HARTA KARUN KERAJAAN SIDAMANIK
Lovely Magazine edisi 2/APRIL 2013
(Dipersembahkan untuk mengenang kepergian tokoh budayawan simalungun,
Alm Mr. Djariaman Damanik)
Penulis : Sultan Saragih
Bentangan alam yang elok bagai permadani bergelombang, sangat indah tersusun rapi dan berhawa sejuk karena kebun teh tersebut terawat dengan baik. Pucuk pucuk cemara menyatu menjadi latar belakang pemandangan bukit di baliknya.
Udara mengalir dari atas bukit, berhembus hingga terasa dingin di bawah permukaan kulit. Ini lah pemandangan alam kebun Teh satu satu nya yang terdapat di Sumatera Utara, Sarimatondang. Kampung kecil nan menawan ini dapat dicapai dengan jarak tempuh hanya 30 menit perjalanan dari kota Pematang Siantar.
“Ah, tak tahu kau kalau hamparan kebun Teh indah ini dulu nya milik salah satu kerajaan di simalungun ?” seru teman ku, Bob sambil menyusuri jalan dengan kendaraan roda dua.
“Dulu milik kerajaan mana ?” Tanya ku kembali
“Kerajaan Sidamanik, pendiri nya opung Nai Horsik. Ia sangat pintar mencari lokasi strategis sebagai pusat kerajaan, memperhatikan keseimbangan alam, ketersediaan air hingga pertahanan wilayah dengan karakter kedalaman jurang. Local wisdom” tambah nya
Memang ada satu mata air yang sangat jernih dan jarang sekali dikunjungi orang bahkan tidak pernah dikenalkan sebagai objek wisata. Mata air tersebut bernama Bah Si mata Huting. Huting adalah bahasa simalungun yang arti nya kucing. Mata air tersebut mendapat julukan mata kucing karena bila kita melihat dari atas tangga tanah yang lebih tinggi, air nya sangat jernih seperti kita memandang kedalaman lapisan mata kucing. Bening dan bersih sehingga kita ingin selalu berlama lama merendamkan diri dalam mata air.
Dasar mata air tersebut dipenuhi oleh butiran pasir putih dengan pancuran air yang mengalir alami tak ada habisnya. Dingin dan sejuk, sehingga orang pada zaman dahulu hanya menggunakan nya khusus untuk pemandian raja raja.
Selepas menikmati pemandian Bah Si Mata Huting, kami kembali menunggang kuda besi. Mengunjungi harta karun lain nya yang masih tersisa dari kejayaan Kerajaan Sidamanik. Harta karun yang kini menjadi warisan sejarah yang harus dilestarikan setiap generasi.
Masih di Sidamanik, 10 km dari Sarimatondang, kampung Tiga Urung nama nya. Di kampung tersebut terdapat rumah adat dengan arsitektur khas suku Simalungun bernama Rumah Bolon Sidamanik. Atap pada gerbang utama ditandai dengan simbol Manuk Sihulabu (ayam berwarna kelabu) untuk mengingatkan generasi tentang leluhur mereka, Opung Partiga Tiga Sihapunjung yang pertama kali memperoleh kekuasaan wilayah Kerajaan Siantar melalui kemenangan adu ayam jago.
Sedangkan atap pada rumah adat terdapat simbol kepala kerbau lengkap dengan tanduknya, melambangkan sifat ketulusan hati dan kedamaian yang di miliki penghuni nya (penulis.red). Ragam hias atau ornamen ukir yang ada di sekeliling memakai jenis uhir suleppat memperlihatkan motif manusia yang berpegangan tangan arti nya hidup sebuah bangsa akan lebih maju bila menjalin kekuatan dan merajut persatuan.
“Rumah Bolon Sidamanik ini dibangun kembali oleh generasi selanjutnya, setelah pada masa Tuan Itok Damanik pernah terbakar akibat serangan dari pasukan kerajaan lain” ujar temanku menyita perhatian setelah aku lama terpaku memandang ukiran di dinding.“ Jasad raja yang masih dibaringkan dalam Rumah Bolon tersebut juga ikut terbakar *) sehingga diberi gelar Opung Na Hu Langit (bersemayam ke atas langit).” tambahnya. “Bahkan keris pusaka kerajaan Gusti Pusaha Dokah juga ikut menghilang, namun ditemukan kembali oleh pewaris generasi selanjutnya berpuluh tahun kemudian melalui bimbingan gaib dan mimpi” ujar nya bersemangat.
“Ah, aku tak percaya dengan hal hal gaib” seru ku pula.
“Boleh percaya boleh tidak, tapi ini bukti nya sekarang masih ada” tegas nya
“Jangan membuatku bingung, tapi aku lebih suka sejarah yang rasional” jawab ku
“Selanjutnya terserah anda, Ha…ha…ha….” ujar nya sambil bercanda.
100 meter di belakang Rumah Bolon terdapat jurang yang curam dengan kelokan anak sungai di bawah nya. Menurut Bob, tradisi Rumah Bolon Sidamanik memberlakukan pengadilan berdasarkan habonaron (kebenaran). Sebuah tradisi leluhur untuk membuktikan atau menghukum pelaku kejahatan dengan cara menjatuhkan si pelaku ke bawah jurang yang dikenal dengan Batu Panggulangan. Jika ia selamat, arti nya Tuhan masih melindungi sebab ia memang benar tidak melakukan kejahatan sama sekali atau Tuhan telah memberi nya kesempatan hidup untuk bertobat. Jika sudah menjadi kehendak Tuhan, masyarakat bersedia menerima nya.
Bentangan alam Kebun Teh, mata air pemandian raja yang jernih, keunikan rumah adat serta kisah legenda di baliknya menjadi kekayaan budaya yang tiada habisnya untuk digali. Kami menanti Tuan dan Nyonya untuk singgah dan bercerita tentang negeri kami, Simalungun. Sebuah kisah dan tradisi yang menakjubkan.
Catatan : *(aturan adat raja di simalungun bahwa jasad raja tidak boleh disemayamkan ke dalam tanah bila putera mahkota masih akil balik atau belum di lantik)
Lovely Magazine edisi 2/APRIL 2013
(Dipersembahkan untuk mengenang kepergian tokoh budayawan simalungun,
Alm Mr. Djariaman Damanik)
Penulis : Sultan Saragih
Bentangan alam yang elok bagai permadani bergelombang, sangat indah tersusun rapi dan berhawa sejuk karena kebun teh tersebut terawat dengan baik. Pucuk pucuk cemara menyatu menjadi latar belakang pemandangan bukit di baliknya.
Udara mengalir dari atas bukit, berhembus hingga terasa dingin di bawah permukaan kulit. Ini lah pemandangan alam kebun Teh satu satu nya yang terdapat di Sumatera Utara, Sarimatondang. Kampung kecil nan menawan ini dapat dicapai dengan jarak tempuh hanya 30 menit perjalanan dari kota Pematang Siantar.
“Ah, tak tahu kau kalau hamparan kebun Teh indah ini dulu nya milik salah satu kerajaan di simalungun ?” seru teman ku, Bob sambil menyusuri jalan dengan kendaraan roda dua.
“Dulu milik kerajaan mana ?” Tanya ku kembali
“Kerajaan Sidamanik, pendiri nya opung Nai Horsik. Ia sangat pintar mencari lokasi strategis sebagai pusat kerajaan, memperhatikan keseimbangan alam, ketersediaan air hingga pertahanan wilayah dengan karakter kedalaman jurang. Local wisdom” tambah nya
Memang ada satu mata air yang sangat jernih dan jarang sekali dikunjungi orang bahkan tidak pernah dikenalkan sebagai objek wisata. Mata air tersebut bernama Bah Si mata Huting. Huting adalah bahasa simalungun yang arti nya kucing. Mata air tersebut mendapat julukan mata kucing karena bila kita melihat dari atas tangga tanah yang lebih tinggi, air nya sangat jernih seperti kita memandang kedalaman lapisan mata kucing. Bening dan bersih sehingga kita ingin selalu berlama lama merendamkan diri dalam mata air.
Dasar mata air tersebut dipenuhi oleh butiran pasir putih dengan pancuran air yang mengalir alami tak ada habisnya. Dingin dan sejuk, sehingga orang pada zaman dahulu hanya menggunakan nya khusus untuk pemandian raja raja.
Selepas menikmati pemandian Bah Si Mata Huting, kami kembali menunggang kuda besi. Mengunjungi harta karun lain nya yang masih tersisa dari kejayaan Kerajaan Sidamanik. Harta karun yang kini menjadi warisan sejarah yang harus dilestarikan setiap generasi.
Masih di Sidamanik, 10 km dari Sarimatondang, kampung Tiga Urung nama nya. Di kampung tersebut terdapat rumah adat dengan arsitektur khas suku Simalungun bernama Rumah Bolon Sidamanik. Atap pada gerbang utama ditandai dengan simbol Manuk Sihulabu (ayam berwarna kelabu) untuk mengingatkan generasi tentang leluhur mereka, Opung Partiga Tiga Sihapunjung yang pertama kali memperoleh kekuasaan wilayah Kerajaan Siantar melalui kemenangan adu ayam jago.
Sedangkan atap pada rumah adat terdapat simbol kepala kerbau lengkap dengan tanduknya, melambangkan sifat ketulusan hati dan kedamaian yang di miliki penghuni nya (penulis.red). Ragam hias atau ornamen ukir yang ada di sekeliling memakai jenis uhir suleppat memperlihatkan motif manusia yang berpegangan tangan arti nya hidup sebuah bangsa akan lebih maju bila menjalin kekuatan dan merajut persatuan.
“Rumah Bolon Sidamanik ini dibangun kembali oleh generasi selanjutnya, setelah pada masa Tuan Itok Damanik pernah terbakar akibat serangan dari pasukan kerajaan lain” ujar temanku menyita perhatian setelah aku lama terpaku memandang ukiran di dinding.“ Jasad raja yang masih dibaringkan dalam Rumah Bolon tersebut juga ikut terbakar *) sehingga diberi gelar Opung Na Hu Langit (bersemayam ke atas langit).” tambahnya. “Bahkan keris pusaka kerajaan Gusti Pusaha Dokah juga ikut menghilang, namun ditemukan kembali oleh pewaris generasi selanjutnya berpuluh tahun kemudian melalui bimbingan gaib dan mimpi” ujar nya bersemangat.
“Ah, aku tak percaya dengan hal hal gaib” seru ku pula.
“Boleh percaya boleh tidak, tapi ini bukti nya sekarang masih ada” tegas nya
“Jangan membuatku bingung, tapi aku lebih suka sejarah yang rasional” jawab ku
“Selanjutnya terserah anda, Ha…ha…ha….” ujar nya sambil bercanda.
100 meter di belakang Rumah Bolon terdapat jurang yang curam dengan kelokan anak sungai di bawah nya. Menurut Bob, tradisi Rumah Bolon Sidamanik memberlakukan pengadilan berdasarkan habonaron (kebenaran). Sebuah tradisi leluhur untuk membuktikan atau menghukum pelaku kejahatan dengan cara menjatuhkan si pelaku ke bawah jurang yang dikenal dengan Batu Panggulangan. Jika ia selamat, arti nya Tuhan masih melindungi sebab ia memang benar tidak melakukan kejahatan sama sekali atau Tuhan telah memberi nya kesempatan hidup untuk bertobat. Jika sudah menjadi kehendak Tuhan, masyarakat bersedia menerima nya.
Bentangan alam Kebun Teh, mata air pemandian raja yang jernih, keunikan rumah adat serta kisah legenda di baliknya menjadi kekayaan budaya yang tiada habisnya untuk digali. Kami menanti Tuan dan Nyonya untuk singgah dan bercerita tentang negeri kami, Simalungun. Sebuah kisah dan tradisi yang menakjubkan.
Catatan : *(aturan adat raja di simalungun bahwa jasad raja tidak boleh disemayamkan ke dalam tanah bila putera mahkota masih akil balik atau belum di lantik)
No comments:
Post a Comment