Thursday, July 22, 2010

Tarombo Toga Purba


Purba (Toba) adalah keturunan Toga Simamora. Toga Simamora mempunyai tiga anak. (kadang ada yang menyebutkan empat). Berikut ini adalah keturunan Toga Simamora:
  1. Toga Purba
  2. Toga Manalu
  3. Toga Debata Raja
  4. Tuan Sumerham

Catatan : Yang lazim di Toba hanya disebut tiga. Ada versi yang mengatakan Toga Simamora merantu ke daerah Pakkat dan Barus dan mempunyai keturunan di sana yaitu Tuan Sumerham.

Anaknya Purba (menurut Batak Toba) ada 3 (tiga) yakni :

  1. Pantomhobol
  2. Parhorbo
  3. Sigulang Batu

Pantomhobol anaknya ada 3 (tiga) yakni :

  1. Tuan Didolok
  2. Pargodung
  3. Balige Raja

Parhorbo anaknya ada 3 (tiga) yakni :

  1. Parhoda-hoda
  2. Marsahan Omas
  3. Tuan Manorsa

Sigulang Batu anaknya ada 2 (dua) yakni :

  1. Raja Dilangit
  2. Raja Ursa

Ompung Marsahan Omas (dalam bahasa Indonesia berarti Ber-cawan Emas, karena kebiasaannya minum dari cawan Emas) Keturunan Purba Tanjung berasal dari garis keturunan Ompung Marsahan Omas, Purba Tanjung berasal dari Sipinggan, Simpang Haranggaol, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun. Beberapa sumber menyatakan bahwa "Tanjung" pada marga ini berasal dari lokasi kampung Sipinggan yang merupakan sebuah Tanjung di Danau Toba, arah Haranggaol. Marsahaan Omas memiliki keturunan bernama Bongguran yang memiliki kebiasaan "maranggir" (mandi air jeruk purut) di sekitar kampung Nagori, dengan menggunakan cawan emas.

Marsahan Omas memiliki 3 keturunan:

  1. Tuan Siborna
  2. Nahoda Raja
  3. Namora Soaloon

Nahoda Raja memiliki anak bernama Raja Omo yang merupakan Purba Tanjung pertama yang bermukim di Sipinggan.

Tuan Manorsa memiliki 5 Keturunan :

  1. Ompung Tarain
  2. Sorta Malela
  3. Soim Bangun
  4. Sombu Raja
  5. Ompung Hinokop

Purba Tuan Manorsa menulis dgn jujur bagaimana Tuan Manorsa membunuh istrinya, kabur meninggalkan 3 anak balita, kawin lagi dipelarian, meninggalkan istri kedua disamosir, kawin lagi di haranggaol. Puluhan tahun anaknya yg di Toba mencari, menapak tilas jejak ayahnya, lalu thn 1930 menemukan akarnya diperantauan, sejarah mencatat bagaimana isak tangis keturunan yg terpisah ratusan tahun, saling memafkan kesalahan ayah dan berdoa bersama supaya Tuhan ampuni dosa nenek moyang dan bangkitkan generasi yg takut akan Tuhan.
Tuan manorsa bukan membunuh istrinya secara langsung, tetapi karena cemburu saat melihat istrinya br Pasaribu sedang mencari kutu paribannya, maka dia memotong payudara istrinya lalu melarikan diri dgn meninggalkan 3 org anak lelaki yakni :

  1. Soimbangon
  2. Sorta malela
  3. Op taraim

Karena dikejar Raja Pasaribu. kemudian oppung boru meninggal (mungkin karena infeksi dan hipovolemia/ kurang darah). Dan menetap di Samosir. Kemudian merantau ke Simalungun dan saat pulang ke Samosir menemukan istrinya sdh meninggal. Lalu membawa kedua putranya ke simalungun dan menikah lagi di Simalungun.

Kemudian Tuan Manorsa kawin lagi dgn br Tamba dan punya dua anak lelaki yakni :

  1. SSombu Raja/Raja Tarbuang
  2. Op hinokkop

Ompung Hinokop Mempunyai anak yakni Raja Bara dan Raja Bara memiliki 2 Keturunan yakni :

  1. Tondang
  2. Tambun Saribu

Purba Sigulang Batu anaknya ada 2 (dua) yakni :

  1. Partaliganjang(Parlangka Jolo)
  2. Guru Sotangguon

Anaknya Guru Sotangguon ada 2 (dua) yaitu :

  1. Somalate
  2. Datu Rajim

Anaknya Somalate ada 2 yaitu :

  1. Juaro Parultop
  2. Datu Parulas

Catatan : Sesuai tarombo, Juaro Parultop dan Datu Parulas merupakan anak kembar (silinduat), makanya kadang Purba yang dari Simalungun yang punya tarombo menuliskannya dengan Datu Parultop/Parulas. Keduanya merupakan orang sakti (datu bolon), mungkin ceritanya agak panjang.

Juaro Parultop memperanakkan :

  1. Purba Tambak
  2. Tarigan (di karo)
  3. Purba Batu.

Datu Parulas memperanakkan :

  1. Girsang
  2. Siboro
  3. Purba yang ada di Simalungun

Raja-Raja Kerajaan Purba :Tuan Pangultop Ultop (1624-1648) Tuan Ranjiman (1648-1669) Tuan Nanggaraja (1670-1692) Tuan Batiran (1692-1717) Tuan Bakkaraja (1718-1738) Tuan Baringin (1738-1769) Tuan Bona Batu (1769-1780) Tuan Raja Ulan (1781-1769) Tuan Atian (1800-1825) Tuan Horma Bulan (1826-1856) Tuan Raondop (1856-1886) Tuan Rahalim (1886-1921) Tuan Karel Tanjung (1921-1931) Tuan Mogang (1933-1947)
Raja terakhir yang memimpin adalah Raja Tuan Mogang, yang konon jasadnya hingga kini belum ditemukan. Disinyalir ia dibunuh ketika revolusi sosial berlangsung di Simalungun pada tahun 1947.
Konon, dulu Desa Purba dikenal sebagai salah satu pusat pemerintahan kerajaan tertua di Simalungun, yaitu Kerajaan Purba yang hingga akhir kekuasaanya, terhitung ada 14 raja yang pernah memegang tampuk kekuasaannya. Jadi jelaslah bahwa kerajaan ini bukanlah satu-satunya kerajaan yang pernah ada di wilayah Simalungun.
Sejarah mencatat, ada lima kerajaan besar yang masing-masing menguasai wilayahnya sendiri-sendiri yang di antaranya tersebar di beberapa wilayah: Siantar, Panambean, Tanah Jawa, Pematang Raya dan Purba. Wilayah ini kemudian didiami oleh marga-marga tertentu pula, seperti Saragih, Manik, Sinaga dan Purba sendiri.
Rumah Bolon Pematang Purba sendiri merupakan kediaman Raja Purba yang pertama kali diduduki Tuan Pangultop-ultop (1624-1648), yang kemudian diteruskan secara turun-temurun dengan sebuah tradisi budaya setempat. Raja terakhir yang memimpin adalah Raja Tuan Mogang, yang konon jasadnya hingga kini belum ditemukan. Disinyalir ia dibunuh ketika revolusi sosial berlangsung di Simalungun pada tahun 1947.
Ada semacam Tradisi Pengalihan Kekuasaan yang wajib dilakukan. Ketika raja hendak mewariskan kekuasaannya, diwajibkan untuk menyembelih seekor kerbau, yang lalu tanduknya disimpan agar kelak menjadi bukti untuk raja yang akan berkuasa kemudian. Setidaknya bukti sejarah itu masih dapat terlihat di mana ada 14 tanduk kerbau yang tergantung di dinding ruangan Rumah Bolon.
Lalu, apa dasar pengalihan kekuasaan itu? Seperti lazimnya dalam tradisi kerajaan yang meneruskan kekuasaan pada anak sulung, maka prinsip itu tidaklah mutlak dalam tradisi Kerajaan Purba. “Bukan harus anak sulung, tetapi siapa keturunan yang bagi raja memiliki talenta untuk menjadi pemimpin, maka ialah yang diangkat sebagai penerus kerajaan.
Sebenarnya, raja yang mula-mula berkuasa di Kerajaan Purba bukanlah Tuan Pangultop-ultop, melainkan Raja Purba Dasuha. Tuan Pangultop-ultop sendiri pada awalnya hanyalah pendatang yang datang dari wilayah Dolok Sanggul yang konon disinyalir berdekatan dengan wilayah Pakpak Bharat sekarang.
Lantas, mengapa ia kemudian menjadi raja? Ini masih berdasarkan penuturan Wanson Purba, yang juga merupakan pegawai dinas pariwisata Kabupaten Simalungun yang dihunjuk untuk mengawasi bangunan tua itu. Ia menjelaskan, kedatangan Tuan Pangultop-ultop ke wilayah Purba awalnya dikarenakan kegemarannya menangkap burung yang kemudian mengantarkannya ke kawasan Purba.
Sebenarnya jika ditelaah, Pangultop-ultop dengan demikian sudah mempraktekkan politik kekuasaan.
Konon, suatu ketika di wilayah hutan belantara, Purba, ia berhasil menangkap seekor burung Nanggordaha yang kemudian dari tembolok burung itu (terdapat biji padi dan jagung), ia mendapatkan makanannya sendiri. Ketika ia melihat bahwa Purba adalah negeri yang subur, maka ia pun memohon kepada Raja Purba Dasuha untuk diberikan sebidang tanah. Tanah itu kelak ia tanami dengan biji padi dan jagung yang ia dapat dari tembolok burung itu.
Ini jugalah yang menghantarkan Pangultop-ultop kepada kejayaan. Hasil panen yang melimpah dari sebidang tanah atas kebaikan raja itu, ia simpan di sebuah lumbung besar.
Suatu waktu muncullah masa paceklik yang mengakibatkan penduduk kewalahan mencari makanan. Mengetahui Pangultop-ultop memiliki banyak menyimpan padi dan jagung di lumbungnya, mereka pun lalu memintanya agar memberikan padi dan jagung yang selama itu ia kumpulkan.
Hanya saja, ia tak mau memberi jika mereka hanya memanggilnya dengan sebutan “oppung” (kakek atau orang yang dihormati), melainkan panggilan raja. “Jangan panggil aku oppung jika ingin mendapatkan padi dan jagung dari saya, tapi panggillah saya raja,” katanya.
Mereka pun memanggilnya demikian, yang lantas diketahui oleh Purba Dasuha. Merasa pengakuan terhadap dirinya terancam tidak diakui lagi, maka Purba Dasuha pun mengadakan pertemuan dengan Pangultop-ultop. “Jika kamu memang raja, maka buktikanlah,” katanya,
Hal ini kemudian dituruti Pangultop-ultop dengan mematuhi peraturan yang ditetapkan Purba Dasuha. “Marbijah” (disumpahi) adalah prosesi yang menjadi langkah pembuktian itu. Segenggam tanah, air dan “appang-appang” (kulit kerbau) adalah medianya. Maka, Pangultop-ultop kembali ke tanah asalnya untuk mendapatkan ketiganya.
Segenggam tanah lalu ditabur, dilapisi appang-appang dan di sampingnya ditaruh air yang tertuang dalam tatabu (sejenis tempayan air yang terbuat dari kulit labu). Disaksikan oleh rakyat, lalu Pangultop-ultop bersumpah di hadapan Purba Dasuha dan para ulubalang, katanya, “jika tanah dan air yang aku duduki ini bukanlah milikku, maka sekarang juga aku matilah.” Pangultop-ultop pun kemudian meminun air itu.
Waktulah yang kemudian menjawab sumpah itu. Meski sudah melewati hari, minggu, bulan hingga tahun, namun Pangultop-ultop tidak mati—seperti lazimnya sebuah sumpah yang mengandung kebohongan maka maut adalah imbalannya. Dan waktu jugalah yang menentukan peralihan kekuasaan itu. “Kuakui, sekarang kamulah raja yang pantas memimpin Kerajaan Purba, sebab sumpahmu tak berbala,” kata Purba Dasuha kemudian.
Sejak saat itu Pangultop-ultop resmi diangkat menjadi raja, tepatnya pada 1624, yang lalu memimpin hingga 1648. Sedang raja terdahulu—Purba Dasuha—masih dianggap sebagai raja, hanya saja ia tidak lagi memerintah.
Lalu setelah membalik kembali kisah itu, benarkah ada unsur politis di sana? Sekali lagi ini adalah pengungkapan fakta dari seorang Wanson Purba, yang juga merupakan keturunan Raja Kuraha (panglima raja) Tuan Pangultop-ultop semasa kepemimpinannya. Ia sendiri mengetahui kisah itu dari ayahnya, P Purba yang selama 43 tahun telah menjaga Rumah Bolon.
Wanson pun tak menepis hal itu. “Sebenarnya jika ditelaah, Pangultop-ultop dengan demikian sudah mempraktekkan politik kekuasaan,” katanya. “Pasalnya, tanah dan air serta appang-appang yang digunakan sebagai media sumpah dibawa sendiri olehnya dari tanah asalnya, sehingga memungkinkan ia selamat dari maut.”
Jadi, Submarga Purba terdiri dari banyak sub-marga, antara lain :

  1. Girsang
  2. Girsang Jabu Bolon
  3. Girsang Na Godang
  4. Girsang Parhara
  5. Girsang Rumah Parik
  6. Girsang Bona Gondang
  7. Pakpak
  8. Raya
  9. Siboro
  10. Siborom Tanjung
  11. Sidasuha
  12. Sidadolog
  13. Sidagambir
  14. Sigumonrong
  15. Sihala
  16. Silangit
  17. Tambak
  18. Tambun Saribu
  19. Tanjung
  20. Tondang
  21. Tua
  22. Dan lain-lain (silahkan ditambah)

Selain dari sub marga di atas, beberapa suku yang hidup di sekitar daerah Simalungun juga berbaur dengan penduduk bermarga Purba dan mengakibatkan timbulnya afiliasi marga-marga lain dengan marga Purba, antara lain: Manorsa, Simamora, Sigulang Batu, Parhorbo, Sitorus dan Pantomhobon.






































































































































asal muasal simalungun bag.4

Riwayat asal mula kerajaan Simalungun hingga kini belum diketahui pasti, terutama tentang kerajaan pertama yakni Nagur (Nagore, Nakureh). Demikian pula kerajaan Batanghiou serta Tanjung Kasau. Kehidupan kerajaan ini hanya dapat ditelusuri dari tulisan-tulisan petualang dunia terutama Marcopolo dan petualang dari Tiongkok ataupun dari hikayat-hikayat (poestaha partikkian) yang meriwayatkan kerajaan tersebut.
Di zaman purba wilayah Simalungun mempunyai 2 buah kerajaan besar yaitu pertama kerajaan Nagur yang ada di dalam catatan Tiongkok abad ke-15 (“Nakuerh”) dan oleh Marcopolo tatkala ia singgah di Pasai tahun 1292 M. kerajaan besar itu menguasai wilayah sampai-sampai ke Hulu Padang-Bedagai dan Hulu Asahan. Kerajaan tua yang lain ialah Batangio yang terletak di Tanah Jawauri (Tanoh Jawa). Pada masa itu, kerajaan Simalungun dikenal dengan nama harajaon na dua (kerajaan yang Dua)Selanjutnya, diketahui bahwa pasca keruntuhan kerajaan Nagur, maka terbentuklah harajaon na opat (kerajaan Berempat) yaitu: Siantar, Tanoh Jawa, Panai dan Dolog Silau.
Ke-empat kerajaan ini menjadi populer pada saat masuknya pengusaha kolonial Belanda, dimana tiga kerajaan yakni Tanoh Jawa, Siantar dan Panei bekerjasama dengan pengusaha kolonial dalam memperoleh perijinan tanah. Setelah masuknya Belanda terutama sejak penandatanganan perjanjian pendek (korte verklaring) maka tiga (3) daerah takluk (partuanan) Dolog Silau di naikkan statusnya menjadi kerajaan yang sah dan berdiri sendiri, yakni Silimakuta, Purba dan Raya. Pada saat itu, kerajaan di Simalungun dikenal dengan nama harajaon na pitu (kerajaan yang Tujuh). Simalungun Sumatera Timur.
Akhir dari kerajaan Simalungun ini adalah terjadinya amarah massa pada tahun 1946 yang dikenal dengan revolusi Sosial. Sejak saat itu, peradapan rumah bolon (kerajaan) Simalungun punah selama-lamanya. Dengan uraian singkat diatas, penulis berkeinginan untuk menulis kembali sejarah berdiri dan hanucrnya kerajaan.Atas dasar inilah, penulis berkeinginan untuk mendeskripsikan kembali sejarah bangun dan hancurnya kerajaan Simalungun Sumatera Timur yang banyak diriwayatkan dalam sejarah Simalungun.

Tiga fase Kerajaan Simalungun.

Secara historis, terdapat tiga fase kerajaan yang pernah berkuasa dan memerintah di Simalungun. Berturut-turut fase itu adalah fase kerajaan yang dua (harajaon na dua) yakni kerajaan Nagur (marga Damanik) dan Batanghio (Marga Saragih).
Berikutnya adalah kerajaan berempat (harajaon na opat) yakni Kerajaan Siantar (marga Damanik), Panai (marga Purba Dasuha), Silau (marga Purba Tambak) dan Tanoh Jawa (marga Sinaga).
Terakhir adalah fase kerajaan yang tujuh (harajaon na pitu) yakni: kerajaan Siantar (Marga Damanik), Panai (marga Purba Dasuha), Silau (marga Purba Tambak), Tanoh Jawa (marga Sinaga), Raya (marga Saragih Garingging), Purba (marga Purba Pakpak) dan Silimakuta (marga Purba Girsang).
Seperti yang dikemukakan diatas bahwa asal muasal kerajaan Simalungun tidak diketahui secara pasti terutama dua kerajaan terdahulu yakni Nagur dan Batanghiou. Sinar (1981) mengemukakan bahwa kerajaan Nagur telah ada dalam catatan Tiongkok abad ke-15 (“Nakuerh”) dan oleh Marcopolo tatkala ia singgah di Pasai tahun 1292 M. Kerajaan besar itu menguasai wilayah sampai ke Hulu Padang-Bedagai dan Hulu Asahan.
Kerajaan tua yang lain ialah Batangio yang terletak di Tanah Jawauri (Tanoh Jawa). Kendati konsepsi raja dan kerajaan di Simalungun masih kabur, akan tetapi, Kroesen (1904:508) mengemukakan bahwa konsep raja dan kerajaan itu berasal dari orang Simalungun itu sendiri sebagai perwujudan otonomi kekuasaan yang lebih tinggi.
Bangun dalam Saragih (2000:310) mengemukakan bahwa kata ‘raja’ berasal dari India yaitu ‘raj’ yang menggambarkan pengkultusan individu penguasa. Mungkin saja konsep itu terbawa ke Simalungun akibat penetrasi kerajaan Hindu-Jawa seperti Mataram lama pada masa ekspansi ke Sumatera Timur (Tideman,1922:58).
Lebih lanjut dikemukakan bahwa pengaruh Hindu di Simalungun dapat diamati langsung dari bentuk peninggalan yang mencerminkan pengaruh Hindu-Jawa. Nama kerajaan Tanoh Djawa setidaknya telah mendukung argumentasi itu Menurut sumber Cina yakni Ying-yai Sheng-ian, pada tahun 1416 kerajaan Nagur (tertulis nakkur) berpusat di Piddie dekat pantai barat Aceh Dikisahkan bahwa raja nagur berperang dengan raja samudra (Pasai) yang menyebabkan gugurnya raja Samodra akibat panah beracun pasukan Nagur. Pemaisuri kerajaan Samodra menuntut balas dan setelah diadakannya sayembara, maka raja Nagur berhasil ditewaskan. Kendati demikian, sejarawan Simalungun sepakat bahwa lokasi ataupun pematang kerajaan Nagur adalah di Pematang Kerasaan sekarang yang berada dekat kota Perdagangan terbukti dengan adanya konstruksi tua bekas kerajaan Nagur dari ekskavasi yang dilakukan oleh para ahli (Tideman, 1922:51). Mengenai polemik tentang lokasi defenitif kerajaan Nagur pernah berada dekat Pidie (Aceh) dapat dijelaskan sebagai akibat luasnya kerajaan Nagur.
Oleh karenanya, raja Nagur menempatkan artileri panah beracunnya pada setiap perbatasan yang rentan dengan invasi asing. Kerajaan Batanghio, tidak ditemukan tulisan-tulisan resmi tentang riwatnya maupun pustaha yang mengisahkan asal-usulnya. Hanya saja Tideman (1922) menulis dalam nota laporan penjelasan mengenai Simalungun. Oleh para cerdik pandai Simalungun, Batanghio pada awalnya dipercaya sebagai partuanon Nagur, akan tetapi karena kemampuannya dan karena luasnya kerajaan Nagur, maka status partuanon itu diangkat menjadi kerajaan.
Pada tahun 1293-1295, kerajaan Nagur dan Batanghio diinvasi kerajaan Singasari dengan rajanya yang terkenal, Kertanegara. Ekspedisi itu dikenal dengan ekspedisi Pamalayu yang dipimpin oleh Panglima Indrawarman yang berasal dari Damasraya Djambi (Wibawa, 2001:14-15) yang kemudian mendirikan Kerajaan (Dolog) Silou pada akhir abad XIV.
Untuk mempertahankan, daerah asalnya, maka raja nagur menyerahkan kekuasaannya kepada para panglima dan mempererat hubungan dengan pematang (central kekuasaan) semakin erat dan kokoh.
Dengan demikian di Simalungun sampai pada tahun 1883 terdapat kerajaan yang sifatnya konfederasi (Dasuha dan Sinaga, 2003:31) yakni kerajaan Siantar (Damanik), Panei (Purba Dasuha), Dolog Silau (Purba Tambak) dan Tanoh Jawa (Sinaga). Wilayah Dolog Silau yang begitu luas dan intensya pertikaian antar huta, maka dibentuklah tiga partuanon, yakni Partuanon Raya (Saragih Garinging), Partuanon Purba (Purba Pakpak) dan Partuanon Silimahuta (Purba Girsang). Strategi ini ditempuh untuk mempererat kekuasaan Dolog Silau dan tiga kerajaan besar lainnya.
Setelah penandatanganan perjanjian pendek (korte verklaring) pada tahun 1907 yang intinya tunduknya seluruhnya kerajaan kepada kolonial, maka untuk mempermudah urusan administrasi serta mempermuda politik devide et impera, maka status partuanon dari tiga partuanon Dolog Silou itu dinaikkan statusnya menjadi kerajaan. Yakni kerajaan Silimahuta (Purba Girsang) yang Pematang nya di Pematang Nagaribu, kerajaan Purba (Purba Pak-pak) dengan pematang di Pematang Raya. Dengan demikian setelah penandatanganan Korte Verklaring, Simalungun mengenal tujuh kerajaan yang bersifat konfederasi, yakni dikenal dengan sebutan Kerajaan nan tujuh (harajaon Na pitu-siebenvorsten) (Tambak,1982:20-128; Tideman,1922:3-11). Pasca penandatanganan perjanjian pendek (korte verklaring) itu, maka oleh pemerintah kolonila Belanda, penguasa pribumi (native states) ditugaskan untuk mengurus daerahnya sendirinya sebagai penguasa swapraja. Sebagai penguasa daerah yang otonom mereka memiliki status sebagai kepala pemerintahan daerah.
Dalam poestaha hikayat Parpadanan na Bolak dapat diketemukan bahwa asal usul monarhi (kerajaan) di Simalungun telah bersentuhan dengan kerajaan yang ada di Pulau Jawa pada saat itu. Keadaan ini juga dipertegas dengan berbagai asumsi penulis Eropa, bahwa pengaruh Jawa telah ada dan berkembang di kawasan ini terbukti dengan penamaan salah satu area (Tanah Djawa) di Simalungun. Lagi pula, terdapat berbagai kesamaan dalam hal perangkat kebudayaan seperti pemakaian destar (gotong dan Bulang) dalam khasanah adat. Di samping itu, juga telah bersentuhan dengan pengaruh Sinkretis (Hindu-Jawa) seperti permainan catur, meluku sawah dan lain-lain. Hal yang paling mengesankan adalah bahwa hewan korban dalam perangkat adat istiadatnya adalah ayam (dayok nabinatur).Ini berarti bahwa, keadaan dimana kerajaan di Simalungun telah mengambil corak modern layaknya sebuah negara yang memiliki perangkat-perangkat tertentu.
Keadaan seperti ini tidak dimiliki suku lain seperti Tapanuli (Utara), Karo, Pak-pak, Mandailing, Angkola sungguhpun mereka itu mengenal konsep raja. Dengan demikian, konsep raja dan kerajaan yang telah lama berdiri di Simalungun merupakan peninggalan dalam kebudayaannya sebagai dampak persentuhannya dengan budaya lain (Hindu-Jawa).

Runtuhnya Kerajaan Simalungun Sumatera Timur

Kekhasan Sumatera Timur menjelang Indonesia merdeka tahun 1945 adalah adanya perbedaan-perbedaan kelas antara bangsawan dan rakyat jelata. Dalam masyarakat Simalungun, perbedaan kelas tersebut adalah seperti golongan parbapaan (bangsawan), partongah (pedagang), paruma (petani) dan jabolon (budak). Keadaan yang sama ada pada rakyat Melayu Sumatera Timur terutama antara Sulthan dan rakyat.
Sebagai negera yang baru terbentuk, nasionalisme rakyat Indonesia masih mengental dan dapat dipahami apabila masih menaruh dendam terhadap feodalisme yang sebelumnya merupakan kaki tangan kolonial. Oleh karena itu, situasi rakyat yang masih baru merdeka, kemudian disulut dengan provokasi orang lain (organisasi) tak pelak lagi apabila kecemburuan sosial dapat berujuk revolusi massa yang menelan ongkos sosial yang tinggi. Termasuk punahnya sebuah peradapan di Sumatera Timur (Simalungun dan Melayu), dimana raja dan kerabatnya beserta istananya musnah selama-lamanyaKeadaan seperti ini berlanjut hingga memasuki tahun 1946 sehingga mendorong kebencian masyarakat terhadap golongan elit. Sejalan dengan itu, berkembangnya pemahaman politik pada waktu itu, turut pula menyulut keprihatinan terhadap perbedaan kelas yang didorong oleh keinginan untuk menghapuskan sistem feodalisme di Sumatera Timur.
Demikianlah hingga akhirnya terjadi peristiwa berdarah yang meluluhlantakkan feodalisme di Sumatera Timur terutama pada rakyat Simalungun dan Melayu. Pada peristiwa tersebut empat dari tujuh kerajaan Simalungun yaitu Tanoh Jawa, Panai, Raya dan Silimakuta pada periode ketiga ini musnah dibakar. Sementara Silau, Purba dan Siantar luput dari serangan kebringasan massa. Raja dan kerabatnya banyak dibunuh. Peristiwa ini menelan banyak korban nyawa, harta dan benda.
Kejadian yang sama juga menimpa kesultanan Melayu dimana empat kesultanan besarnya Langkat, Deli, Serdang serta Asahan dibakar dan lebih dari 90 sultan dan kerabatnya tewas dibunuh (Reid, 1980)Riwayat swaprajaSimalungun telah berlalu setelah terjadinya revolusi sosial pada tahun 1946. Revolusi itu tidak saja menamatkan kerajaan tapi juga seluruh kerabat perangkat kerajaan dan keluraga raja yang mendapatkan hak istimewa dari pemerintah kolonial, sehingga telah meningkatkan kecemburuan sosial dari rakyat terhadap raja. Revolusi terjadi setelah rakyat diorganisir dan diagitasi oleh organisasi dan partai revolusioner di Simalungun. Sejak saat itu sistem kerajaan tradisional Simalungun menemui riwayatnya. Dalam arti lain, lenyapnya atau runtuhnya zaman keemasan monarhi itu telah pula menandai berakhirnya peradapan besar rumah bolon.

Daftar Pustaka :

  • Anderson. John., 1823 Mission to the Eastcoast of Sumatra: Edinbrugh
  • Dasuha. Juandarahaya dan Marthin Lukito Sinaga., 2003. Tole!den Tomorlanden das Evanggelium. Sejarah Seratus Tahun Pekabaran Injil di Simalungun 2 September 1903-2003: Pematang Siantar: Kolportase GKPS
  • Kroesen, JA., 1893 Eene reis door de landschappen Tandjoeng Kassau, Siantar en Tanah Djawa. TBG XXXIX, p. 229-304.
  • Reid. Anthony., 1981., The Blood of the People, Revolution and the of Traditional rule in Nothern Sumatera. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
  • Saragih .Hisarma., 1999. Zending di Tanah Batak: Study Tentang Konversi Dikalangan Masyarakat Simalungun 1903-1942. (Thesis Magister Humaniora). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
  • Sinar, T. Luckman, 1981. Tuhan Sang Nahualu, Raja Siantar. Seminar Sejarah Nasional III, tanggal 12-11-1981 di Jakarta.
  • Tambak.,T.B.A., 1982. Sejarah Simalungun. Pematang Siantar: Yayasan Museum Simalungun.
  • Tiderman.J., 1922. Simeloengen: Het Land der Timoer Bataks in Zijn Ontwikling tot Een Deel Van het Kulturgebied van de Ooskust van Sumatera. Leiden: Stamdruskkerij Louis H. Beeherer

asal muasal simalungun bag.3





































Tuan Rondahaim Saragih Garingging, Kepahlawanan Menentang Penjajahan di Simalungun
Oleh : M Muhar Omtatok

Menurut sejarah yang ditulis oleh Pelopor Kebangkitan Budaya Simalungun tersebut diceritakan bahwa Tuan Rondahaim Saragih Garingging sebenarnya hanyalah anak selir dan bukanlah Putra Mahkota penerus Kerajaan Raya dari Permaisuri/Puang Bolon Kerajaan Raya,ayah Tuan Rondahaim Saragih Garingging adalah Tuan Huta Dolog Saragih Garingging dan Kakeknya adalah Tuan Morahkalim Saragih Garingging.Ibu dari Tuan Rondahaim adalah Permaisuri Ramonta bermarga Suha yang berasal dari Panei,Permaisuri Ramonta Suha termasuk permaisuri yang disia-siakan oleh Tuan Huta Dolog,kurang diberi perhatian dibandingkan dengan permaisuri-permaisurinya yang lain.Tuan Rondahaim mempunyai 2 orang saudara perempuan yaitu Tuan Puteri Essem dan Tuan Puteri Mudaha,sedangkan saudara tiri Tuan Rondahaim berbeda ibu adalah Tuan Joranim,Tuan Imbang,Tuan Taim,Tuan Puteri Kumek,Tuan Puteri Rimmani dan Tuan Amborokan.Saking ditelantarkannya Permaisuri Ramonta membuat ia bersama anak-anaknya kadang tidak dikenal sebagai salah satu permaisuri Raja Raya Tuan Huta Dolog,begitu pun dengan pakaian Tuan Rondahaim kecil yang seadanya bahkan bisa dikatakan compang-camping membuat banyak yang menganggapnya rendah.Namun Rondahaim sangat mudah bergaul dan bersikap sosial di masa mudanya dengan memberikan hasil ladangnya seperti tebu,pisang dan ubi pada masyarakat di sekitarnya membuat ia cepat mempunyai teman dari masyarakat jelata.Bagi Tuan Rondahaim,tidak ada bedanya antara mempunyai ayah atau tidak karena Tuan Huta Dolog jarang mengunjungi mereka,Tuan Huta Dolog meninggal ditahun 1826 dan kemudian digantikan oleh saudara tirinya Tuan Huta Dolog yaitu Tuan Sinondang sebagai pelanjut Kerajaan Raya.Oleh pamannya yang saat itu menjadi Raja Raya maka Tuan Rondahaim diangkat sebagai salah satu Raja Goraha (Panglima Perang) tentu saja dengan prestasi yang gemilang.Suatu waktu salah satu penguasa bawahan Kerajaan Raya yaitu Tuan Mahata yang menjadi Tuan di daerah Manak Raya mau berdiri sendiri dan lepas dari kekuasaan Kerajaan Raya,membuat Tuan Sinondang sebagai Raja Raya perlu memberikan pelajaran kepada bawahannya tsb,Tuan Rondahaim ikut menuju Manak Raya bersama Raja Tuan Sinondang yang langsung memimpin pasukan untuk meredakan pemberontakan di Manak Raya.Pada pertempuran di Manak Raya,Tuan Sinondang terkena tembakan di perutnya tepatnya di Kandung kemihnya yang kemudian menewaskannya,kejadian itu terjadi sesudah Tuan Rondahaim berumur 20tahun.Masa pemeintahan Tuan Sinondang yang hanya 3tahun itu namun seakan-akan telah menyiapkan Tuan Rondahaim sebagai calon penggantinya,selepas kematian Tuan Sinondang maka naiklah Tuan Rondahaim sebagai penerus tahta kerajaan Raya walaupun banyak yang coba menghalanginya.Cita-cita dari Tuan Rondahaim hanyalah satu yaitu memperluas Kerajaan Raya karena Kerajaan Raya masih kecil pada saat itu jika dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan lain yang ada di Simalungun.Jadi Ia menginginkan Kerajaan Raya menjadi luas dan terkenal.Selanjutnya Tuan Rondahaim banyak melakukan expansi baik pada kerajaan-kerajaan di sekitarnya maupun perlawanan pada expansi penjajah Belanda di Kerajaan Raya,ketangguhan Tuan Rondahaim membuat Belanda sulit menaklukkan Kerajaan Raya hingga di akhir hidup Tuan Rondahaim.Tuan Rondahaim,sang raja sejati Kerajaan Raya itu meninggal dengan tenang di Raya,bukan di medan juang karena ia tidak pernah terkalahkan.Ada baiknya agar para generasi muda Simalungun untuk mewarisi semangat juang yang dimiliki oleh Tuan Rondahaim dalam mempertahankan prinsip yang tidak mau kalah dari pengaruh bangsa asing seperti Belanda,karena sesungguhnya suku bangsa Simalungun sendiri mempunyai tata aturan hidup dengan norma-norma yang cukup layak untuk dipertahankan hingga saat ini ketimbang terlalu jauh dipengaruhi oleh serangan westernisasi dari Amerika maupun Eropa.Jika setiap generasi muda Simalungun mempunyai semangat seperti yang dimiliki oleh Tuan Rondahaim pasti Simalungun akan cepat maju dan jauh meninggalkan daerah-daerah di sekitarnya bahkan bisa menjadi barometer bagi daerah lain karena sifat Tuan Rondahaim yang cinta pada budaya sendiri dan ingin selalu menjaga wilayahnya dari pengaruh asing.








Kemudian juga, Beliau menggiatkan pengajian, dengan mendirikan Makhtab di wilayah Pamatang, Perdagangan maupun Bandar Tinggi. Beliau juga mendatangkan Mualim dari Pagurawan, Minangkabau, Mandailing dan beberapa tempat lainnya.Melihat sikap Sang Naulaluh yang terus saja membenahi pembangunan fisik dan rohani wilayah Kerajaan Siantar tanpa melibatkan campur tangan Pemerintah Hindia Belanda, berkali-kali kontelir Belanda di Batubara melayangkan surat panggilan. Bukan menghadiri panggilan Meneer Belanda itu, Sang Naualuh malah meminta Sang Meneer dan utusan untuk bertobat atau jika tidak akan diserang oleh Pasukan Inti Kerajaan Siantar.Akhirnya Kontelir Belanda di Batubara sudah kehabisan cara. Kontelir mengadukan sikap yang membahayakan dari Sang Naulauh terhadap keutuhan dan harga diri Pemerintahan Hindia Belanda kepada Gubernemen. Dengan penuh kemarahan Gubernemen mengeluarkan Besluit No. 1 (tgl 24 April 1906). Besluit tersebut memaktub tentang penjatuhan kekuasaan Sang Naulauh serta membuangnya ke Pulau Bengkalis.Dengan berbagai cara perlawanan, akhirnya bersama salah seorang Tangan Kanannya, Bah Bolak, Sang Naualuh diasingkan.Pada 16 Oktober 1907 oleh Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah Hata (Tuan Sidamanik), melalui Verklaring (Surat Ikrar), dinyatakan tunduk kepada Belanda.Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai aksara Arab Melayu dengan Bahasa Melayu dan aksara Latin dengan Bahasa Belanda itu, tertulis, “Ten eerste: dat het landschap Siantar een gedeelte uitmaakt van Nederlandsch Indie en derhalve staat onder de heerschappij van Nederland..” (Pertama: bahwa wilayah Siantar merupakan bagian dari Hindia Belanda dan karena itu berada di bawah kerajaan Belanda…). Masih ditambahkan bahwa akan setia kepada Ratu Belanda dan Gubernur Jenderal.Sejak itu Kerajaan Siantar di bawah pengawasan Belanda. Belanda kemudian menobatkan putra Sang Naualuh yang masih teramat muda, Tuan Riah Kadim menjadi raja pengganti. Tuhan Riah Kadim yang masih polos itu kemudian diserahkan Belanda kepada Pendeta Zending Guillaume di Purba. Pada Tahun 1916, Tuhan Riah Kadim diubah namanya menjadi Waldemar Tuan Naga Huta dan diakui Belanda sebagai Raja.Sedang Sang Naulauh di pembuangan, Beliau menempati sebidang tanah perladangan bekas milik Syahbuddin gelar Batin Senggoro dekat sungai Bengkalis.Walaupun di negeri pembuangan, Sang Naualuh tetap mengirim kabar kepada rakyat di Kerajaan Siantar untuk membangkitkan semangat juang Habonaron dobona yaitu kebenaran sebagai cikal dari segalanya. Pada tahun 1913 ketika kerabat beliau berkunjung, dibelakang sebuah photo yang diberikan, beliau menulis dalam bahasa dan aksara Simalungun. Tulisan itu kira-kira bermakna: “Orang tua kami, bersatulah di dunia selama hidup demi keutuhan bangsa. Saya diperantauan”.Pada tahun 1914, Sang Naualuh mangkat dan dikebumikan disebuah tanah wakaf di Jl Bantam Bengkalis. Beliau pergi dengan meninggalkan bekas kesufiannya, Sapangambei Manoktok Hitei, seiring seirama menggapai tujuan

asal muasal simalungun bag.2

DINASTI NAGUR

Oleh : M Muhar Omtatok

Bangsa Timur yang selanjutnya disebut Simalungun, telah melakukan perjalanan panjang dalam tata nilai kepemerintahan dan civilisasi. Setidaknya sejak era Dinasti Nagur – Dinasti Damanik dan Silau –Tua/Batang Hiou – Dinasti Saragih (Harajaon na Dua – Kerajaan Nan Dua, Parpandanan Na Bolag, Deisa na Ualuh).
Selanjutnya Kerajaan nan Empat (Harajaon na Opat) yaitu Kerajaan Siantar (morga Damanik), Panai (morga Purba Dasuha), Silau (morga Purba Tambak) dan Tanoh Jawa (morga Sinaga).
Hingga era Kerajaan nan Tujuh (Harajaon na Pitu) yaitu kerajaan Siantar (Morga Damanik), Panai (morga Purba Dasuha), Silau (morga Purba Tambak), Tanoh Jawa (morga Sinaga), Raya (morga Saragih Garingging), Purba (morga Purba Pakpak) dan Silimakuta (morga [Purba] Girsang). Serta kerajaan-kerajaan Simalungun lain, baik yang berada di wilayah Simalungun kini, Serdang Bedagai maupun di wilayah Deli Serdang sekarang.
Perjalanan panjang historical dan tamaddun Hasimalungunan ini, menjadi bukti ketuaan sejarah dan peradaban Simalungun yang bukan sempalan Bangso Simbalog (etnis lain).
Kerajaan Nagur mendominasi wilayah Simalungun dan sepanjang pantai utara, yang terbentang luas dari pantai barat berbatas dengan lautan Hindia, sampai keselah Timur dengan Selat Malaka, dari sebelah Utara berbatas dengan wilayah yang disebut Jayu sampai berpatas dengan Danau Toba di selatan.
Menurut Hikayat dalam Pustaha Parpadanan Na Bolag, Kerajaan Nagur digambarkan sebagai satu kerajaan yang kaya dan jaya, dengan Pamatang (ibu negeri) mempunyai benteng yang kuat, berpagar besi, pintu gerbang disebut layar-layar terbuat dari tombaga holing dan gombok (kunci) terbuat dari perak.
Pustaha Parmongmong Bandar Syahkuda, menyatakan bahwa Istana Raja Nagur berada di Tolbak Pargambirian. Pustaha Parpadanan Na Bolag menyebutkan nama seorang Raja, yaitu Sianas Bondailing.
Pada Masa Kerajaan Nagur ini, marga-marga sudah ada dan struktur kekuasaan Simalungun tradisional sudah berkembang. Eksistensi kerajaan ini berlangsung sampai akhir abad XIII khususnya ketika daerah ini menjadi sasaran perluasan pengaruh politik Kerajaan Singosari dari Jawa bagian Timur dengan ekspedisi Pamalayu.
Sepanjang yang padat diketahui melalui catatan (analis) Tiongkok sewaktu Dinasti Sui ( Sui Chao) (581 – 618) adalah sebuah dinasti yang menjadi peletak dasar bagi kejayaan Dinasti Tang sesudahnya. Kerajaan Nagur sebagai Simalungun Tua, telah disebut-sebut.
Pada abad ke V sudah ada Kerajaan Nagur yang sudah mempunyai hubungan dagang dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan Tiongkok. (Buku Sejarah Perkembangan Pemerintah Dalam Negeri Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun, 1999)Sumber lain ialah Buzuruq Bin Syahriar, seorang musafir Parsi pada abad X dalam memori perjalanannya telah mencatat adanya negeri yang bernama Nakus (Nagur).
Selanjutnya MD Purba dalam bukunya berjudul “Mengenal Kepribadian Asli Rakyat Simalungun”, menyatakan bahwa menurut catatan Marcopolo seorang pengembara dari Venesia (Italy) pernah mengunjungi Kerajaan Nagur (tahun 1271-1295) karena pada saat itu ia terpaksa harus terhenti di Kerajaan Pasei untuk memperbaiki kapalnya yang rusak diterpa badai di Selat Malaka. Sambil menunggu perbaikan kapal, ia sempat mengadakan penyelidikan terhadap pedalaman Pulau Perca, dalam catatannya ada tertera Kerajaan Nagur yang disebut Nagore atau Nakur.
Menurut Ibnu Batutah dalam Buku Sejarah Nasional, mencatat bahwa Pemerintah Kerajaan Nagur mulai mengalami kemunduran sejak kedatangan serangan dari Kerajaan Hindu dari India Selatan, yang dipimpin oleh Rajendra Chola (1023 – 1024) sehingga kerajaan Nagur sudah banyak kehilangan daerah taklukan. Sudah mulai timbul perbedaan cara antara pusat kerajaan dengan para Partuhanon yang melepas diri dari pusat kekuasaan Nagur.
Hasil – hasil Kerajaan Nagur yang dapat dijadikan sumber pendapatan kerajaan ialah karet belata (rambung merah), damar, rotan, buah hapesong, umbi hondali dan lain-lain dipertukarkan (barter) dengan barang – barang lain yang dibutuhkan seperti : tembikar, keramik, manik-manik dan lain-lain dari Tiongkok.
Untuk memudahkan pelaksanaan pertemuan dagang antara Nagur dengan Tiongkok, maka Raja Nagur (Morga Damanik Nagur) menyuruh membuatkan “jambur” (dangau) yang dijaga oleh orang-orang dagang (lajang) sehingga tempat itu oleh orang Tiongkok disebutnya “Sang Pang To” (San Pan To) sedang oleh Nagur disebut “perdagangan”. Dari tempat pertemuan dagang inilah asal usul kota “Perdagangan”, yang oleh orang China biasa mereka sebut “ sam Pan To” hingga sekarang.
Agama yang dianut Kerajaan Nagur ialah agama lokal (animisme) yang bisa saja mendapat pengaruh kuat atau saling mengilhami dengan Hinduisme. Menurut E.B. Tylor bahwa animisme adalah bentuk agama yang tertua. Sebagai jabatan Imam disebut Datu Bolon, mereka percaya akan adanya Sang Pencipta alam bersemayam di langit tertinggi, dan mengenal adanya 3 perwujudan Kausa Prima, yaitu :1. “Naibata na i babou/ i nagori atas” (di Benua Atas)2. “Naibata na i tongah/ i nagori Tongah” (di Benua Tengah)3. “Naibata na i toruh/ i nagori toruh” (di Benua Bawah)Selain dari “naibata – naibata” dan “roh – roh halus” lain yang berhubungan arwah nenek moyang (simagod) yang pada suatu saat dapat dipanggil bila diperlukan.
Pemanggilan arwah nenek moyang disebut “Pahutahon” yaitu melalui upacara ritual, dimana dalam acara itu roh tersebut hadir melalui “Paninggiran” (siaran, kesurupan) salah seorang keturunannya atau seseorang yang mempunyai kemampuan sebagai perantara (paniaran).
Pelaksanaan urusan kepercayaan diserahkan kepada “Datu” yang juga “Guru” (Pimpinan Spiritual). Pimpinan “datu-datu” ini ialah “GURU BOLON”. Acara kepercayaan itu dipegang penuh oleh Datu, baik di istana maupun di tengah-tengah masyarakat umum. Raja-raja dan kaum bangsawan mereka sebut juga “Tuhan” bukan saja disegani tetapi ditakuti masyarakat, tetapi akhirnya sesudah masuknya bahasa Melayu sebutan tersebut berubah menjadi Tuan, karena dalam Bahasa Melayu, Tuhan mempunyai arti yang berbeda, yaitu Allah.
Menurut penilitian G.L. Tichelman dan P. Voorhoeve seperti dimuat dalam bukunya “Steenplastiek Simaloengoen” terbitan Kohler & Co Medan tahun 1936 bahwa Simalungun (kerajaan Nagur) terdapat 156 Pangulubalang (Berhala) yaitu patung-patung batu yang ditempatkan pada tempat yang dikeramatkan (Sinumbah) dan ditempat inilah dilakukan upacara pemujaan.
Kerajaan Kerajaan Nagur mulai terusik sejak datangnya serangan dari kerajaan Hindu (India Selatan) yang dipimpin oleh Rajendra Chola pada tahun 1023 – 1024. hal ini diketahui dari catatan Ibnu Batutah tahun 1345 sehingga pada abad ke XII Kerajaan Nagur telah banyak kehilangan wilayah daerah – daerah takluknya.
Mulai timbul desentralisasi antara pusat kerajaan dengan para partuhanon di wilayah distrik (Raja Goraha). Maka berdiri kerajaan-kerajaan baru seperti Kerajaan Samidora Pasei (Samudra Pasei) dan Kerajaan Haru (Aru).
Pada permulaan abad ke XIII pecah perselisihan dengan Kerajaan Samudra Pasei, Rajanya ialah Sang Ni Alam (sesudah memeluk agama Islam namanya menjadi Malikul Saleh) isterinya bernama Sang Mainim (Putri Raja Nagur) yang tidak bersedia menetap di Samudera Pasei, lalu kembali ke Kerajaan Nagur. Peristiwa itulah yang menimbulkan perang tanding antara Raja Samidora (Sang Ni Alam) dengan Raja Nagur (Sang Ma Jadi) sebagai mana dapat diketahui dari folklore (ceritera rakyat) yang terdapat dalam pustaha Paromongmong Bandar Syahkuda, seperti dituturkan oleh Haji Alep Damanik. Sesudah peristiwa inilah Falsafah Hidup “Haboraon Do Bona” yang tergambar dalam satu ungkapan yang berbunyi “Hajungkaton do sapata, habonaron do bona”, semakin terejawantah.
Disebelah Barat Kerajaan Nagur sudah mulai berdiri Kerajaan Linggar (lingga) yang wilayah kekuasaannya terhampar luas dari Tanah Karo sekarang, sampai ke daerah Gayor Alas. Adapun Raja Kerajaan Lingga adalah saudar sepupu Raja Nagur yang lolos melarikan diri waktu adanya pertempuran dengan Kesultanan Aceh (Samudra Pasei).
Menurut catatan Marco Polo, sekembalinya ia dari perjalanannya ke Tiongkok ia singgah di Perca Utara mengunjungi Kerajaan Samudra Pasei dan sempat juga berkunjung ke Kerajaan Nagur, dimana katanya saat itu Kerajaan Nagur sedang terlibat peperangan dengan pasukan Kerajaan Singosari yang datang dari Pulau Jawa tahun 1275. peristiwa sejarah tersebut dikenal dengan Pamalayu I.
Untuk mengamankan hasil-hasil yang dicapai oleh Ekspedisi Pamalayu I itu dikirim pula pasukan Singosari dibawah pimpinan Panglima Indra Warman yang sudah berada di kerajaan Darmas Raya Jambi (daerah takluk Singosari).
Sesudah pasukan Indra Warman menaklukkan daerah Siak lalu mendirikan Kerajaan Siak Sri Indrapura. Kemudian pada tahun 1289 terus menyerang ke Andalas (Perca) Utara, berusaha menaklukkan Kerajaan Nagur, Samudra Pasei dan Haru (Aru).
Pada saat yang bersamaan di Pulau Jawa terjadi perebutan kekuasaan, dimana Jayakatwang (Raja Kediri) berhasil membunuh Kartanegara (Raja Singosari) dan disusul dengan kedatangan serangan dari Tiongkok yang mengakibatkan lenyapnya Kerajaan Singosari dan kemudian berdirilah Kerajaan Majapahit.
Sebagai reaksi dari Panglima Indra Warman, dia tidak bersedia tunduk ke kerajaan Majapahit dan tidak mau kembali ke Jawa. Pada tahun 1295 berdirilah Kerajaan Silau Tua dengan ibu negerinya Bah Silau yang bermuara ke selat Malaka (sekarang disebut Tanjung Balai). Kerajaan Nagur yang menguasai wilayah itu sebelumnya sudah memindahkan ibu negerinya ke Nagur Raja (sekarang Nagaraja di perbatasan Kab Serdang Bedagai dan Simalungun).
Dengan berdirinya Kerajaan Silau (Tua) maka diwilayah kerajaan Nagur telah berdiri 4 kerajaan, yaitu : Kerajaan Nagur, Kerajaan Samudra Pasei, Kerajaan Haru(Aru) dan Kerajaan Silau Tua.
Selanjutnya menurut buku Negara Kartagama karangan Prapanca seorang Pujangga Keraton Majapahit pada masa Raja Hayam Wuruk menyebutkan bahwa pada tahun 1336 Kerajaan Majapahit mengirimkan Ekspedisi Pamalayu ke II ke Sumatera dibawah Pimpinan Patih Gajah Mada sebagai perwujudan Sumpah Palapa. Gajah Mada bersumpah tidak akan memakan Palapa sebelum ia mempersatukan Nusantara, yaitu dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada pada waktu itu seperti Kerajaan Gurun (Seran), Tanjung Pura, Haru (Aru), Pahang, Dompo, Sunda, Palembang (Sriwijaya) Tumasik dan kerajaan-kerajaan lainnya. Akibat serangan pasukan Gajah Mada itu banyak kerajaan-kerajaan di Sumatera porak poranda. Kerajaan Melayu Jambi yang dipimpin oleh Adytia Warman terpaksa harus evakuasi ke Pagaruyung Sumatera Barat, yang kemudian beralih menjadi kerajaan Minangkabau. Demikian juga kerajaan Siak, Mandailing, Lawas dan Haru (Aru) tidak luput dari serangan. Dalam rangkaian serangan itu termasuk juga Kerajaan Silau Tua dibubarkan dan mengundurkan diri ke pedalaman, yang kelak mendirikan Kerajaan Batangiou ( batangkiou atau Batang Nyiur).
Kerajaan Haru (Aru) yang tadinya ibu negerinya di Bah Tanggiang (Tomiyam) mengundurkan diri ke Deli Tua. Pasukan Gajah Mada menyerbu ke Samudra Pasei, tetapi dapat dipukul mundur oleh Laksamasa Hamdan Tammana (Panglima Armada Laut Kesultanan Pasei). Pada saat itu agaknya Kerajaan Nagur terhindar dari serangan karena belum sempat mereka masuk ke pedalaman wilayah Kerajaan Nagur. Pada tahun 1350 muncul armada laut Kerajaan Haru menggempur Armada Laut Gajah Mada di selat Malaka. Begitu juga Aceh, turut menyerang pasukan Majapahit.
Bekas Pasukan Majapahit itu selanjutnya bergabung dengan mantan pasukan Singosari, dan membaurkan diri menjadi warga Batangiou.

Siapa Tuan Sumerham dan Baginda So Juangon ?


Oleh : Beresman Rambe

Dimulai dari Toga Sumba, mempunyai anak dua orang yaitu Toga Simamora dan Toga Sihombing. Toga Simamora memperistri putrid dari kel luarga Saribu Raja, sedangkan Toga Sihombing memperistri putrid dari Siraja Lottung.
Toga Simamora, mempunyai anak dari hasil perkawinannya dengan putrid dari keluarga Saribu Raja, bernama Tuan Sumerham, dan seorang putrid yang butaSedangkan Toga Sihombing mempunyai empat orang anak dari hasil perkawinannya dengan putrid keluarga Lottung (setelah ini keturunan keduanya menjadi marga untuk keturunan selanjutnya. Sebelumnya adalah nama)yaitu Silaban, Nababan, Hutasoit, Lumbantoruan. Kemudian oleh Toga Simamora, mengawini kembali istri dari Toga Sihombing, lahir tiga orang anak yaitu Purba, Manalu, Debataraja.
Maka ke-tujuh marga ini merupakan satu ibu, lain bapak. Kita tinggalkan sejarah tersebut kita focus kepada sejarah selanjutnya tentang Tuan Sumerham. Keturunan Toha Simamora dan Toga Sihombing, bermukim di Tano Tipang Bakkara. Tuan Sumerham bersama tiga orang keturunan Toga Simamora kemudian, tinggal serumah dan keturunan Toga Sihombing berada serumah di tempat lain. Tuan Sumerham memperistri putrid dari keluarga marga Siregar juga cucu dari Lottung. Kemudian sejarahnya, semuanya sudah berkeluarga. Purba, Manalu, Debataraja masing-masing segera dikaruniai anak. Sedangkan Tuan Sumerham dengan istrinya boru Siregar belum mempunyai anak. Hal inilah salah satu yang menganjal hubungan antara keluarga Tuan Sumerham dengan ketiga Saudara tirinya. Berbagai ejekan dan hinaan hamper setiap hari diterima oleh opong boru kita boru Siregar dan tetap tidak “dihailahon tondina”Hal ini juga diselami oppung kita Tuan Sumerham.
Pada suatu saat oppung boru kita boru Siregar memohon kepada Tuan Sumerham, agar mereka pergi jauh dari ketiga Saudaranya, karena boru Siregar sudah tidak tahan lagi atas ejekan dan hinaanistri ketiga Saudara tirinya. Akhirnya di suatu malam hari saat Saudara tirinya tertidur, mereka meninggalkan kampungnya, Tano Tipang Bakkara dengan terlebih dahulu mengamankan pusaka Toga Simamora yaitu, 1. Pedang sitastas nambur yang diikat oleh emas, Tetapi Sarung dari Pedang juga dikat dengan emas, disembunyikan di Bonggar-bonggar2. Tombak yang bermata emas, tangkainya (stik) di kubur di salah satu tiang rumah, 3. Pustaha (buku lak-lak) 4. Gong (ogung sarabanan) di kubur di pokok nangka silambuyak (pinasasilambuyak).
Setelah Tuan Sumerham mengamankan ke-empat barang pusaka tersebut, maka merekapun pergi menuju suatu tempat yang belum mereka ketahui. Sebagai acuan mereka tinggal di mana, sudah mempersiapkan sekepal tanah dari Tano Tipang Bakkar, yang akan di bandingkan dengan tanah pilihan mereka dimana kelak akan berdiam/tinggal. Tibalah mereka (Tuan Sumerham dan boru Siregar) di suatu tempat pebukitan, yang kita kenal sekarang bernama “LOBU TONDANG” dipelataran lobu tondang, terdapat sebuah pohon, yang disebut pohon buah rambe, yang setiap saat berbuah dan setiap saat banyak buahnya yang sudah matang. Rasanya manis asam dan lebih terasa manisnya kalau sudah sempurna matangnya. Buah inilah yang menjadi makanan mereka sementara sebelum hasil tani mereka panen. Serta dilereng pebukitan tersebut, terdapat mata air yang sangat segar dan jernih, menjadi sumber air bersih dan cuci mandi bagi Tuan Sumerham dan boru Siregar.
Ternyata buah rambe ini mempunyai khasiat untuk menyuburkan kedua oppung kita Tuan Sumerham dan boru Siregar. Maka pada suatu saat Oppung kita boru Siregar mengandung anak pertamanya. dan seterusnya hingga mempunyai tiga orang putra dan satu orang putri. Anak Pertama diberi nama Rambe Toga Purba, Anak Kedua diberi nama Rambe Raja Nalu, yang terakhir Rambe Anak Raja dan Rambe menjadi icon ketiga anaknya yang selanjutnya menjadi marga keturunan Tuan Sumerham, dan sejak saat itu Rambe semakin banyak, dan tidak mungkin tinggal di suatu tempat yaitu Lobu Tondang. (Sejarah pertemuan Tuan Sumerham dengan Raja Tuktung Pardosi sejarah tersendiri dalam Tulisan ini).
Maka Rambe Toga Purba istrinya Rumbi br. Pardosi ditempatkan di Tambok Rawang Jakhadatuon/Batugaja sebelah selatan Lobu Tondang dengan daerah penyebaran kearah selatan, Tenggara, dan Barat daya. Rambe Raja Nalu dengan istrinya Kirri br. Pardosi ditempatkan di Rura Parira Sibambanon sebelah Timur Lobu Tondang, dengan daerah penyebaran keturunannya Timur, Timur Laut dan Tenggara. Rambe Anak Raja dengan istrinya Nanja br. Pardosi ditempatkan di Tolping sebelah Barat Lobu Tondang dengan daerah penyebaran keturunan daerah Barat Daya dan Barat Laut. Daerah Utara yang dibentang oleh sungai Sisira menjadi daerah panombangan sekaligus menjadi batas bagian Utara Negeri Rambe. Hingga generasi ke-7 pemakaian marga Rambe masih eksis di Negeri Rambe, Pakkat.
Menurut penelusuran saya, bahwa keturunan Tuan Sumerham sebelum masuknya rintisan jalan oleh Belanda ke seluruh daerah di sumatera utara, adalah memakai marga Rambe. Ini dibuktikan oleh :
1. Nisan marga manik yang terdapat di Sijarango tertulis “Op. Ganda MarimbuluManik/br. Rambe”
2. Surat Keterangan dari pemerintah Belanda tertulis “Aman Sampe Rambemarhoendoelan di Pakkat Barus Hulu”. Ternyata keturunan Sampe Rambe sekarangini memakai marga Purba
3. Marga Rambe sendiri yang tinggal di daerah selatan Sumatera Utara (Utamanya Sipiongot dan Gunungtua sekitarnya) Kahanggi yang bermukim di sana, membawamarga rambe dari Pakkat, tetap memakai Rambe sampai sekarangSetelah anak-anaknya dewasa, ketiganya mengambil istri putrinya raja Pardosi, borunya Raja Tuktung.(cerita ini saya perpendek, mengambil pokok-pokok yang di bicarakan difacebook mudah-mudahan satu saat saya bisa menulis sejarahnya di blog lobu tondang sedetail mungkin).
Kalau yang bernama asli Baginda So Juangon adalah generasi ke 5 dari Tuan Sumerham adalah dari si Rambe Anak Raja. dua bersaudara, adeknya bernama Guru So Juangon tinggal di Pakkat Hauagong. (ini saya dapat kemudian setelah orang sudah memutuskan kalau Baginda So Juangon dari Si Rambe Raja Nalu) Baginda So Juangon dari si Anak Raja, menjadi dianggap mengacaukan tarombo/stambuk
I. Tarombo/Stambuk dari Pakkat.Gnr. 1. Tuan Sumerham/br. Siregar, mempunyai anak tiga dan satu putri yaitu:Gnr. 2. 1. Rambe Toga Purba/Rumbi br. Pardosi (Tambok Rawang)2. Rambe Raja Nalu/Kirri br. Pardosi (Rura Parira)3. Rambe Anak Raja/Nanja br. Pardosi (Tolping) Putri Tuan Sumerham yang bernama Surta Mulia br. Rambe, Menukah dengan marga Pasaribu, dan diberi mereka Pahuseang di Sirandorung, Negeri Rambe Pakkat. Untuk mengetahui Sundutnya Tuan Sumerham menurut versi Rambe Anak Raja, maka selanjutnya kita ambil dari Rambe Anak RajaGnr.2. Rambe Anak Raja/Nanja br. Pardosi mempunyai anak toga orangGnr.3. 1. Raja Perak Rambe Anak Raja (Lobu Hariburan)2. Raja Mole-ole Rambe Anak Raja (Sijarango-Siambaton)3. Tumpak Martahi Rambe Anak Raja (Huta Tonga)Raja Perak Rambe Anak Raja Mempunyai anak dua orang Gnr.4. 1. Tunggul Di Juji Rambe Anak Raja (merantau ke Aceh) hingga sekarang belum ada informasi tentang keturunannya. 2. Raja Na Gurguron Rambe Anak RajaRaja Na Gurguron Rambe Anak Raja mempunyai anak dua orang yaitu; Gnr.5. 1. Baginda So Juangon Rambe Anak Raja dalam stambuk/tarombo yang saya dapatkan terdapat catatan, bahwa Baginda So Juangon pergi merantau kearah Sidempuan2. Guru So Juangon Rambe Anak Raja Dari Guru So Juangon, hingga generasi ke Sembilan, masing-masing hanya mempunyai satu orang keturunan.Secara berurutan, Gnr. Ke-6 Oppu Sangga Mulana. Gnr. Ke-7, Amani Sangga Mulana, Gnr. Ke-8, Sangga Mulana, Gnr. Ke-9, Oppu Sigurdangon, mempunyai dua orang anak yaitu Gnr. Ke-10 1. Op. Sailan dan 2. Aman .Catatan Penulis : ini merupakan penuangan dari yang sudah ditemukan semata. Kemungkinan akan berkembang sesuai dengan yang ditemukan kemudian. Sehingga bukan kebenaran mutlak, tetapi sudah dapat dijadikan acuan terhadap perkembangan kemudian.Pendapat dan informasi ini, diperkuat oleh statmen seorang natua-tua kita dari Siranggason, Pakkat, pada bulan Desember 2009 yang lalu, menyatakan; “Opponta Baginda So Juangon, ima apala hahani Oppunta Guru So Juangon, na lao mangaranto, pinompar ni oppunta Si Anak Raja”. Nama ini juga persis sama dengan yang ada di daerah perantauan Selatan Sumut.
Yang menjadi pertanyaan, Kalau Baginda So Juangon dari omppung kita Rambe Raja Nalu, kenapa merobah nama, sebab pada saat di Laksa, Pakkat kalau tidak salah bernama Satia Raja Rambe Raja Nalu. Kenapa berobah menjadi Baginda So Juangon? II. Tarombo/Stambuk Baginda So Juangon (dari Selatan)Gnr. 1. Tuan Sumerham/br. Siregar, punya anak tiga orang (tidak disebut dengan seorang Putri), Yaitu; Gnr. 2. 1. Rambe Raja Purba 2. Rambe Raja Nalu3. Rambe Anak RajaDiambil dari Rambe Anak Raja, mempunyai tiga orang anak, yaitu;Gnr. 3. 1. Raja Perak Rambe2. Raja Mole-ole Rambe3. Tumpak Martahi RambeDiambil dari Raja Perak Rambe, mempunyai dua orang anak yaitu; Gnr. 4. 1. Tunggul Di Juji Rambe 2. Raja Na Gurguron Rambe Diambil dari Raja Na Gurguron, mempunyai dua orang anak yaitu;Gnr. 5. 1. Baginda Raja So Juangon Rambe (di Aek Pisang)2. Guru So Juangon Rambe (di Pakkat) Diambil dari Baginda Raja So Juangon Rambe, mempunyai empat orang anak yaitu; Gnr. 6. 1. Namora Dibatu Nabolon Rambe (haruaran ni raja-raja Tano Holbung)2. Namora Tabo Rambe (haruaran ni raja-raja Rambe Huta Somat) Sipiongot3. Namora di Gurguron Rambe (haruaran ni raja-raja Rambe Simundol)4. Guru Muloha Rambe (haruaran ni raja-raja Rambe Aek Suhat)Yang memberikan Tarombo ini mengambil generasi/sundut berikutnya dariNamora Dibatu Nabolon, mempunyai satu orang anak yaitu;Gnr. 7. 1. Jalaga Rambe mempunyai empat orang anak yaitu;Gnr. 8. 1. Japanggulmaan Rambe.2. Badu Soman Rambe. 3. Simundol Rambe.4. Jaonan Rambe.
Dari generasi/sundut ke-8 ini, diambil dari Japanggulmaan dan JaonanRambe. Japanggulmaan mempunyai 5 orang anak, yaitu;Gnr. 9. 1. Jatanduk Rambe.2. Jahulembang Rambe (Aek Tangga).3. Akal Rambe. 4. Jalius Rambe.5. Alias Rambe.Anak dari Jaonan Rambe ada 5 orang yaitu; Gnr. 9. 1. Jahobuk Rambe.2. Mulia Rambe.3. Jarupat Rambe.4. Japanggulapak Rambe.5. Adil Rambe.Untuk generasi/sundut ke-10, diambil dari generasinya JapanggulmaanYaitu; Jatanduk Rambe, mempunyai dua orang anak yaitu;Gnr. 10.1. Rokkaya Inganan Rambe.2. Jatumbasan Rambe. (sungai Pining)Jahulembang Rambe mempunyai 5 orang anak yaitu;Gnr. 10.1. Jamanahan Rambe (Sungai Pining).2. Cair Muda Rambe (Sungai Pining).3. Jamarmasuk Rambe (Sipotang Ari).4. Marasia Rambe (Bondar Sito). 5. Jasayas Rambe (Bonandolok). Anak dari Jalius Rambe (sungai Pining), dua orang yaitu;Gnr. 10.1. Markus Rambe (sungai Pining)2. Japarnantian Rambe (Sungai Mangambat)Anak dari Alias Rambe satu orang yaitu;Gnr. 10.1. Raja Ona Rambe. Dst.
Catatan Penulis: Tarombo ini dituangkan dari tarombo yang saya simpan. Semata-mata bukan yang paling benar, tetapi pling tidak menjadi acuan, atau bandingan terhadap temuan kemudian. Kalau ada perbedaan dengan tarombo yang menjelaskan tentang Baginda So Juangon, tentu ini menjadi bahan pertimbangan dan pemikiran bagi Marga Rambe bukan untuk mengacaukan garis keturunan kahanggi.
Kalau nama itu Glr. Baginda So Juangon adalah hal yang lumrah mengambil namaoppungnya sama-sama Rambe. Sebab Satia Raja adala Generasi ke-7 dariTuan Sumerham. Informasi lain yang perlu dipertimbangkan bahwa sayamendapatkan tarombo dari selatan di Jakarta, juga sama dengan dokumenyang saya simpan. Dan tarombo itu menurut yang punya sudah turuntemeurun sampai ke dia.Lalu yang menjadi patokan para orang tua yang disosialisasikan ke generasi sekarang adalah bahwa Baginda So Juangon berasal dari Si Rambe Raja Nalu.
Tetapi informasi dari generasi muda Rambe melalui jejaring social, ada yang mengatakan generasi ke-5 dari Tuan Sumerham, dan ada yang mengatakan generasi ke-7.
Tentu informasi ini dari para orang tua Rambe juga. Mungkin juga orang tua mereka. Saya sendiri sudah menelusurianya, dari catatan yang ada atau pernyataan yang bersangkutan, diakui sama-sama Baginda So Juangon walau dalam pengetahuan mereka berbeda generasi. Kalau dikatakan Baginda So Juangon generasi ke-5, maka beliau dari Rambe Anak Raja dan yang mengatakan itu adalah Rambe keturunan Anak Raja.
Kalau dikatakan Baginda So Juangon itu adalah generasi ke-7 maka yang mengatakan itu adalah Rambe keturunan dari Raja Nalu. Dan hasil penelusuran tersebut diiakan oleh salah seorang mereka dari satu oppung, bahwa Keturunan dari Rambe Raja Nalu yang “menyusul” ke Sipiongot, adalah bernama Satia Raja Rambe Raja Nalu yang meninggalkan seorang istri boru Pane dan seorang putra di Laksa, Pakkat.
Dan Satia Raja sendiri generasi ke 7 dari Tuan Sumerham.(Catatan : Kata menyusul di sini adalah adanya saudara yang sudah lebih dahulu tinggal di sana lalu kemudian di ikuti yang lain kemudian dalam satu marga)yang menjadi pertanyaan kenapa menjadi Baginda So Juangon? atau mungkin glr. Baginda So Juangon ? Kenapa tidak tetap memakai nama Satia Raja.


Sejarah Baginda Sojuangon


Banyak pendapat yang menyatakan bahwa Baginda Sojuangon adalah berada dalam generasi kelima dari Tuan Sumerham. Tapi banyak juga menyatakan bahwa ada pada generasi ketujuh dari Tuan Sumerham. Pendapat itu sama-sama benar tergantung kita melihat dan mengurutkannya secara jelas.
Anak kedua dari Rambe Raja Nalu yaitu Tuan Habonaran dianggap sebagai Baginda Sojuangon sebelum berganti nama di Tapanuli Selatan. Ada juga yang menyatakan bahwa Baginda Sojuangon Rambe adalah keturunan dari Raja Perak anak pertama dari Rambe Anak Raja yang merupakan adik dari Rambe Raja Nalu yang mempunyai anak Tunggu Dijuji yang merantau ke Aceh dan tidak diketahui sejarahnya dan Raja Nagurguron yang dianggap sebagai ayah Baginda Sojuangon (yang berada di Tapanuli Selatan dan adiknya yang bernama Guru Sojuangon (yang berada di Pakkat).
Dalam perantauan Baginda Sojuangon ke Tapanuli Selatan (menurut versi Raja Perak) kawin dengan Boru Nasution dan mempunyai anak : Namora Dibatu, Namora Toba, Namora Digargaran dan Guru Muloha.
Bahwa Baginda Sojuangon adalah berasal Dari Rambe Raja Nalu yaitu keturunan dari Tuan Habonaran. Baginda Sojuangon mempunyai anak : Tuan Jabat, Namora Dibatu Bolon, Namora Digargaron, Namora Toba dan Sutan Gunung Maloha. Dan itu nama-nama anak dari Baginda Sojuangon versi Rambe Raja Nalu mirip dengan anak-anak Baginda Sojuangon versi Rambe Anak Raja yaitu Raja Perak.
Versi Rambe Raja Nalu juga menyatakan bahwa Baginda Sojuangon sebelum pergi ke Tapanuli Selatan telah meninggalkan anak di Pakkat. Setelah besar anak ini menyusul ayahnya dari Pakkat ke Tapanuli Selatan dan bekerja sebagai Pandai Besi sertawa mengawini Boru Nasution. Kemudian setelah itu di Merantau ke Tanah Lubis dan mengaku sebagai Lubis. Dalam hal ini silsilah Rambe juga pasti tercatat dalam silsilah Lubis itu sendiri.Baginda Sojuangon adalah oppugn bagi marga Rambe yang ada di Tapanuli Selatan, sudah sepantasnya kita bisa menggali sejarah dan silsilah untuk membuktikan jati diri kita secara adat dalam membangun bangsa dan Negara Indonesia.


Tentang Penulis, Beresman Rambe (Op. ni si Jonathan So Tarjua Ro Berkat)


Salah seorang tokoh adat yang juga sudah ditunjuk dan dinobatkan sebagai Raja Adat marga Rambe, Drs. Baresman Rambe, ST disambut baik serta bercerita panjang soal sililah asal-muasal marga Rambe. Berikut silsilah seperti apa yang diceritakan Drs. Baresman Rambe, ST :
Pada awalnya seorang yang bernama Toga Simamora memiliki isteri yang bernama Boru Saribu Raja dan memperoleh keturunan yang bernama Tuan Sumerham dan seorang puteri dalam keadaan buta matanya yang bernama Tio Pipian boru Siregar. Kemudian Toga Simamora melakukan perkawinan kedua dengan Boru Lottung dan memiliki anak yang Purba, Manalu, Debataraja. Dan sebelumnya Boru Lottung sudah melakukan perkawinan dengan Tuan Sihombing yang mempunyai keturunan Nababan, Silaban, Lumban Toruan dan Hutasoit.
Dalam hal ini bahwa Tuan Sumerham dan adik perempuannya yang buta serta saudara tirinya (Purba, Manalu, dan Debataraja) adalah satu bapak Toga Simamora tapi lain ibu. Kemudian Purba, Manalu dan Debataraja memiliki saudara tiri Nababan, Silaban, Lumban Toruan dan Hutasoit sebagai saudara satu ibu beda ayah yaitu Boru Lottung.
Dalam hal ini Tuan Sumerham adalah keturunan pekawinan pertama Toga Simamora dengan Boru Saribu Raja. Tetapi setelah Tuan Sumerham kawin dengan Boru Siregar Silali dan bertempat tinggal di Tano Tippang Bakkara, tapi mereka sama sekali tidak mendapatkan keturunan. Sehingga banyak perkataan serta tidak bersahabat serta hinaan menerpa Tuan Sumerham dari saudara tiri dan orang-orang sekelilingnya.
Karena hinaan dan perkataan tidak sedap tersebut, Tuan Sumerham bersama isterinya Boru Siregar Silali pergi meninggalkan Tano Tippang Bakkara dengan membawa dan menyimpan pusaka peninggalan ayahnya Toga Simamora yang tidak dimiliki oleh saudara tirinya yaitu : Pustaha berupa buku tulisan batak kuno dibawa, Gong ditinggalkan dan dikubur di sekitar rumahnya, tangkai tombak dikubur disekitar rumahnya tetapi mata tombak yang terbuat dari emas dibawa, Pedang dibawa dan sarungnya ditinggalkan Banggar-banggar Bagas Bolon (Godang).
Selain beberapa peninggalan Toga Simamora sang ayah Tuan Sumerham, Tuan Sumerham juga membawa segenggam tanah dari daerah Tano Tippang Bakkara daerah yang ditinggalkan Tuan Sumerham dan ketika sampai di Lobu Tondang, Tuan Sumerham menyamakan tanah yang dibawanya dari Tano Tippang Bakkara dengan tanah yang dia injak saat itu yaitu tanah Lobu Tondang dan ternyatah kedua jenis tanah ini sama. Akhirnya Tuan Sumerham memutuskan untuk tinggal di Lobu Tondang dan hidup dalam keadaan sulit karena tidak ada makanan karena belum ada pertanian.
Di Lobu Tondang sendiri ada pohon Rambe yang selalu berbuah tanpa mengenal musim, dari pohon Rambe inilah mereka hidup disamping dari berburu bersama isterinya. Keanehan terjadi, ketika setelah mengkonsumsi buah Rambe, Tuan Sumerham dan isterinya sejak dari dulu tidak mempunyai keturunan, dikejutkan dengan hamilnya Boru Siregar Silali isteri Tuan Sumerham. Buah Rambe rambe yang mereka makan itu dianggap mempunyai pengaruh dan kekuatan sehingga mereka memiliki keturunan, setiap tahun anak mereka bertambah yaitu : Rambe Toga Purba, Rambe Raja Nalu, Rambe Anak Raja dan seorang puteri Surta Mulia Boru Rambe.
Dengan perjalanan yang sangat panjang keturunan Tuan Sumerham menjadi dewasa dan melakukan perkawinan secara bersamaan dengan puteri keturunan Raja Tuktung. Rambe Toga Purba kawin dengan Boru Pardosi yang pertama, Rambe Raja Nalu kawin dengan Boru Pardosi yang ketiga, Rambe Anak Raja kawin dengan Boru Pardosi yang kedua.
Rambe Toga Purba mempunyai anak yang bernama Babiat Humorang dan Oppu Burtan, sedangkan Rambe Raja Nalu mempunyai anak Palti Raja, Tuan Habonaran dan Bajara Ronggur serta Rambe Anak Raja mempunyai anak Raja Perak, Raja Mole-mole dan Tumpak Martahi.

Wednesday, July 21, 2010

asal muasal simalungun bag.1

oleh: M Muhar Omtatok


Jika kita mentelaah tentang objek yang keberadaan (entity), baik berupa orang, benda, tempat, peristiwa, konsep dan lainnya, ditempuh upaya mengkonstruksikan model data konseptual, memodelkan struktur data dan hubungan antar data dan mengimplementasikan data dasar secara logika maupun secara fisik.

Berdasarkan kekunoan karakter yang dimiliki dan diversitas yang begitu tinggi, sering mengajukan hipotesis yang menyatakan bahwasanya wilayah tertentu merupakan tempat muasal/homeland dari induk kelompok tertentu pula. Sehingga ada sebuah wilayah yang menjadi ‘center of origin’ dari wilayah lain.

Jika mengikuti tradisi mentelaah dengan cara demikian. Acapkali kita selalu mencari-cari muasal sesuatu dari wilayah mana sesuatu itu berasal. Sehingga terkesan tidak ada yang asli di wilayah kita, karena segala sesuatunya berasal dari tempat lain.

Gadung (Singkong) adalah makanan cemilan leluhur kita zaman berzaman. Apa lagi orang Jawa yang mempunyai beraneka menu makanan dari bahan singkong warisan leluhur mereka, ternyata dibuat penelitian bahwa Singkong berasal dari Timur Laut Brasil dan Meksiko Tenggara. Bahkan disejarahkan singkong baru masuk Indonesia tahun 1852 melalui Kebun Raya Bogor.

Orang Simalungun yang mensakralkan bunga raya, dari zaman leluhur hingga kini, juga tidak perlu berkecil hati karena bunga tersebut bukan ikon Simalungun kini, tapi sejak 1960 telah menjadi bunga nasional Malaysia.

Hampir semua tulisan tentang sejarah peradaban menempatkan Asia Tenggara sebagai kawasan ‘pinggiran’. Kawasan yang kebudayaannya dapat subur berkembang hanya karena imbas migrasi manusia atau riak-riak difusi budaya dari pusat-pusat peradaban lain, baik yang berpusat di Mesir, Cina, maupun India.

Padahal Stephen Oppenheimer berpendapat lain. Dokter ahli genetik yang belajar banyak tentang sejarah peradaban ini malah melihat kawasan Asia Tenggara sebagai tempat cikal bakal peradaban kuno berasal. Munculnya peradaban di Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan China justru dipicu oleh kedatangan para migran dari Asia Tenggara.

Oppenheimer didukung oleh data yang diramu dari hasil kajian arkeologi, etnografi, linguistik, geologi, maupun genetika.
Hingga Suku Simalungun-pun akan dikatakan datang ke Tanoh Hasusuran melalui 2 gelombang, yaitu : Gelombang pertama (Proto Simalungun), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik. Serta Gelombang kedua (Deutero Simalungun), datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang berjiran dengan suku asli Simalungun.
Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Khalifah sampai Batubara.

Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.

Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun sekitarnya) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.

Tanoh hasusuran Simalungun meliputi Kabupaten Simalungun, Kota Pematangsiantar, Kota Tebingtinggi, sebagian besar wilayah Kabupaten Serdang Bedagai, sebagian Kabupaten Deli Serdang, bahkan lebih luas lagi jika diikuti wilayah kerajaan-kerajaan Simalungun sejak zaman Nagur dinasti Damanik.

Tidak ada data yang jelas, sejak kapan awal penyebutan nama Simalungun untuk suku Timur ini. Ada yang menganalisa berasal dari “Si Sada Parmaluan Si Sada Lungun” (senasib sepenanggungan), yaitu ikrar raja-raja di Simalungun pada tahun 1367. Pemerintah Belanda yang berkuasa di Sumatera saat itu, sudah memakai kata Simalungun untuk menyebut orang dan daerah yang kini disebut Kabupaten Simalungun.

Walter Lempp (1976:52) menyebutkan watak atau tabiat orang Simalungun yakni: “Orang Simalungun lebih halus dan tingkah lakunya hormat sekali, tidak pernah keras dan meletus, meskipun sakit hati.

J. Tideman (1922:113-114) mengakui bahwa ada sifat yang kurang baik secara rohani maupun jasmani dari suku bangsa Simalungun (Timoer Bataks). Hal ini menurut Tideman disebabkan oleh tekanan yang begitu lama hingga bertahun-tahun antara lain oleh perbudakan (parjabolonan) dan peperangan. Selain itu, Tideman juga mengatakan bahwa praktek perjudian, candu merupakan penghambat kemajuan yang terbesar pada suku bangsa ini, khususnya di kalangan rakyat.
Wabah penyakit juga menghambat mereka untuk lebih bersemangat dalam bekerja.

Praktek kanibalisme yang banyak didengung-dengungkan oleh orang luar tentang suku-suku bangsa di pedalaman, menurut Tideman sudah tidak dipraktekkan lagi dan sesungguhnyalah bahwa orang Batak bukan kanibal sejati menurut anggapan sebagian orang.
Solidaritas suku bangsa Timur ini lebih rendah bila dibandingkan dengan orang Toba (Nota, 1909:538-539). Pengaruh kaum pendatang dan suku-suku bangsa tetangga juga turut membentuk karakter suku ini. Di dekat perbatasan dengan suku Batak Toba menonjol sifat-sifat Toba, demikian juga di dekat daerah orang Melayu di pesisir terasa adanya pengaruh agama Islam /Melayu (Westenberg, 1904:9).

Selain itu orang Simalungun juga kurang mau menonjolkan dirinya. Tentang kejujuran orang Simalungun berpedoman kepada falsafah hidup mereka yaitu “Habonaron do Bona, Hajungkaton do Sapata”. Orang yang tidak konsisten menjunjung tinggi falsafah ini diyakini akan mendapatkan hal-hal yang tidak baik. Falsafah ini juga berdampak pada pola pikir orang Simalungun yang sangat berhati-hati dalam mengambil suatu keputusan. Sesuatu keputusan barulah diambil setelah dipikirkan masak-masak, dan tidak akan mengingkarinya . Sebagaimana dalam ungkapan Simalungun, “Parlobei idilat bibir ase marsahap, bijak mosor pinggol asal ulang mosor hata”.

Etnis Simalungun yang Patrilineal ini, memiliki beberapa morga (marga, clan). Seperti Damanik, Saragih, Purba, Sinaga, [Purba] Girsang, Sipayung, Lingga, Sitopu, Silalahi atau marga/orang lain yang sudah memiliki ‘ahap hasimalungunan’.

Damanik, Saragih, Purba, Sinaga dan [Purba] Girsang adalah morga para Raja. Meskipun kawulanya tidak mesti semarga dengan rajanya. Pada marga-marga itu juga terdapat sub-clan yang memiliki kisah dan sejarah tersendiri.

Terkadang muncul sub-clan yang terpisah dengan sub-clan lain, padahal mempunyai induk yang sama. Sebut saja sub-clan Garingging pada Saragih. Beberapa kelompok Saragih Garingging dalam sesuatu proses berubah sebutan menjadi sub-clan lain, misalnya menjadi Saragih Dasalak, Saragih Dajawak dan Saragih Permata. Beberapa garis Tuan Raya Huluan di Tambun Marisi yang marga Saragih Garingging awalnya, kini ada yang menyebut dirinya dengan sub-clan Saragih Munthe. Masih turunan yang sama, yaitu turunan Tuan Tarma yang menuju Serdang Bedagai, malah menyebut diri sebagai Saragih Damunthei.Inilah dinamika indah ala Simalungun dalam bermarga, yang berbeda pola dengan pola tarombo marga tetangganya. Karenanya, cukup arif bagi orang-orang yang bermarga Damanik, yang jarang menyebutkan sub-clan di belakang Damanik, Lambin toguh homa hasadaon ahap Simalungun, Sisada Ahap Sisada Parmaluan, Na Sapangambei Manoktok Hitei, mamajuhon ibagas Habonaron do Bona.

Daftar Tondang se-JABODETABEK per July 2010

  • A. JAIPAN TONDANG / E. BR. GULTOM [ Am. Lomo / Op. Joshua ],
  • A. MARPAUNG / JUSTINA BR. TONDANG [ Op. Joanna / Am. Shanti ], Jl. Nusa Indah Vi gg. 13 No. 281 Perumnas Klender, Jakarta Timur
  • ABDI TONDANG / LASMA BR. SITUMEANG [ Am. Hanna ], Jl. H. Bagol No. 9 RT.008/08 Ciracas, Jakarta Timur
  • AGUS S / BR. TONDANG, Kranggan, Jakarta Timur
  • AHSON ARITONANG / MURNIATI BR. TONDANG [ Am. Cahaya ], Griya Hegar Asri Blok C8 No. 23 Cikarang Timur,
  • ALBERT LINGGA / BR. SIMANJUNTAK, Kp. Kapuk III RT. 010 RW. 05 No:16 Klender, Jakarta Timur
  • ALBERTO HASUDUNGAN PURBA TONDANG, Kepa Duri. Jl. Mangga XVI Blok. EE No. 117, Jakarta Barat
  • ALI GINTING / GUDELINA BR. TONDANG [ Am Vivi ], Perumahan Koperasi, Sukatani Mekarsari, Bogor
  • ANTON S / BR. TONDANG, , Tanggerang
  • ARNOLD SIPAYUNG, Jati Negara Barat, Jakarta Timur
  • B. SIMARMATA / TIO PARULIAN BR TONDANG, Jl. Subur 8 Blok C I No.2, Tanggerang
  • BACHTIAR SIMARMATA / CHRISTINE BR. TONDANG [ Am. Bunga ], Ciracas , Jakarta Timur
  • BENNI MARGANDA TONDANG, Jl. Kramat No. 117 RT. 004 RW. 02Lubang Buaya, Jakarta Timur
  • BERNARD TONDANG / ASTUTI, Komp. Kodam V Jaya Kebun Jeruk, Jakarta Barat
  • BOYKE NAHAMPUN SIMBOLON / B. BR. TONDANG [ Am. Ryan ], Jl. Teratai IV RT.007/02 Komp. Hankam Klp. Dua. Cimanggis, Depok
  • CHARLES TAMPUBOLON / RITA BR. MARPAUNG [ Am. Kalista ], Jl. Nusa Indah Vii gg. Perumahan Klender, Jakarta Timur
  • CHRISTIAN TOBING / ROSILAWATI BR.TONDANG, , Bekasi
    CYPRIANUS TONDANG / SOFIE BR. SIMARMATA [ Am Cyntia ], Jl. Rukun Gg. Rukun I No.160 Rt.09/012 Cibubur, Jakarta Timur
  • DANIEL TONDANG SH / ENDAH ARYANTI BR. SIPAYUNG, Jl. Raya Hankam No.C 8 Pondok Gede , Bekasi
  • DANMIANUS TONDANG, ,
    DARWIN TONDANG / B. BR. SIAHAAN [ Am. Joshua ], Perumahan Griya Mustika Sari Blok C4 No. 1, Mustika Jaya, Bekasi Timur
  • DESMAN TONDANG / ROSMERY BR. SINAGA [ Am. Peggy ], Jl. Damai II RT.13/01 No. 28 A Kali Sari, Jakarta Timur
  • DONGMAN TONDANG / S. BR. MANIHURUK [ Am. Steven ], Jl. Raya Bambu Apus RT.05 RW. 03 No. 69, Bambu Apus, Jakarta Timur
  • E. AMBARITA / BR. TONDANG, , Jakarta
  • E. GULTOM / BR. TONDANG, Jl. Kertajaya Perumnas IV , Tanggerang
  • E.S. TONDANG / BR. SIMANJUNTAK, Jl. Mataram XIV No:15 Perumnas III, Tanggerang
  • EDIANSEN TONDANG, Manggarai Utara II RT.04 No. 4, Jakarta Selatan
  • EDIWARMAN SARAGIH / BR. TONDANG, Kalisari RT. 05 RW.010 No. 26 Cijantung, Jakarta Timur
  • EDY TONDANG / EIRENE BR. SARAGIH SIMARMATA, Jl. Nirbaya XII No.91 Rt.10/03 Taman Mini Pondok Ranti, Jakarta Timur
  • ERIKSON SARAGIH / BR. TONDANG, Jl. Prihati 58 Kelapa Gading, Jakarta Timur
  • ESRON SILALAHI / BR. SIBORO, , Bekasi
  • F. BERLIN TONDANG / BR. SIHOTANG, Jl. Anggrek. Cendrawasih RT.003/03 No. 55 Kebun Sayur Slipi, Jakarta Barat
  • F. MANIHURUK / BR. TONDANG, RT. 07 RW.09 Cawang, Jakarta Timur
  • FERDINAN SARAGIH / BR. TONDANG, , Jakarta
  • FERIANTO TONDANG / HENNY BR. DAMANIK, Ulujami No.1 A Pesanggrahan, Jakarta Selatan
  • FERNANDO SARAGIH SIDAURUK, Jl. SMP. 222 RT.08/02 No. 33 Ceger. TMII, Jakarta Timur
  • FH. MANIHURUK / BR.SIRAIT, Jl. Aljihad RT. 04 RW.01 No:14C Papanggo, Jakarta Utara
  • FRANKIE TONDANG, Tanjung Priuk, Jakarta Utara
  • FRANS MANULLANG / BR. TONDANG, , Tanggerang
  • FRANSISKUS NABABAN / R. BR. TONDANG, Jl. Sodong Raya RT.04/RW.11 No. 17 Kel. Cipinang Timur., Jakarta Timur
  • FREDY TONDANG / BR. SEMBIRING, Ancol Tanjung Priuk, Jakarta Utara
    GILBERT HASUDUNGAN SIBARANI / NILA YUSNITA BR. SIDAURUK, , Jakarta Timur
  • GUNTUR SILALAHI / TINA SANTI BR. TONDANG [ Am. Putri ], Jl. SMU 64 RT.04/02 No. 41 Cipayung, Jakarta Timur
  • H. SARAGIH / BR. TONDANG, Lenteng Agung Pasar Minggu, Jakarta Selatan
  • H. SINAGA / BR. TONDANG, Cipinang Muara III RT.08 RW.04 No:12, Jakarta Timur
  • H. YOSIA TONDANG / BR. SIMARANGKIR (+) [ Op. Deborah / Am. Purnama ], Jl. Flamboyan 13 Komp. Kodam V Jaya Kebun Jeruk, Jakarta Barat
  • HALOMOAN TONDANG / KRISTINA BR. HUTAGALUNG [ Am. Joshua ], Komp. POMAD RT. 19 RW.06 No. 22 Kalibata, Jakarta Selatan
  • HASAN SIPAYUNG / BR. MANIHURUK, Komp. ANGHUB RT.12 No:02 Cililitan, Jakarta Timur
  • HENDI SITUMORANG / BR. TONDANG, , Tanggerang
  • HENNERY SINAGA / BR. MANIHURUK, Kampung Jawa RT.13 RW.10 No:6 Pejaten Timur, Jakarta Selatan
  • HENRYSON F TONDANG / BR. SIMBOLON, Kemayoran, Jakarta Pusat
  • HOTBIN TONDANG, Tanjung Priuk, Jakarta Utara
  • HOTDIMAN SINAGA / LENNY BR. SIDAURUK, , Jakarta Timur
  • HOTMAN TONDANG / ESMI BR. SARAGIH, Jl. Anggur RT.4/12 No. 64 Kelapa Dua Wetan. Ciracas, Jakarta Timur
  • HOTMUDA TONDANG / LAURENTA BR. PASARIBU, Jl. H. Amsir Rt.5/4 Kel. Cipinang Melayu, Jakarta Timur
  • J. S. SARAGIH / BR. SINAGA, Cibubur, Jakarta Timur
  • J. SILALAHI / BR. TONDANG, , Jakarta Timur
  • J. SIMBOLON / BR. TONDANG, , Tanggerang
  • J. TAMPUBOLON / NOVA BR. TONDANG, Cikoko, Jakarta Selatan
  • J. TONDANG / BR. SITUMORANG, , Tanggerang
  • JABES TONDANG / SUMIATI BR. TOBING [ Am. Eliezer ], Perumahan Wahana Blok C No : 5, Pondok Gede, Jakarta Timur
  • JAIDUP TONDANG / BR. HALOHO, Bintara, Jakarta Timur
  • JANNER TONDANG / BR. MANIHURUK, Jl. Danau Maninjau VII No. 21 Perumnas II, Tanggerang
  • JANSEN TONDANG / BR. SINAGA, , Bogor
  • JANTO TONDANG / L. BR. SARAGIH SIDAURUK [ Am. Dinda ], Pasar Waru Cakung Cilincing, Jakarta Utara
  • JANUAR C.J. DAMANIK / MARTHA S. BR.TONDANG, Perum. Taman Duta Jl.Kemuning Raya Blok E1/21 Cisalak, Depok
  • JARIPE TONDANG / BR. MUNTHE, Jl. Pengadegan Barat IV No: 15 Cikoko, Jakarta Selatan
  • JEFRY TONDANG / BR. MARBUN, Komp. Pertanian Jl. Palapa Pasar Minggu, Jakarta Selatan
  • JENDRIAMAN TONDANG / BR. SIPAYUNG, Kalisari, Depok
  • JHON MANIHURUK / BR. SILABAN, Taman Mini, Jakarta Timur
  • JHON SAGAR H. TONDANG / TUTIK SETIANIK, Rawa Kalong Karang Satria Rt.02/03 No.58, Bekasi, Bekasi
  • JHONI TONDANG / BUNGA BR. TURNIP, Komp. Kodam V Jaya Kebun Jeruk, Jakarta Barat
  • JHONY P. S, , Jakarta Selatan
  • JOHANES MARPAUNG / M. BR. SIANTURI [ Am. Joanna ], Perum Aneka Elok Blok D2 No:22, Jakarta Timur
  • JOHANES SITOPU / TIORLIN BR. TONDANG [ Am. Tasya ], Jl. Kelapa Muda V Blok. H/2 Tugu Utara, Koja. Tg. Priok, Jakarta Utara
  • JOHANSEN TUMANGGOR / FITRI BR. TONDANG, Pulo Mas, Jakarta Timur
  • JUMARAHMAN TONDANG / SULIS, Manggarai, Jakarta Selatan
  • JUNAEDI HASIHOLAN SITORUS / MALOM UKUR BR. TONDANG, ,
  • KALAR MANIHURUK (+) / L. BR. PURBA (+), Blok F-III No:18 Pondok Kopi, Jakarta Timur
  • KASIALAN SARAGIH / BR. TONDANG, Kampung Utan Bahagia RT.001 RW.04 No:26, Bekasi
  • L. MUDDIN SARAGIH SITIO / MIAN BR.TONDANG, Jelambar Grogol, Jakarta Barat
  • L. SEMBIRING PANDIA / PURNAMA BR. TONDANG [ Op. Yehezkiel / Am. Vincent ], Komp. Depnaker Blok. B1 No. 19 Kel. Jakasetia., Bekasi Selatan
  • LANTAS TONDANG / BR. SITORUS, , Tanggerang
  • LEKSON SITUNGKIR / N. BR. TONDANG [ Am. Micron ], Jl. Nangka RT. 015/02 No. 15 Klp. Dua. Wetan. Ciracas., Jakarta Timur
  • LUHUT SIANTURI / SANTI BR. MARPAUNG [ Am. Marcel ], Jl. Inpres Kelapa Gading, Jakarta Timur
  • M. MANIHURUK / BR. TARIGAN, Jl. Aljihad RT. 04 RW.01 No:14A Papanggo, Jakarta Utara
  • M. SILALAHI / BR. GIRSANG, Pademangan IV RT.04 RW.01 No. 34, Jakarta Utara
  • M. TONDANG / BR., Nusa Indah IV gg. 1 No.20 RT.01 RW.04, Jakarta Timur
  • M. TONDANG / BR. BANGUN, , Tanggerang
  • M. TONDANG / BR. PANJAITAN, , Tanggerang
  • M. TONDANG / BR. SIPAYUNG [ Am. Ardi ], , Tanggerang
  • M.R. TONDANG / BR. MUNTHE, Jl. Jayakatwang IX RT.007 RW.14 No. 5 Perumnas IV Uwung Jaya, Tanggerang
  • MANGASI HASIBUAN / ROSALINA BR.TONDANG [ Am. Lian ], Jl. Raya PKP (KIWI) Gg. Persatuan Kelapa Dua Wetan Rt.07/09 No.38, Jakarta Timur
  • MANGASI TONDANG / BR. SIMARMATA [ Am. Soni ], Cakung, Jakarta Utara
  • MANGONTONG SIRAIT / RISMA BR. TONDANG [ Am. Mora ], Rawa Lembu, Bekasi
  • MARINGAN HUTAPEA / BR. TONDANG, Jl. Delima II No.8 Lenteng Agung, Jakarta Selatan
  • MARTHA DIANA BR.TONDANG, Jl. Tipar gg. Ketut RT.04 RW.07 No. 90, Cakung Barat, Jakarta Utara
  • MARULI TUA T. TONDANG, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
  • MELANTON SINAGA / ROSTAULI BR. TONDANG, Jl. Manunggal I RT.09/012 No. 45. Cibubur., Jakarta Timur
  • METHU KALAKI / RATNA BR. SITORUS, Asrama Yonzikon 13 Rt.06/13 No.71 Srengseng Sawah, Jakarta Selatan
  • MICHAEL SINAGA, Gunung Putri, Bogor
  • MORREN GINTING / MARIA DARMAWATI BR. TONDANG [ Am. Tiara ], Pamulang, Jakarta Barat
  • MUJIMAN TONDANG / BR. SIANTURI, Manggarai, Jakarta Selatan
  • MULA TONDANG / BR. SINAGA, , Tanggerang
  • MULLER TAMBUNAN / MAROSU BR.TONDANG, Jl. Pramuka Sari II RT.008/08 No. 1, Jakarta Timur
  • NESSEN PURBA / YUNIKA BR. DAMANIK [ Am. Silo ], Cengkareng Indah, Jakarta Barat
  • NIKAN SILALAHI / BR. TONDANG, Kebun Sayur Bidara Cina Kampung Melayu, Jakarta Timur
  • NY. DJ. SARAGIH (+) BR. TONDANG, , Jakarta Barat
  • NY. H. TONDANG (+) M. BR. PARDEDE, Jl. Pramuka Sari II RT.008/08 No. 1, Jakarta Timur
  • NY. J. P. SITANGGANG (+) R. BR. TONDANG [ Nai Pendi ], Jl. Plaosan Raya No. 360 A, Perum Duta Kranji, Bekasi
  • NY. L.R. MANURUNG (+) LERPIANA BR.TONDANG, Jl. Penataran Blok D / 45 Duta Kranji, Bekasi
  • NY. LELO TONDANG (+) BR. SINAGA, , Tanggerang
  • NY. M. HUTAPEA (+) BR. PURBA, , Depok
  • NY. MANGIRING TONDANG RESMI BR. SILALAHI [ Nai Timbul ], Kepa Duri. Jl. Mangga XVI Blok. EE No. 117, Jakarta Barat
  • NY. MAYOR TONDANG (+) BR. SEMARANG, Jl. Jeruk I Perumnas I , Tanggerang
  • NY. NERI PRINCE TONDANG (+) BR. BATUBARA [ Alm. Am. Toni / Nai Sony ], Jl. Jayakatwang 17 No. 1 Perumnas 4, Tanggerang
  • NY. OLOAN SITORUS (+) TAMARIA BR. TONDANG [ Nai Rekner ], Jl. Menteng Jaya Rt.09/08 No.28 Menteng Jaya, Jakarta Pusat
  • NY. PARIAMA SIMARMATA (+) JUSTINA BR. TONDANG [ Op. Bungaran / Am. Bahtiar ], Ciracas , Jakarta Timur
  • NY. PDT. SIMANJUNTAK (+) BR. TONDANG, Jl. Komando III gg. Musollah RT.09 RW.02 No: 37 Setia Budi, Jakarta Selatan
  • NY. RONNI TONDANG (+) S. BR. DAMANIK [ Nai Lina ], Komplek POMAD RW. 06 Kalibata , Jakarta Selatan
  • NY. S. SIJABAT (+) PERMINA BR. TONDANG [ Nai Togi ], Jl. Jati Asih No.31 RT.06/08, Bekasi
  • NY. SAHAT TONDANG (+) MARIANI BR. SIMARMATA [ Nai Rista ], Jl. Muria Pondok Bakul RT.0012 / 06 Pasar Rumput, Jakarta Selatan
  • NY. SOBAT TONDANG (+) BR. SARAGIH, Jl. Galunggung II RT.001 RW.013 Blok C3 No:5, Jakarta Barat
  • NY. ST. KORMEL TONDANG (+) RASMI BR. DAMANIK [ Op. Rosana / Nai Robert ], Ulujami No.1 A Pesanggrahan, Jakarta Selatan
  • NY. YANSEN TONDANG (+) MUTIARA BR. PURBA, Jl. H. Ashar Duren Sawit, Jakarta Timur
  • O. SITUMEANG / BR. MANIHURUK, Cililitan, Jakarta Timur
  • O.P. SIPAYUNG / BR. TONDANG, Jl. Swasembada II RT.011 RW.08 No.8 Tanjung Priuk, Jakarta Utara
  • OSCAR SIMARMATA / BR. TONDANG [ Am. Selly ], Wisma Pajajaran , Bogor
  • P. SIBARANI / L. BR. TONDANG [ Am. Marshel ], Prima Harapan Regency Blok C 7 No.03 Narapan Baru, Bekasi Utara
  • P. TONDANG / BR. SINAGA [ Am. Endang ], Jl. Tongkol Perumnas I, Tanggerang
  • PADIMAN SARAGIH / APRISTA L BR. TONDANG, Jl. Matahari No.17 Blok M-3 Perum.Taman Wanasari Indah, Cibitung
  • PARIAMAN TONDANG / BR. SARAGIH, , Tanggerang
  • PENDI SITANGGANG / BR. TOBING, Jelambar Grogol, Jakarta Barat
  • PENDI TONDANG / S. BR. SARAGIH SUMBAYAK, Jl. Pedurenan, Bekasi Timur
  • POLTAK TONDANG / BR. SINURAT, Komp. Perumahan Guru C2 RT.008 RW.01 No.12, Bekasi Timur
  • R. ARMAN TONDANG / RAYANTHI BR. SIMANJUNTAK, Jl. Duta Mas IX No. 10 RT.13/16 Perum. Duta Harapan, Bekasi Utara
  • R. TONDANG / BR., Jl. Margasatwa RT.02/08. Pondok Labu, Jakarta Selatan
  • RAMINSON TONDANG / BR. MANIHURUK [ Am. Sinar ], Jl. Danau Panjai 7 No. 21 Perumnas 2 Cikokol, Tanggerang
  • RAMLI BUTAR BUTAR / T. BR. TONDANG, Jl. Akasia VIII No. 228 Duren Jaya, Bekasi
  • RAMSES SIRAIT / BR. TONDANG, ,
  • RAMSON P DAMANIK / TIAR HOTMAWATI BR. TONDANG, , Tanggerang
  • RASDIAMAN TONDANG / R. BR. SINAGA, Pamulang, Jakarta Barat
  • RICHARD MANURUNG / M. BR. TONDANG, Nusa Indah Raya Perumnas I , Bekasi
  • RIDWAN BERLIAN PURBA TONDANG, Kepa Duri. Jl. Mangga XVI Blok. EE No. 117, Jakarta Barat
  • ROBERT DOMPU TONDANG / ROMASTA BR. DAMANIK, Rawa Kalong RT.01/04 Karang Satria Tambun, Bekasi Timur
  • ROBERT HASIHOLAN TONDANG / SANTI BR. SIMARMATA, Jl. Merpati Raya No. 43 Sawah Lama, Ciputat, Tanggerang
  • ROBINSON TONDANG / BR. SARAGIH, Jayanegara Perumnas IV, Tanggerang
  • ROINSON TONDANG / LEVI. BR. SIMBAYAK, , Bekasi
  • ROPEN TONDANG / R. BR. SIDABALOK [ Am. Chintia ], Ceger. Jl. Perintis RT.05/05 No. 37I, Jakarta Timur
  • RUDU H. SINAGA / SAHMA INTAN BR. TONDANG, Perum. Gria Bukit Jaya Blok E 5 No.2 Gunung Putri, Bogor
  • RUDY TONDANG / LITA BR. MUNTHE, Jl. Pangrango No. 4 Komp. KODAU Ambara Pura V Jati Mekar, Bekasi
  • RUPINUS TONDANG / SURYANI BR. SIMARMATA [ Am. Anggara ], Jl. Manunggal II RT.09/012 No. 36 Cibubur., Jakarta Timur
  • S. MANIHURUK / BR. SITOMPUL, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
  • SAHAT SIMARMATA / F. BR. TONDANG, Pondok Ungu Permai blok. AL 5 No. 1, Bekasi Utara
  • S. TONDANG / BR. TURNIP, , Jakarta
  • S.H. MANIHURUK / BR. TONDANG, Warung Doyong RT.09 No:08 Cakung, Jakarta Timur
  • SABAM MEDIAN MEGAH CIPTA PURBA TONDANG, Kepa Duri. Jl. Mangga XVI Blok. EE No. 117, Jakarta Barat
  • SABAR LINGGA, Jl. Benda Timur 14 Blok f8 No:7 Ciputat, Jakarta Selatan
  • SABUNGAN TONDANG / BR. MUNTHE, Jl. Kayu Tinggi gg Gurame No. 94 Cakung, Jakarta Utara
  • SALMON TONDANG / RODIAH, Condet, Kampung Gedong, Jakarta Timur
  • SARDO MANGAPUL TONDANG / INDAH PUJIASTUTI, Cengkareng, Jakarta Barat
  • SARIPIN JAWAK / BR. TONDANG, Jl. Danau Ranau I No. 12 Perumnas III, Tanggerang
  • SILITONGA (+) / PURNAMA BR. TONDANG (+), Gg. Mushollah Ciracas, Jakarta Timur
  • SIMON TONDANG, , Tanggerang
  • ST. ETP SIRAIT / BR. TONDANG, Kebun Pala, Jakarta Timur
  • ST. HERMANSEN DAMANIK, SIA / ELMERIA BR. TONDANG, Jl. Manik-Manik Rt.02/08 No.4 Cengkareng Indah Kel. Kapuk, Jakarta Barat
  • ST. JAMES P. DAMANIK / BR. TONDANG [ Am. Ririn ], Perumahan Pondok Cipta Komp. Jati Murni k-12 Pondok Gede, Jakarta Timur
  • ST. KOSTAN TURNIP / RAMENNI KRISTINA BR. TONDANG [ Am. Tantry ], Jl. Kramat No. 117 RT. 004 RW. 02Lubang Buaya, Jakarta Timur
  • ST. LEOPOLD PASARIBU / BR. TONDANG [ Am. Dora ], Bintara, Jakarta Timur
  • ST. M. CIRUSTONDANG (+) / R. BR. TURNIP (+) [ Am. Poltak ], Jl. Timbul IV Blok C 21 Kav.DKI Rt.08/06 Ciganjur, Jakarta Selatan
  • ST. MARKUS SINAGA / LAMINA BR. TONDANG [ Am. Yuni ], Jl. Melati II No. 13 RT.13/01. Kel. Cijantung, Jakarta Timur
  • ST. MITAL H. DAMANIK / BR. TONDANG [ Am. Natanael / Op. Sebastian ], Jl. Dampit RT.001 RW.02 No. 20 Ciomas Raya, Bogor
  • ST. NY. JAWALMEN TONDANG (+) BR. SINAGA [ Op. Tantry ], Jl. Kramat No. 117 RT. 004 RW. 02Lubang Buaya, Jakarta Timur
  • ST. NY. JONI RAMSIDIN SARAGIH SIDAURUK (+) ELLERIANNA BR. TONDANG, Jl. SMP. 222 RT.08/02 No. 33 Ceger. TMII, Jakarta Timur
  • SUMANTRI TONDANG / JANIS PRI SUDAWATI, Karang Tengah Permai Cileduk, Jakarta Barat
  • SY. DJONI OBER TONDANG / RUTH JULIANA BR. SILALAHI SITUNGKIR, Jl. Kramat No. 117 RT. 004 RW. 02Lubang Buaya, Jakarta Timur
  • SY. JONNY TONDANG / RUMIANA BR. SIDABARIBA [ Am. Ira ], Jl. Lingkarsari RT.06/09. No. 3A Kali Sari, Jakarta Timur
  • T. E. TAMPUBOLON / NELSY BR. TONDANG, Komp. BPStatistik Jl. Statistik Raya No.15 Pondok Bambu, Jakarta Timur
  • T. MANIHURUK / BR. MARBUN, Cililitan, Jakarta Timur
  • T. SINURAYA / BR. TONDANG, , Bekasi
  • TIGOR JOHSON PURBA TONDANG, Jl. Timbul IV Blok C 21 Kav.DKI Rt.08/06 Ciganjur, Jakarta Selatan
  • TILLER SIMARMATA / BR. TONDANG, Jl. Empang Tiga Kalibata, Jakarta Selatan
  • TIMBUL PARDAMEAN PURBA TONDANG, Kepa Duri. Jl. Mangga XVI Blok. EE No. 117, Jakarta Barat
  • TIOPAN TONDANG / BR. MANIHURUK [ Am. Salomo ], ,
  • TONY TONDANG / BR. SIDABUTAR, Cimone, Tanggerang
  • TUNGGUL TONDANG / L. BR. SIREGAR, Kp. Bendungan RT.04/01 Cilodong, Depok
  • UDUTMAN N.D. SURYADI TONDANG / R. BR. GINTING, Jl. Karang Ampel Jaya No.30 Rt.02/06 Rawa Bugel Harapan Jaya, Bekasi
  • USMAN ZEBUA SINAGA / CLEMENTINA BR.TONDANG [ Am. Frans ], Jl. Mutiara VI.D/144 Rt.14/07 Poris Indah, Tanggerang
  • V. PASARIBU / BR. TONDANG, Cilangkap, Jakarta Timur
  • VERGIMAN TONDANG / ERASMI BR. SIMANJUNTAK [ Op. Via / Am. Dompu ], Rawa Kalong Karang Satria Rt.02/03 No.58, Bekasi, Bekasi
  • VICTOR TONDANG / ELIDA BR. PAKPAHAN, Jl. Rukun Gg. Rukun I No.160 Rt.09/012 Cibubur, Jakarta Timur
  • VINCENT SEMBIRING / MELISA BR. SIMATUPANG [ Am. Yehezkhiel ], Perumahan DEPNAKER B1 No.19, Bekasi
  • W. TONDANG / BR. NADEAK, , Tanggerang
  • WANDA SARAGIH / BR. TONDANG, Cengkareng, Jakarta Barat
  • WESLI TONDANG / BR. SIMBOLON [ Am. Happy ], Jl. Ananta IV No. 31 Komp. YONAIR AD Semper Barat, Jakarta Utara
  • YAN WISELER TONDANG / SURATMI DEWI AMILIA, , Jakarta Barat
  • YANSEN TONDANG / VERA BR. NAPITUPULU, Taman Jatisari Permai Jl.Nusantara I Blok DU - 202 Jatisari, Bekasi