang kebetulan lalu akan singgah dan menikmati hospitality-nya.
*Penulis adalah Utusan GKPS pada Lutheran World Federation/ LWF(Genewa-Swiss) di Department for Theology and Studies
Hamonangan Girsang tulisan yg bagus (..idea category..); perlu dipikirkan progress lanjutan tuk aplikasinya...:)
Sonang Paruhuran Sinaga
Kadang visi dan misi suatu organisasi hanya sebuah tulisan singkat yang sudah melekat dalam hirarki organisasi tersebut. Keberhasilan suatu organisasi bukan dilihat dari seberapa besar visi dan misinya tercapai, karena kadang dalam visi dan misi tidak tertera 'SMART' : Specific, measurable, Actionable, Relevant and Timebound...Visi dan Misi harus ditransmisikan menjadi suatu 'Program Kerja Tahunan' yang mengacu ke SMART itu tadi...program kerja ini harus dievaluasi setiap tahun dan dipertanggungjawabkan...dalam melakukan program kerja ini butuh 'anggaran biaya', biarpun organisasi seperti GKPS bukan berarti menganggarkan biaya dari 'HASOMALAN' tapi harus berani merencanakan sumber-sumber dana baru untuk kemajuan organisasi..uang bukan segalanya, tapi tanpa uang organisasi tidak akan jalan..semoga dengan kepemimpinan baru, GKPS akan semakin harum dan semakin makmur...
Juan Daniel Saragih
barangkali, visi-misinya sekitar ini (bgmn GKPs seharus-ny": “ SARI ” bisa berarti “ care dan share ” . Jadi keperdulian atau pun kesetikawanan GKPS selalu berarti ia mau berbagi. Kita tidak bisa mengasihi tanpa memberi (tanpa memberi kasih kita jadi hambar dan sebatas omongan semata). Tapi keperdulian mesti juga bertanggungjawab, agar kita tidak “ memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu
--margoling ma lo hita gkps--
"give and take" barangkali macam memancing. ah.ah.ah.
Rainy Hutabarat
Izinkan saya berbagi dengan adik saya yang pemikirannya "berkelimpahan" ini. Visi: Situasi atau keadaan ideal yang kita inginkan. Misi: Cara kita mewujudkan keadaan ideal itu. Saya ingin tambahkan sedikit langkah penting yang harus lebih dulu dilakukan untuk menjadi gereja yang Peduli dan Mandiri sebelum merumuskan SMART, yakni Strategic Planning. Visi dan misi gereja-gereja di tanah air kita biasanya kurang mengkaji konteks persoalan masyarakatnya dan masyarakat luas sehingga visi dan misinya tak terukur, terlalu banyak maunya. Visi dan misi ini juga tidak diterjemahkan ke dalam Strategic Planning untuk periode tertentu dengan SMART yang jelas. Ayo GKPS, majulah, dulu sayup-sayup terdengar kini mulai keras gaungnya di lingkungan gereja-gereja di tanah air....
Ratty Supit Setuju bah !!! Persoalannya disini, maukah kita berdemikian ??? Atau akankah kita terjebak pada keegoan kita ? SALAMAT !!!
Ramidon Saragih Visi, Misi, Goal. Janagn hannya diatas kertas ataupun jadi pajangan, tapi mari kita lakukan, ini yang sangat susah, karena lain lubuk lain ikannya. Bahkan sesama pasti ada perbedaanya, tinggal bagaimana seorang pimpinan mengambil kebijaksanaan yang BIJAKSANA. Selamat bagi Pimpinan Baru.
Trisno S. Sutanto Dalam penelitian PGI baru=baru ini tentang kehidupan menggereja di Indonesia ditemukan masalahnya: INTERNAL salah urus dan hanya MINTA BERKAT; EKSTERNAL acuh dengan masyarakat malah IMPOTEN.
Tina Haisma Saragih Ya... bagus sekali Tulisammu ini pak Malvin,apalagi kalimat terhirnya, aku sangat me-ngaminkannya. Diateitupa, salam, tina
Paulina Sirait
Secara historis GKPS adalah "anak/cucu" HKBP, namun sejujurnya saya berfikir HKBP sudah harus belajar banyak dr Gereja-gereja yang "dilahirkan" dan "dibidani"nya... 4 hari yl,dalam Leadership Training "Change Management", Pdt Jahariansen (Pdt Jaka) memimpin seratus lebih Pdt HKBP dalam ibadah Medtasi dan Refleksi di Sopo Toba Hotel - Ambarita (kami boleh trersanjung karena ini adalah pelayanan pertama Pdt jaka setelah terpilih menjadi Ephorus GKPS).Dengan ketulusan dan kejujuran, Kepala Departemen Diakonia HKBP, Pdt Nelson Siregar mengatakan...saatnya bagi HKBP belajar dari gereja-gereja yang secara kuantitas lebih kecil dr HKBP, yang dulu dilayani oleh HKBP sekarang melayani HKBP.
Satu hal yang saya catat dr pak Jaka... bahwa pelayanan di gereja akan menjadi berkat apabila para pelayannya menjadi pelayan yang berdoa. GKPS juga akan menjadi berkat, peduli dan mandiri jika para pelayannya adalah pendoa-pendoa syafaat yang berdoa dan memberkati jemaat...
Salam!
Juan Daniel Saragih @paulina : sejarah lahirnya gkps/ perjalanannya terungkap di buku Martin Identitas Poskolonial -Gereja Suku- dalam Masyarakat Sipil. Studi tentang Jaulung Wismar Saragih dan Komunitas Kristen Simalungun.
http://groups.yahoo.com/group/Gereja-suku/
dan buku : "Tole! den Timorlanden das evangelium"
Sejarah seratus tahun "Pekabaran Injil di Simalungun, 2 September 1903 - 2003 [harus August Theis rupanya :) ]
Paulina Sirait Satu lg bukti GKPS lbh fair dan perlu ditiru.Sebagai cicit Ephorus Pertama HKBP dari orang Batak,walau hanya untuk menjadi Praeses,aku sangat takut bermimpi,mengingat HKBP br pny Praeses Perempuan pertama saat usianya 147 tahun dgn 'perjuangan' yg sangat alot... Hiiikkkssss....
Martin L Sinaga
salam temans, terimakasih untuk JRS yang dengan kreatif mengubah bagian dari buku kami (yang disebarkan ke anggota sinode) menjadi bahan digital begini. Terimakasih juga atas tanggapan2 Anda. Tulisan saya itu pun dikerjakan dengan tergesa, maklum penerbitnya di Siantar ingin betul ada perubahan di GKPS. Teman saya, Juandaha, mengutip kritik-halus pak Jansen dalam ceramahnya di Sonode GKPS ttg bahaya AHAP Simalungun, yang bisa menutup segala kekisruhan-. rupanya di Sinode barusan, kekisruhan soal uang telah dibongkar, dan pimpinan yang baru diberi kepercayaan untuk "menebus"nya. Makanya tulisan ini mau sekadarnya menggerakkan proses baru itu.
Sebenarnya proses studi di GKPs ttg visi-misi sudah lama sekali, seorang ahli Majamenen Strategis sudah mengerjakan risetnya (tapi belum diterbitkan, namun ia kongsikan pada saya). Dan agaknya ditemukan bahwa visi GKPS mesti seputar menjadi "pembawa berkat dan perduli". Lalu langkah programatis 20 tahun sudah pula disusun ke arah itu (di atas kertas, tentu secara SMART). Tambahan saya lebih pada soal "mandiri" di sini, karena tema ini selain ekumenis, juga amat simalungun.
Intinya, tulisan ini lebih untuk menderukan dan mengingatkan apa yang diam-diam dibayangkan GKPS dan yang ingin dikerjakannya demi masa depan "rumah bolon"nya itu. Kiranya ada yang bisa berjalan dengan nyala awal dari 2 org pemimpin barunya.
horas ma
Halani Holong
Alangkah baik dan sangat baik... bila Visi dan Missi GKPS baik secara mikro maupun makro... terus diproklamasikan/dipromosikan (baik melalui partonggoan), parbualan sesama jemaat, sermon dan kegiatan organsiasi hagarejaan manang hasimalungunan lainnya. Langkah kedua, Pusat GKPS khususnya lembaga penelitian dan pengembangan secara konstan membagikan brosur jurnal Visi dan Missi itu (secara berkala) kepada semua kongregasi dan komunitas GKPS dan Simalungun... Terakhir Visi dan Missi itu wajib disosialisasikan dan direalisasikan melalui karya nyata (baik berupa profit oriented maupun non-profit oriented)... Ini semua tidak hanya tanggung jawab Pimpinan GKPS akan tetapi tanggung-jawab kita semua Warga Simalungun... Semoga Tuhan Jesus memberkati dan tetap memberkati 'Tanoh pakon Rakyat Simalungun." Amen.
Neo Simalungun Jaya Tulisan yang luar biasa.
Ya, GKPS hidup dan lahir di tanah Simalungun. jemaatnya adalah Hala SImalungun ato yang ada hubungan dengna Hala SImalungun ato na marahap simalungun.
Bagaiman kalo hala Simalungun main hari makin tipis IKATAN BATINYA DENGAN AKAR BUDAYANYA?
Neo Simalungun Jaya
Lalu, tanpa "Hasimalungunon", budaya SImalungun, masih bisakah GKPS hidup?
Sementara Budaya SImaungun itu sendiri bentuknya (materi non materi/spiritual), orang2 ta tahu lagi bentuk dan jejaknya.
Saya bisa mengerti dengan pemahaman manajerial dengan membuat konsep Visi dan misi ini.
waktu sudah berjalan hampir satu abad buat GKPS - setiap pengurus hampir mengatakan hal yg sama, hampir menjanjikan hal yang sama. nayatanya keadaan GKPS tida luput dar pengaruh keadaan nasional (indonesia).
terus terang saya masih merenung dan bekerja keras untuk meniti ke dalam dir sebagai warga GKPS.
masih ada yg terlupakan.
Saya tetap mengingat ingatkan diri saya, bahwa CERMIN KUALITAS DIRI - apakah pikiran, ucapan, tindakan itu SUDAH SELARAS APA BELUM.
DAN APAKAH METODE KITA DI GKPS SUDAH DI UP DATE UNTUK KEBUTUHAN ITU?
ORANG BISA JAGA ( HIDUP - MENURUT ILMU PSIKOLOG)
TETAPI APAKAH ORANG JAGA ITU BERKESADARAN?
MARI KITA MENGEVALUASI DIRI. metode atau manajemen hanya akan baik jika manusianya telah dibentuk dgn baik....
sudahkah kita melaukan ini? (Hanya renungan saja).
Mk Dasni Sinaga
bang to2k,,manjae memang harus dan bukan dikasi air susu krna sdh dewasa tetapi bgmna dgn jemaat gkps yg dipedalaman cnth kecil ditinggi saribu yg mana minim pendidikan dan sarana,hanya ada gereja gkps disitu ,tanggung jawab pemerintah set4t or gkpskah untuk memajukan warganya?berkat kebaikan TUHAN bpk BISMAN sinaga(70thn) jemaat gkps padang bulan mdn,telah membangun sarana air bersih ditinggi saribu."maaf keluar dr topik" salam
Mk Dasni Sinaga
bang to2k,,manjae memang harus dan bukan dikasi air susu krna sdh dewasa tetapi bgmna dgn jemaat gkps yg dipedalaman cnth kecil ditinggi saribu yg mana minim pendidikan dan sarana,hanya ada gereja gkps disitu ,tanggung jawab pemerintah set4t or gkpskah untuk memajukan warganya?berkat kebaikan TUHAN bpk BISMAN sinaga(70thn) jemaat gkps padang bulan mdn,telah membangun sarana air bersih ditinggi saribu."maaf keluar dr topik" salam
Kurpan Sinaga
Dengan kata lain, dari uraian Pdt. Martin L diatas, kultur Simalungun menyangkut "AHAP" - rasa, SARI - peduli (lebih jelas pada tulisan sebelumnya), diserikan dengan tulisan diatas bicara visi, misi, kemandirian, menghindari budaya pengemis. Tulisan berdimensi kedalam GKPS khususnya langkah Pimpinan Pusat baru-baru ini memberhentikan tiba-tiba pengurus BU. Untuk itu patutnyalah Pimpinan Pusat GKPS, tanpa harus diminta langsung, supaya memberi penjelasan, keterangan yang benar-benar meyakinkan bahwa langkah pemberhentian (tidak enak menyebut pemecatan, walau itulah yang sesungguhnya) pengurus BU GKPS ini pasti adanya menuju kemajuan luar biasa, sehingga perlu dilakukan segera, tanpa basa-basi, bahkan terlihat tergesa-gesa dan emosional menghentikan pengurus yang masa kerjanya masih tersisi 3 tahun lebih. Pimpinan Pusat harus menjamin "mutiara" (lembaga BU yang telah terbentuk dan berjalan tersistem, digarap orang-orang kaliber, tanpa gaji - bedakan gaji dengan biaya hangus), badan pengelolaan profesioanal unit-unit usaha GKPS itu tidak terlempar ke"kandang babi" kiasan yang disebut Pdt Martin. Jelasnya, tanpa aksi sinergis "marsiarusan" - pengertian, dari Pimpinan Pusat maka tulisanyang indah-indah ini akan seperti lagu Broeri "aku begini engkau begitu". Kita bicara begini, yang berjalan entah bagaimana....
Juan Daniel Saragih betul lawei. cita rasa itu ibarat kalau memang batu (maaf:bodok/cetek) dimanapun tetap jadi bodok, kalau memang intan pastilah tetap intan walau dilubang kubur terdalam.