Inilah asal muasala Marga Cibro bernama Dian Cibro, pengakuan orang
Gayo langsung. Ditunggu tangapan Purba Siboro Simalungun ataupun Tarigan
Cibero.
Referensi dia adalah :
- Batak Information Center for History, Cultural, and Community
- Kekeberan dan Sya’ir Suku Gayo
=====Copas Lengkapnya======
Sebuah daerah yang disebut Bebesen yang saat ini menjadi sebuah
kecamatan di Aceh Tengah yang memiliki beberapa marga yang dalam bahasa
Gayo sendiri disebut “belah”. Marga atau Belah di daerah ini adalah
Cibro, Melala, Munte dan Tebe.
Penyebaran suku Gayo ke Takengon
sudah berlangsung sejak ribuan tahun silam, namun sedikit saya menulis
dengan merangkum dari berbagai media dan berbagai sumber tentang asal
muasal belah atau marga di Daerah Bebesen, Gayo, Kabupaten Aceh Tengah.
Kisah yang terdapat dalam sya’ir Gayo menyebutkan bahwa, pada masa
silam seorang Raja Samosir pernah bermimpi yang dalam mimpi tersebut
sang raja melihat seorang wanita yang mengeluarkan sinar dari dahinya
yang berada di arah sebelah barat Kerajaan. Merasa penting untuk
dijelaskan, sang raja mengumpulkan para prajurit dan penasehat kerajaan.
Tidak dijelaskan tahun berapa hal ini terjadi dan Agama apa yang sedang
di anut oleh kerajaan dan Sang Raja yang merasa tertantang untuk
mencari wanita ini mengumpulkan prajurit pilihan sebanyak 27 orang untuk
mencari wanita tersebut ke arah barat.
Pada kenyataannya prajurit
pilihan ini memiliki 4 marga, yaitu cibro, melala, munte dan tebe dan
menulusuri hutan belantara dan perjuangan memasuki hutan belantara
tersebut bukanlah hal yang mudah hingga menuju Negeri Antara (Takengon).
Kisah ini diceritakan terun temurun kepada anak cucu mereka hingga
sebagian ada yang menulisnya dalam syair lagu.
Negeri Antara yang
pada sebelum kedatangan 27 Prajurit ini di diami oleh Suku Gayo Lut dan
beberapa Suku Gayo Linge. Kedatangan 27 Prajurit ini yang oleh Orang
Gayo Lut menyebutnya dengan Batak 27. Disebutkan juga asal nama Bebesen
berasal dari kata “Beb” yang dalam bahasa Gayo “Beb” merupakan bentuk
orang kuat yang sedikit keras, namun begitu perlu dikaji kembali dalam
tulisan berbeda dan penelitian kembali tentang asal kata “Bebesen”.
Menurut sejarah, ke 27 prajurit ini sedikit mengalami gesekan dengan
Gayo Lut. Hal ini di awali dengan wanita yang dicari belum ditemukan
hingga bertahun-tahun terjadilah peperangan hingga ke 27 prajurit ini
menyingkir ke daerah desa Jamur Raya yang berdekatan dengan daerah
pariwisata Pantan Terong sekarang. Disebutkan juga, asal kata “Jamur
Raya” adalah Jamur yang berarti “Gubuk” dan Raya yang berarti besar dan
agung. Menyingkirnya 27 prajurit ini ke daerah Jamur Raya dan melakukan
strategi perang dengan mendirikan Gubuk sebanyak mungkin hingga
berjumlah ratusan dan membuat perlengkapan di setiap gubuk tersebut yang
seolah-olah 27 prajurit ini memiliki tambahan prajurit yang banyak.
Hingga pada akhirnya 27 prajurit ini berhasil menduduki daerah Bebesen
dan merajia setiap rumah untuk mencari wanita yang dicari. Menurut
sejarahnya Suku Gayo Lut sudah memeluk Agama Islam, dan wanita yang
dicari adalah wanita Sholeha yang jarang keluar rumah. Layaknya wanita
Sholeha wanita ini sering desebut dalam bahasa Gayo dengan “Wah wan
ulung” yang artinya wanita Sholeha yang jarang keluar rumah. Pada
kisahnya ternyata wanita tersebut benar adanya, ibu dari wanita tersebut
dengan sengaja menyembunyikan anaknya tersebut dalam kamar karena alas
an takut.
Akhirnya wanita tersebut ditemukan oleh pemimpin 27
prajurit tersebut dalam sebuah kamar yang agak gelap dengan mengeluarkan
cahaya di dahinya. Takjub melihat wanita tersebut, akhirnya pemimpin 27
prajurit tersebut menikahi wanita tersebut dan lupa untuk kembali ke
Tanah Samosir dikarenakan sudah lamanya tinggal di Tanoh Gayo.
Silsilah Marga Cibro di Gayo Berdasarkan Tarombo
Sejarah Merga Cibro dengan mendasarkan pada tarombo (silsilah marga)
secara sejarahnya berasal dari keturunan Marga Purba dari klan Nai
Suanon Sub Toga Sumba. Purba adalah anak I dari Toga Simamora. Simamora
adalah anak… II dari Toga Sumba adik dari Sihombing.
Di kemudian
hari Purba dikisahkan memiliki 3 orang anak laki-laki yang tercatat
yaitu, Pantomhobol, Parhorbo, dan Sigulangbatu. Semuanya masih
menggunakan nama marga Purba pd awalnya yang diambil dr nama ayah
mereka. Kedua abangnya dikisahkan menetap di Toba menurunkan keturunan
marga Purba di Toba dan sekitarnya hingga berkembang ke Tanah
Simalungun. Sedangkan Sigulangbatu sebagai anak bungsu dikisahkani telah
meninggalkan kampung halamannya di Toba menuju ke wilayah Pakpak dan
dikisahkan tidak pernah kembali lagi.
Dari tuan Sigulangbatu inilah
asal muasal garis keturunan Cibro bermula. Yakni dari keturunan generasi
IV beliau yang bernama Datu Parulas yang dikisahkan memiliki 3 orang
anak laki-laki tercatat. Salah seorang yang tengah bernama Siboro,
abangnya bernama Girsang yang kemudian menurunkan marga Girsang dan
marga Gersang di Pakpak, Karo dan Simalungun. Adik bungsunya Tetap
menggunakan nama Marga Purba yang kemudian menyebar di Tanah Simalungun.
Salah seorang keturunannya di kemudian hari berhasil menjadi salah satu
penguasa di Simalungun yakni Purba Siumalungun. Dikemudian hari Siboro
juga memiliki beberapa keturunan laki-laki yang pada masa kemudian
menyebar di sekitar daerah Tanah Dairi. Di Tanah Dairi mereka lebih
dikenal dgn sebutan Cibro mengikuti aksen Pakpak. Generasi berikutnya
ada yang meneruskan perantauan ke Timur menuju ke Tanah Karo di sana
mereka dikenal dgn sebutan Sibero/Cibero. Di Tanah Karo ini mereka
memilih bernaung di bawah kelompok Merga Tarigan salah satu induk
kumpulan merga di Karo. Diduga pertimbangannya adalah karena beberapa
keturunan saudara leluhur mereka yang juga telah merantau ke sana, yakni
keturunan Purba dan Girsang, juga sama-sama memilih bernaung di bawah
Klan Tarigan. Keturunan mereka dikenal dgn sebutan Tarigan Sibero.
Dari sana kemudian ada sebagian keturunan mereka menyebar ke arah Timur
menuju ke Tanah Simalungun. Di sana mereka memilih bernaung di bawah
klan Purba Simalungun dgn pertimbangan hubungan darah leluhur mereka
yang paling dekat dibanding kelompok klan Simalungun lainnya. Purba
adalah salah Saudara satu leluhur mereka yang telah menjadi salah satu
penguasa di Simalungun. Kekuasaan mereka membuka pintu bagi penerimaan
marga saudara sedarah leluhur mereka lainnya. Sebagaimana diketahui
bahwa Marga2 saudaranya juga umumnya memilih bernaung di bawah klan
Purba. Selain ke arah Timur, keturunan Sibero/Cibro itu juga ada yang
meneruskan ke arah Barat menuju ke Tanah Singkil. Di sana mereka
menggunakan nama merga Cibro dari Singkil. Selain itu juga ada yang
merantau ke arah pedalaman Utara menuju ke Tanah Alas. Mereka kemudian
dikenal sebagai Merga Cibro dari Alas dan menjadi pengusung budaya Alas.
Dalam perkembangannya keturunan mereka ada yang meneruskan migrasi
hingga ke Tanah Gayo. Di sana mereka menjadi orang Gayo dengan
menggunakan nama Merga Cibro dari Gayo ataupun sebagian besar tanpa
menggunakan nama merga lagi. Begitulah pada akhirnya mereka telah
tersebar di berbagai wilayah dengan sebutan yang beragam. Untuk yang
masih menggunakan marga ditemukan sebutan dan penulisani Siboro, Sibero,
Cibro, Cibero, Purba Siboro, Tarigan Sibero/Tarigan Cibro/Tarigan
Cibero. Di Tanah Gayo sebagian masih bisa menelusuri hubungan
kekerabatan leluhuhur mereka dengan Marga Cibro.
No comments:
Post a Comment