Tuan Rondahaim Saragih Garingging, Kepahlawanan Menentang Penjajahan di Simalungun
Oleh : M Muhar Omtatok
Menurut sejarah yang ditulis oleh Pelopor Kebangkitan Budaya Simalungun tersebut diceritakan bahwa Tuan Rondahaim Saragih Garingging sebenarnya hanyalah anak selir dan bukanlah Putra Mahkota penerus Kerajaan Raya dari Permaisuri/Puang Bolon Kerajaan Raya,ayah Tuan Rondahaim Saragih Garingging adalah Tuan Huta Dolog Saragih Garingging dan Kakeknya adalah Tuan Morahkalim Saragih Garingging.Ibu dari Tuan Rondahaim adalah Permaisuri Ramonta bermarga Suha yang berasal dari Panei,Permaisuri Ramonta Suha termasuk permaisuri yang disia-siakan oleh Tuan Huta Dolog,kurang diberi perhatian dibandingkan dengan permaisuri-permaisurinya yang lain.Tuan Rondahaim mempunyai 2 orang saudara perempuan yaitu Tuan Puteri Essem dan Tuan Puteri Mudaha,sedangkan saudara tiri Tuan Rondahaim berbeda ibu adalah Tuan Joranim,Tuan Imbang,Tuan Taim,Tuan Puteri Kumek,Tuan Puteri Rimmani dan Tuan Amborokan.Saking ditelantarkannya Permaisuri Ramonta membuat ia bersama anak-anaknya kadang tidak dikenal sebagai salah satu permaisuri Raja Raya Tuan Huta Dolog,begitu pun dengan pakaian Tuan Rondahaim kecil yang seadanya bahkan bisa dikatakan compang-camping membuat banyak yang menganggapnya rendah.Namun Rondahaim sangat mudah bergaul dan bersikap sosial di masa mudanya dengan memberikan hasil ladangnya seperti tebu,pisang dan ubi pada masyarakat di sekitarnya membuat ia cepat mempunyai teman dari masyarakat jelata.Bagi Tuan Rondahaim,tidak ada bedanya antara mempunyai ayah atau tidak karena Tuan Huta Dolog jarang mengunjungi mereka,Tuan Huta Dolog meninggal ditahun 1826 dan kemudian digantikan oleh saudara tirinya Tuan Huta Dolog yaitu Tuan Sinondang sebagai pelanjut Kerajaan Raya.Oleh pamannya yang saat itu menjadi Raja Raya maka Tuan Rondahaim diangkat sebagai salah satu Raja Goraha (Panglima Perang) tentu saja dengan prestasi yang gemilang.Suatu waktu salah satu penguasa bawahan Kerajaan Raya yaitu Tuan Mahata yang menjadi Tuan di daerah Manak Raya mau berdiri sendiri dan lepas dari kekuasaan Kerajaan Raya,membuat Tuan Sinondang sebagai Raja Raya perlu memberikan pelajaran kepada bawahannya tsb,Tuan Rondahaim ikut menuju Manak Raya bersama Raja Tuan Sinondang yang langsung memimpin pasukan untuk meredakan pemberontakan di Manak Raya.Pada pertempuran di Manak Raya,Tuan Sinondang terkena tembakan di perutnya tepatnya di Kandung kemihnya yang kemudian menewaskannya,kejadian itu terjadi sesudah Tuan Rondahaim berumur 20tahun.Masa pemeintahan Tuan Sinondang yang hanya 3tahun itu namun seakan-akan telah menyiapkan Tuan Rondahaim sebagai calon penggantinya,selepas kematian Tuan Sinondang maka naiklah Tuan Rondahaim sebagai penerus tahta kerajaan Raya walaupun banyak yang coba menghalanginya.Cita-cita dari Tuan Rondahaim hanyalah satu yaitu memperluas Kerajaan Raya karena Kerajaan Raya masih kecil pada saat itu jika dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan lain yang ada di Simalungun.Jadi Ia menginginkan Kerajaan Raya menjadi luas dan terkenal.Selanjutnya Tuan Rondahaim banyak melakukan expansi baik pada kerajaan-kerajaan di sekitarnya maupun perlawanan pada expansi penjajah Belanda di Kerajaan Raya,ketangguhan Tuan Rondahaim membuat Belanda sulit menaklukkan Kerajaan Raya hingga di akhir hidup Tuan Rondahaim.Tuan Rondahaim,sang raja sejati Kerajaan Raya itu meninggal dengan tenang di Raya,bukan di medan juang karena ia tidak pernah terkalahkan.Ada baiknya agar para generasi muda Simalungun untuk mewarisi semangat juang yang dimiliki oleh Tuan Rondahaim dalam mempertahankan prinsip yang tidak mau kalah dari pengaruh bangsa asing seperti Belanda,karena sesungguhnya suku bangsa Simalungun sendiri mempunyai tata aturan hidup dengan norma-norma yang cukup layak untuk dipertahankan hingga saat ini ketimbang terlalu jauh dipengaruhi oleh serangan westernisasi dari Amerika maupun Eropa.Jika setiap generasi muda Simalungun mempunyai semangat seperti yang dimiliki oleh Tuan Rondahaim pasti Simalungun akan cepat maju dan jauh meninggalkan daerah-daerah di sekitarnya bahkan bisa menjadi barometer bagi daerah lain karena sifat Tuan Rondahaim yang cinta pada budaya sendiri dan ingin selalu menjaga wilayahnya dari pengaruh asing.
Kemudian juga, Beliau menggiatkan pengajian, dengan mendirikan Makhtab di wilayah Pamatang, Perdagangan maupun Bandar Tinggi. Beliau juga mendatangkan Mualim dari Pagurawan, Minangkabau, Mandailing dan beberapa tempat lainnya.Melihat sikap Sang Naulaluh yang terus saja membenahi pembangunan fisik dan rohani wilayah Kerajaan Siantar tanpa melibatkan campur tangan Pemerintah Hindia Belanda, berkali-kali kontelir Belanda di Batubara melayangkan surat panggilan. Bukan menghadiri panggilan Meneer Belanda itu, Sang Naualuh malah meminta Sang Meneer dan utusan untuk bertobat atau jika tidak akan diserang oleh Pasukan Inti Kerajaan Siantar.Akhirnya Kontelir Belanda di Batubara sudah kehabisan cara. Kontelir mengadukan sikap yang membahayakan dari Sang Naulauh terhadap keutuhan dan harga diri Pemerintahan Hindia Belanda kepada Gubernemen. Dengan penuh kemarahan Gubernemen mengeluarkan Besluit No. 1 (tgl 24 April 1906). Besluit tersebut memaktub tentang penjatuhan kekuasaan Sang Naulauh serta membuangnya ke Pulau Bengkalis.Dengan berbagai cara perlawanan, akhirnya bersama salah seorang Tangan Kanannya, Bah Bolak, Sang Naualuh diasingkan.Pada 16 Oktober 1907 oleh Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah Hata (Tuan Sidamanik), melalui Verklaring (Surat Ikrar), dinyatakan tunduk kepada Belanda.Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai aksara Arab Melayu dengan Bahasa Melayu dan aksara Latin dengan Bahasa Belanda itu, tertulis, “Ten eerste: dat het landschap Siantar een gedeelte uitmaakt van Nederlandsch Indie en derhalve staat onder de heerschappij van Nederland..” (Pertama: bahwa wilayah Siantar merupakan bagian dari Hindia Belanda dan karena itu berada di bawah kerajaan Belanda…). Masih ditambahkan bahwa akan setia kepada Ratu Belanda dan Gubernur Jenderal.Sejak itu Kerajaan Siantar di bawah pengawasan Belanda. Belanda kemudian menobatkan putra Sang Naualuh yang masih teramat muda, Tuan Riah Kadim menjadi raja pengganti. Tuhan Riah Kadim yang masih polos itu kemudian diserahkan Belanda kepada Pendeta Zending Guillaume di Purba. Pada Tahun 1916, Tuhan Riah Kadim diubah namanya menjadi Waldemar Tuan Naga Huta dan diakui Belanda sebagai Raja.Sedang Sang Naulauh di pembuangan, Beliau menempati sebidang tanah perladangan bekas milik Syahbuddin gelar Batin Senggoro dekat sungai Bengkalis.Walaupun di negeri pembuangan, Sang Naualuh tetap mengirim kabar kepada rakyat di Kerajaan Siantar untuk membangkitkan semangat juang Habonaron dobona yaitu kebenaran sebagai cikal dari segalanya. Pada tahun 1913 ketika kerabat beliau berkunjung, dibelakang sebuah photo yang diberikan, beliau menulis dalam bahasa dan aksara Simalungun. Tulisan itu kira-kira bermakna: “Orang tua kami, bersatulah di dunia selama hidup demi keutuhan bangsa. Saya diperantauan”.Pada tahun 1914, Sang Naualuh mangkat dan dikebumikan disebuah tanah wakaf di Jl Bantam Bengkalis. Beliau pergi dengan meninggalkan bekas kesufiannya, Sapangambei Manoktok Hitei, seiring seirama menggapai tujuan
No comments:
Post a Comment