Friday, April 19, 2013

SIAPA Sebenarnya Perintis PENGINJILAN GKPS? RMG atau Halak TOBA



Menelaah  Perintis  Penginjilan di   Simalungun dalam lintasan Sejarah
(Refleksi teologis dalam rangka  memaknai  Tahun Penginjilan GKPS)

Oleh : Vik.Pdt. Freddy P.Sidagambir STh/Resort Muara Bungo: Saptamarga



1.       Pengantar

Berbicara mengenai  perintis, umumnya menjadi perdebatan  ketika menentukan siapakah sebenarnya perintis atau pendiri  gereja itu.  Tetapi dalam bidang sejarah gereja, hal itu tidak begitu sulit, jika memang  penentuan itu disertai oleh  bukti-bukti  yang jelas . Dalam ulasan ini, kita akan  mencoba menelaah siapakah sebenarnya perintis  penginjilan di Simalungun. Penulis mengangkat topik ini  bertujuan untuk meluruskan paham sebagian orang  yang  mengatakan  bahwa  orang JERMAN-lah yang  pertama sekali  merintis penginjilan bagi  suku Simalungun itu sendiri. Padahal fakta sejarah mengatakan bahwa   SUKU BATAK itu sendirilah, yang merintis  penginjilan di tanah HABONARON DO  BONA melalui PARDONGANON BATAK MISSION (PMB).  Dalam ulasan ini kita akan menelaah kenapa PMB merintis penginjilan ke Simalungun, apa tantangan dan usaha-usaha  yang dilakukan mereka  dalam rangka mengkristenkan orang Simalungun itu sendiri. yang pada akhirnya  benih yang sempat ditabur oleh PMB dilanjutkan oleh badan zending Rheinische Missions Gesellschaff (RMG).  

2.       Jejak  PMB di Simalungun
Pardonganon Batak Mission atau yang lebih dikenal  dengan Kongsi Batak,  didirikan  pada tanggal 2 November 1859 atas prakarsa Henock Lumbantobing, yang  berpusat di Paeraja. Orang-orang yang bergabung di  organisasi  penginjilan ini merupakan   didikan sekolah zending  RMG, yang pada umumnya mereka adalah guru. Dalam hal pendanaan penginjilan  mereka menyisihkan sebagian gaji mereka demi pekabaran Injil.   Penyebab terbentuknya  organisasi  ini dikarenakan   sikap badan zending RMG  yang kurang memberi ruang bagi mereka. PMB mengadakan penginjilan ke beberapa wilayah, salah satunya adalah daerah Simalungun.

Penyebab utama kenapa PMB memilih  daerah Simalungun  menjadi sasaran pelayanan, yakni:

  • 1.       Di Simalungun belum pernah ada  lembaga penginjilan yang bermisi dan orang Simalungun itu sendiri   masih hidup dalam dunia kekafiran.
  • 2.       Pandangan PMB tentangn kesatuan silsilah dan asal usul orang Simalungun dan orang Toba. Dengan kata lain  mereka adalah saudara kita.
  • 3.       Karena  jaraknya yang tidak  begitu jauh dari Pearaja dan dapat ditempuh  dengan hanya  menaiki perahu tradisional saja. 


Ketiga  point Itulah yang menjadi  alasan utama mengapa PMB memilih Simalungun menjadi  sasaran   misi.  Perlu kita ketahui juga  bahwa di daerah Sumatera  pada abad ke 18-19, hanya ada 2  lembaga penginjilan yang ber-misi, yakni Neterlandsche Zending Genoetschap (NZG) yang berasal dari  Belanda khusus melayani di daerah tanah Karo dan  dan RMG di Daerah Tapanuli. 

Perintisan penginjilan yang dilakukan PMB ke Simalungun  sudah lebih awal dibanding RMG, yakni sekitar tahun  1890-an,  Akan tetapi PMB hanya berfokus  di daerah pesisir pantai danau Toba. Yakni Parapat, Sipolha, Tigaras, Haranggaol dan wilayah Sihalpe. Para pekabar Injil  PMB belum menetap  di Simalungun. Mereka hanya  melaksanakan  perjalanan beberapa hari  dan selanjutnya  kembali ke Pearaja. Barulah pada tahun 1904  mereka secara resmi membuka pos pI di  Tigaras dan menempatkan   satu orang pekabar Injil disana dengan membuka sekolah dan menginjili penduduk setempat.  Karena Tigaras  adalah salah satunya  pintu masuk ke Simalungun melalui perahu kecil (solu). Metode penginjilan yang mereka lakukan adalah perkunjungan ke rumah-rumah, pengobatan dan pendidikan.  Penginjilan yang dilakukan PMB  menghadapi banyak tantangan, seperti:

  • 1.       Kentalnya  kepercayaan orang Simalungun  terhadap hal-hal yang supnatura, yakni  meyakini  bahwa benda-benda mempunyai roh, seperti  gunung, sungai dan batu. Ada juga yang menyerahkan sesajen  ke tempat parsinumbahan (keramat), dan paling ditakuti adalah begu ganjang dan homin. Karena kepercayaan inilah orang Simalungun kurang memberi ruang bagi Kristus. 
  • 2.       Penguasa setempat yakni para tuan yang kurang memberi dukungan.
  • 3.       Komunikasi yang tidak baik, karena pada umumnya para pekabar Injil  PMB tidak mengetahui  bahasa Simalungun dan orang Simalungun sendiri  tidak mengerti bahasa Toba, sehingga Injil itu susah dimengerti.
  • 4.       Jarak rumah  penduduk yang berjauhan, karena dulu orang Simalungun  marjuma modom  disekitar perladangannya.


Meskipun PMB telah  menginjili orang Simalungun beberapa tahun lamanya, fakta sejarah mengatakan tidak ada satu  orang pun,  orang Simalungun yang dibaptis  selama PMB bermisi di Simalungun (1990-an /1903). Misi mereka tidak berhasil mengkristenkan orang Simalungun, hal ini disebabkan karena PMB belum mampu menyentuh  konteks si  pendengar, karena PMB tidak memperhatikan  budaya setempat, terlebih dalam soal bahasa.  Barulah setelah  RMG menetapkan daerah Simalungun menjadi daerah misi pada tahun 1903. Maka pada tahun 1909, Pdt H.Guillaume berhasil mengkristenkan   seorang gadis desa di Purbasaribu.

Meskipun demikian, PMB telah berjasa merintis penginjilan ke Simalungun, dan PMB telah berhasil mencetak sejarah, bahwa merekalah  perintis/pelopor  penginjilan ke bumi Habonaron Do Bona, yang pada perkembangannya  misi penginjilan itu  dilanjutkan oleh RMG. Dengan kata lain PMB yang mengeram telur tapi RMG  yang meneteskannya.

3.       Penutup
Perjuangan PMB telah  mengukir prestasi  gemilang  yang patut diperhitungkan dalam sejarah berdirinya GKPS. Kepedulian mereka terhadap orang Simalungun dengan menyisihkan sebagian gaji mereka demi pelayanan Injil sungguh begitu mulia. Walaupun  buah pekerjaan mereka tidak berhasil mengkristenkan, tetapi orang Simalungun sudah pernah mendengar kabar sukacita. Meskipun  meninggalkan sanak saudara beberapa hari dan menghadapi tantangan yang berat, tapi para pekabar Injil PMB terus mengarungi  daerah Simalungun dengan satu tekad, agar ada orang yang terselamatkan di dalam Kristus.  Gerakan penginjilan yang dilakukan PMB ini, kiranya  menjadi semangat penginjilan buat semua warga GKPS, agar berpartisipasi  untuk ikut menjadi pekabar Injil.  Baik itu di rumah, di kedai, di kolam pancing dan  di tempat pekerjaan atau di ladang sewaktu memetik hasil panen kopi ateng.  

Demikian juga halnya selaku gereja patut  mencontoh PMB, dimana PMB mengobarkan sayapnya ke daerah yang belum mengenal Injil. Gereja maunya memiliki satu badan khusus  yang memfokuskan diri untuk bermisi ke luar gereja, contohnya membentuk  Lembaga Penginjilan. Penulis sangat takjub melihat gereja  GKPI, yang  merintis  penginjilan di  PROPINSI  JAMBI, mereka   melayani para  suku kubu yang masih  primitif di hutan (belum memakai  baju selayaknya) dan telah berhasil  mengkristenkan sebagian  suku  kubu dan  meningkatkan mutu SDM-nya. Melalui Tahun Penginjilan GKPS ini, kiranya banyak jiwa-jiwa yang terselamatkan.
 

No comments:

Post a Comment